Setelah enam tahun pernikahannya, Airin memilih bercerai dari suaminya begitu mengetahui Bayu, suaminya, berselingkuh dengan Dewi hingga hamil. Menjalani kehidupan baru sebagai janda ternyata tidak mudah. Label wanita mandul yang diceraikan membayang-bayanginya. Akankah Airin menemukan kembali kebahagiaannya dan membuktikan bahwa dia bukanlah Perempuan yang mandul?
view more"Aku akan menikahinya, Rin," kata Bayu dengan suara berat.
"Memang seperti itu kan yang kalian rencanakan?" Bukannya menanggapi, Airin malah memberinya pertanyaan."Aku mohon, Rin, mengertilah. Dewi sedang mengandung anakku, darah dagingku, Rin," balas Bayu dengan suara memelas."Dengan menanam benihmu di rahimnya, tidak serta merta menjadikanmu seorang ayah, Mas! Anak yang lahir di luar pernikahan maka dia tidak bernasabkan ayahnya. Mas Bayu pasti tahu itu 'kan."Tajamnya ucapan Airin begitu menohok di telinga Bayu. Ya, tentu Bayu sangat tahu dan mengerti perkataan istrinya barusan. Namun, semua kajian yang pernah diikutinya dulu, terasa sangat berat untuk dijalankannya sekarang."Tidakkah kau berbelas kasihan kepadanya, Rin? Kepada bayi yang dikandungnya? Apa kau 'tak kasihan jika bayi itu lahir tanpa ayah?""Harusnya kalian pikirkan itu sebelum berbuat, Mas!"Airin mengusap air mata di wajahnya. Berat sekali kenyataan yang harus Airin hadapi. Sudah lima tahun lebih pernikahan, tetapi belum juga diberi momongan, dan sekarang harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ada wanita lain yang sedang mengandung anak suaminya."Ceraikan aku, Mas! Dan kamu bisa berbuat sesukamu," ucap Airin dengan nada bergetar."Airin, please... Aku masih sangat mencintaimu. Aku tidak ingin kita berpisah. Aku menikahi Dewi hanya untuk mendapatkan anakku. Setelah anak itu lahir dan... aku berjanji akan menceraikannya saat itu juga. Setelah itu kita bisa merawat anak itu bersama-sama, dan keluarga kita akan menjadi keluarga yang sempurna seperti yang lainnya.""Kau sungguh naif, Mas. Apa kamu pikir aku masih sudi menjadi istrimu setelah apa yang kamu lakukan di belakangku?""Ceraikan aku sekarang juga!" kata Airin lantang. Kali ini tidak ada keraguan dalam ucapannya."Tidak, Rin! Aku 'gak akan ceraikan kamu. Kamu istriku, dan selamanya kamu akan tetap menjadi istriku. Karena aku sangat mencintaimu, Rin. Mengertilah, semua yang aku lakukan ini demi keluarga kita juga. Demi kebahagiaan kita, Rin." Bayu meraih bahu Airin dan mendekapnya."Bersabarlah, aku janji keluarga kita akan menjadi keluarga yang lengkap dan bahagia setelah anak itu lahir. Aku akan menjadi ayah dan kamu ibunya, Rin." Bayu memeluk erat istrinya, mendekapnya lebih dalam ke dadanya yang bidang."Lepaskan aku, Mas. Lapaskan. Tinggalkan aku sendiri, please. Aku ingin sendiri." Airin mendorong kuat tubuh Bayu agar menjauh, kemudian berjalan menjauh membelakangi suaminya. Bayu menjadi frustasi setelah segala bujuk rayunya tidak mampu meluluhkan hati istrinya. Istri yang selalu lemah lembut kepada-nya kini sudah tidak sama lagi setelah luka dalam yang dia torehkan di hatinya.Bayu mengacak kasar rambutnya. "Ah si_l, seharusnya Dewi merahasiakan kehamilannya, maka keadaan tidak akan menjadi kacau seperti ini", umpat Bayu dalam hati.***Dua hari sebelumnyaBu Fatma memandangi tamu yang duduk di depannya dengan pandangan menyelidik. Dia seorang perempuan yang cantik. Rambutnya panjang tergerai, dan wajahnya mulus terawat. Meski tidak berhijab seperti Airin menantunya, pakainya terbilang sopan."Maaf, tadi siapa namanya yah, Mba?" tanya Bu Fatma kepada tamunya."Dewi, Tante. Nama saya Dewi," jawab Dewi sedikit gugup."Jadi, Mba Dewi ada perlu apa yah datang kemari?""Em... Saya temannya Mas Bayu, Tante." "Temannya Mas... Bayu? Maksudnya teman... ?" Bu Fatma menggantungkan pertanyaannya di udara, ketika dari belakang menantunya, Airin, membawakan tamunya minuman."Silahkan diminum, Mba," ucap Airin sopan setelah meletakkan secangkir teh di atas meja."Iya , Mba, terimakasih," jawab Dewi malu-malu, lalu mengambil cangkir teh tersebut dan menyesapnya. Matanya tak berkedip memandangi perempuan berhijab sekarang dia duduk persis di hadapannya. 'Ini pasti istrinya Mas Bayu, cantik!' gumam Dewi dalam hati."Airin, Mba Dewi ini katanya temannya Bayu. Kamu kenal?" tanya Bu Fatma kepada menantunya."Dewi?" tanya Airin. Dahinya berkernyit mencoba untuk mengingat-ingat. Akan tetapi seingatnya tidak ada teman suaminya yang bernama Dewi."Em...Maaf. Sepertinya kita belum pernah bertemu sebelumnya. Saya gak tau kalau anda temannya Mas Bayu. Atau sayanya yang lupa yah," ucap Airin sedikit bingung."Saya teman kerjanya, i-iya saya teman kerja Mas Bayu," ucap Dewi bergetar. Kali ini Dewi benar-benar bingung bagaimana harus mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke rumah ini."Oh teman kerja. Tapi maaf, Mba, kalau Mba ada urusan kerjaan dengan Mas Bayu, lebih baik, Mba Dewi ke kantornya saja. Kalau jam segini Mas Bayu pasti masih di kantornya.""Oh bukan-bukan. Saya sebenarnya kesini bukan untuk menemui Mas Bayu. Tapi saya kesini untuk menemui Mba Airin.""Bertemu dengan saya?" tanya Airin yang masih bingung."Mba... Mba Airin 'kan, istrinya Mas Bayu?" tanya Dewi mencari kepastian."Iya, Mba saya Airin istrinya Mas Bayu. Ada perlu apa yah dengan saya? Kalau Mba ada keperluan yang berhubungan dengan kerjaan Mas Bayu, terus terang saya kurang paham." "Tidak, Mba, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Mas Bayu. Tapi ini berhubungan dengan hubungan saya dengan Mas Bayu.""Hubungan yang bagaimana maksudnya, Mba Dewi?" ucap Bu Fatma penasaran. Sebenarnya apa yang ingin diungkapkan perempuan ini?"Ya hubungan antara laki-laki dan perempuan," ucap Dewi tegas. Kali ini dia berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan tujuannya datang kesini."Maksudnya?" tanya Airin penasaran."Saya hamil, Mba. Saya hamil anaknya Mas Bayu" ucap Dewi tanpa ragu-ragu."Apa?" ucap Airin dan Bu Fatma hampir bersamaan."Kamu jangan bicara sembarangan yah tentang anak saya. Mana mungkin anak saya menghamili perempuan yang bukan istrinya," ucap Bu Fatma lantang."Benar tante, saya tidak bohong. Saya sedang mengandung anaknya Mas Bayu," ucap Dewi bersungguh-sungguh."Kalau Tante tidak percaya dengan ucapan saya, tante bisa menanyakannya sendiri kepada Mas Bayu, anak Tante. Dia pasti tidak akan mengelak nya.""Hem. Percaya diri sekali kamu ini. Tidak mungkin anak saya yang Sholeh itu mau menghamili kamu. Jangan mengada-ada. Kamu bisa saya tuntut atas tuduhan pencemaran nama baik anakku.""Silahkan, Tante, saya tidak takut. Karena apa yang saya ungkapkan adalah kebenaran dan fakta.""Apa Mas Bayu tau kalau Mba Dewi sedang hamil?" tanya Airin tiba-tiba. Entah bagaimana, dia merasa kalau perempuan didepannya kini tidak sedang berbohong."Airin! Kamu jangan percaya begitu saja dong dengan ucapan perempuan gak jelas ini!" ucap Bu Fatma jengkel."Iya, Mba. Mas Bayu tau. Dia bahkan berjanji akan menikahi saya. Hanya saja dia belum berani untuk berbicara dengan keluarganya. Makanya saya nekat datang kesini, Mba." Seketika suasana menjadi hening. Bu Fatma memijat kepalanya yang sedikit pusing. Sedang Airin duduk termangu, larut dengan pikirannya sendiri.Saat ini yang paling terguncang adalah Airin. Meski dia harus menanyakan dulu kebenaran cerita perempuan ini kepada Bayu suaminya. Namun sebagai perempuan dia merasa jika perempuan ini tidak sedang main-main dengan ucapannya."Apa yang saya ingin sampaikan, sudah saya sampaikan. Maaf saya pamit." Merasa sudah melakukan apa yang menjadi tujuannya, Dewi segera beranjak keluar dari rumah besar itu.***Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments