Share

Bab 3. Selamanya

Penulis: Bara Islami
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-03 23:55:56

“Kalau begitu, kenapa kamu tadi setuju menikah denganku? Berarti, kau bodoh?” 

Arvan kini ikut mencondongkan wajahnya. Tak lupa, dia menaruh jarinya di dahi Aeri. “Dan, tolong berhentilah mengumpat!”

“Sayangnya, kenyataannya memang seperti itu. Aku tadi terlanjur berbuat bodoh. Tapi, aku tidak mau rugi.”

Aeri lantas menatap tajam Arvan. 

Semenjak tadi, dia sebenarnya ingin memukul pria di depannya itu. Dia tidak suka pada Arvan yang menganggap enteng sebuah pernikahan. Apalagi di situasinya, Aeri sama sekali tidak diuntungkan. 

Untuk ‘Aeri’ sebelumnya, Arvan mungkin menjanjikan uang. Tapi, Aeri asli sudah punya banyak uang. Dia juga tidak butuh title istri seorang anak konglomerat.

Hanya saja, karena sudah terlanjur menikah, maka pernikahan ini layak untuk dipertahankan. 

Bagi Aeri, pernikahan itu hanya satu kali!

Satu kali dia menikah.

Satu kali juga dia punya Mama Mertua Menyebalkan. 

******

Aeri kini berdiri di balkon sambil menghisap rokok meski masih memakai cadar. 

Perutnya sebenarnya sudah keroncongan karena perdebatannya dengan Arvan tadi—belum juga menemui titik terang. 

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar Arvan diketuk.

Dengan cepat, Aeri mematikan rokoknya dan melihat Arvan yang menuju pintu.

“Tuan, makan malam sudah siap. Ibu Anda juga sudah menunggu,” ucap Bibi pembantu sambil melirik ke arah pasangan pengantin baru itu.

Arvan pun mengangguk dan dengan cepat menyuruh Aeri segera berganti baju, sementara laki-laki itu pergi lebih dulu tanpa menunggunya.

Saat Aeri sampai di ruang makan, ternyata semua orang masih belum makan. Bahkan, mama mertuanya bahkan menatapnya dengan tatapan benci.

“Kenapa kamu baru datang? Kamu kira kamu adalah nyonya di rumah ini? Seharusnya, sebagai menantu kamu sadar diri, sudah tidak punya sopan santun, jalan juga lelet! Kalau kamu nggak mau makan, bilang! Biar orang lain tidak perlu menunggu lama.”

Aeri mengernyitkan dahinya bingung. Memang selama apa mama mertuanya itu menunggu dia datang?

Padahal, Aeri merasa dia tidak selama itu.

Ingin rasanya dia berkata kasar. 

Tidak ada angin apa dia tiba-tiba dimarahi tidak jelas begini.

Begitu Aeri melihat pada Arvan, ‘suaminya’ itu malah memalingkan wajah seakan mengabaikannya.

“Sialan,” umpat Aeri lirih yang masih bisa didengar oleh Alvin, adik Arvan.

Alvin–yang berada di dekatnya–sontak melirik pada kakak iparnya itu. 

Dia menyadari bahwa Aeri hampir memutar bola matanya malas, tapi tidak jadi.

“Kalau mau makan cepat duduk, ngapain masih berdiri lama di situ? Dasar perempuan tidak jelas! Menyesal aku membiarkan Arvan menikah denganmu.”

“Ma,” tegur suaminya, menyuruh istrinya itu untuk diam.

“Apa? Papa mau membelanya?!” 

Bukannya diam, Rullistya malah semakin kesal. 

Aeri yang menyadari itu berdecak kesal dan memutar bola matanya.

“Denger ocehan Mak Lampir gini, bikin nggak selera makan lama-lama.” 

Tanpa disadari, Aeri tidak menahan kata-katanya.

Semua orang di tempat itu menoleh ke arahnya. 

Brak!

Rulistya menggebrak meja lalu berteriak marah. “Apa kamu bilang tadi, coba ulangi?!” 

Aeri lantas tersenyum–tidak mau memperpanjang masalah ini.

“Maaf, tapi gak ada siaran ulang. Kalau ucapanku gak jelas, berarti kuping Anda yang bermasalah.”

Arvan diam-diam menepuk dahinya melihat kelakuan Aeri yang berani bersikap kasar di hadapan Mamanya.

Sementara ayah Arvan hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkah menantunya itu. 

Hanya Alvin yang merasa terhibur dengan apa yang kakak iparnya lakukan. 

Apalagi, saat Kakak iparnya pergi meninggalkan Mamanya yang semakin marah-marah dibuatnya.

“Arvan! Lihat kelakuan istrimu itu! Berani-beraninya dia begitu ke mama? Dasar perempuan kasar!”

*******

Mengingat kembali kejadian tadi, membuat Aeri merasa lega. Setidaknya, dia sudah membalas Ibu Mertuanya itu.

“Tidak bisakah kamu sedikit menghormati mama, Ri?”

Tanpa menoleh, Aeri sudah tahu siapa yang datang.

“Tidak bisa.” 

Kembali, Aeri menghisap rokoknya dan membuat udara di balkon dipenuhi asap rokok.

“Hah….” Arvan menghela napas, “Padahal, dulu kamu tidak sekasar ini. Kamu juga angat baik pada orang tua.”

“Lah, mamamu aja nggak baik gitu, ngapain aku baik padanya.” Aeri berbalik, “apalagi anaknya juga sama seperti mamanya.”

“Jadi kamu tidak suka padaku?”

“Menurutmu?” tanya Aeri balik.

“Lalu kenapa kamu mau aku ajak menikah hari ini?”

“Oh, iya! Kita baru nikah tadi, kan? Kenapa rasanya seperti bertahun-tahun aku menikah? Apa gara-gara punya mertua, umurku rasanya jadi bertambah?” ucap Aeri mengalihkan pembicaraan.

Mendengar itu, Arvan menatap “istrinya” dalam. “Ri … please! Tolong serius.”

“Terserah.” Aeri lalu mematikan bara api rokoknya ke baju Arvan dan meninggalkan laki-laki itu di balkon.

Saat pergi, dia tidak menyadari ada seseorang yang semenjak tadi mendengar percakapannya dan Arvan. 

Orang itu tersenyum, sebelum menemui Arvan di balkon.

********

“Istrimu benar-benar perempuan yang menarik.”

Suara dari belakang membuat Arvan memutar bola mata malas. “Sialan! Apanya yang menarik dari perempuan tidak tahu diri itu?”

Bugh!

Sebuah pukulan mendarat di pipi Arvan.

“Apa seperti itu bicaramu pada Papa Arvan?”

Melihat papanya, Arvan seketika sadar apa yang sudah dia katakan.

“Pa, maafkan Arvan. Aku tidak bermaksud bicara seperti tadi pada papa.”

Senopati, papa Arvan, lantas memegang pundak Arvan dan menatap putranya itu tajam.

Arvan terkejut. Awalnya, ia akan menolak untuk bicara dengan menggunakan alasan akan bekerja esok hari.

Tapi, Senopati semakin kencang mencengkram pundaknya. “Sepertinya, banyak hal yang harus kita bicarakan, terutama mengenai identitas Aeri.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mempelai Tanpa Kontrak   (Revisi)

    "Ck," decakan kesal Arvan di tengah meeting sukses membuat suasana rapat menjadi hening.Keringat dingin membasahi dahi seorang anak buahnya yang tadi presentasi di hadapan semua orang di sana. Entah apa yang salah dari presentasinya hingga membuat bosnya itu berdecak. Tidak hanya anak buahnya yang presentasi saja, namun seluruh anak buahnya di ruangan itu juga merasa ketakutan. Setelah kemarin timnya melakukan kesalahan yang membuat proyek besar yang dia tangani hampir gagal. Arvan yang harus turun tangan untuk menangani masalah itu menjadi sensitif.Sedikit saja kesalahan yang anak buahnya lakukan bisa membuatnya marah besar dan bahkan sampai memecat anak buahnya tersebut.Karena itu, para anak buahnya bersikap hati-hati untuk tidak membuat bos mereka marah.Anak buah yang presentasi menelan ludah sebelum memberanikan diri untuk bertanya. "M-mohon maaf pak Arvan, apakah ada yang salah dari presentasi saya?" Jari-jari tangan si anak buah gemetaran, teman-temannya yang sesama anak bu

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 40. Fotografer Wedding

    Menjadi fotografer wedding selalu membuat Aeri excited. Kepuasan mengabadikan momen bahagia pengantin yang baru menikah adalah hal yang membuatnya merasa bahagia."Bapak, boleh sedikit geseran ke kiri, nah iya, tahan ya, satu, dua, ...." Bersamaan dengan hitungan ketiga, muncul cahaya dan suara shutter dari kamera.cekrek!Aeri mengatur posisi para keluarga dalam sesi foto bersama keluarga kedua mempelai.Selesai sesi foto keluarga besar, kini giliran dia memfoto para tamu undangan yang ingin berfoto dengan pengantin. Kadang saat sesi foto begini, ada saja hal menyebalkan yang dia alami.Seperti saat akan memfoto, tiba-tiba saja ada seorang tamu undangan yang lewat di depannya, alhasil hasil fotonya menjadi jelek. Tidak lagi dengan para fotografer dadakan yang kadang mengganggunya waktu mengabadikan momen bahagia pengantin."Eh, kamu minggiran sana, aku mau ngambil foto cucuku."Seorang ibu-ibu dengan kasar menggesernya untuk mengambil foto cucunya bersama mempelai pengantin.'lah, di

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 39. Hilang?

    Pada akhirnya Arvan dapat juga berbaring di tempat tidur. Dia melihat jam di ponselnya. Jam menunjukkan sudah pukul 4 lewat, entah sudah berapa jam dia dimarahi oleh papanya. Mungkin jika bukan karena Kyran, Arvan butuh berjam-jam lagi untuk bisa berbaring diatas tempat tidur. "Aku harus berterimakasih padanya nanti." Ucapnya sebelum dia jatuh tertidur. Rasanya tidak lama saat Arvan memejamkan mata dia kembali dibangunkan oleh suara berisik lagu yang diputar dengan keras. Arvan awalnya menutup kepalanya dengan bantal, namun karena lagu itu tidak kunjung berhenti, dia yang tidak tahanpun melempar bantal itu ke asal suara. "Berisik, nggak lihat orang lagi tidur." Arvan bangkit duduk di atas tempat tidur, dia menatap tajam seseorang di depannya. "Lagian, siapa suruh kakak tidur di kamarku," Alvin, orang yang ditatap tajam melempar balik bantal yang mengenainya pada Arvan, "AC dikamar kakak kan sudah diperbaiki, kenapa tidak balik ke kamar kakak sendiri, kenapa masih tinggal di kam

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 38. Menjemput Aeri pulang

    "Mama!" Senopati menekan nada suaranya untuk tidak membentak istrinya."Lagian kenapa sih Papa masih membelanya? Dia itu istri yang buruk, lihat!" Rullistya menunjuk pada Frisya yang tadi menyusulnya ke arah Arvan dan kini dia memegangi lengan Arvan yang terlihat akan jatuh kapan saja. "Beratus-ratus kali Frisya lebih baik dari perempuan itu, seharusnya papa mendukung putra kita menikah dengannya bukan dengan perempuan tidak jelas itu."Senopati hanya bisa menghela napas panjang, kepada putranya dia bisa saja tegas, tapi tidak demikian jika dengan istrinya."Tapi, yang kini menjadi istrinya Arvan itu Aeri, Ma," ingatkan Senopati, "dan Aeri adalah istri yang Arvan pilih.""Lalu, memang kenapa kalau Aeri istri Arvan, tidak menutup kemungkinan mereka akan cerai nantinya.""Jangan bicara seperti itu, Ma. Mama mau pernikahan putra kita gagal?""Tentu, malah mama berdoa secepatnya Arvan berpisah dari perempuan itu."'Amin.' Spontan Arvan mengaminkan ucapan mamanya. Dia memang ingin secepat

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 37. Progres renovasi rumah

    "Kenapa kamu tidak bilang pada papa kalau mama memintamu dan Aeri pulang?" Tanya papa setelah dari tadi menceramahi Arvan gara-gara Aeri yang tiba-tiba keluar rumah.Padahal waktu Senopati datang, jelas-jelas dia melihat Aeri menghajar Arvan, tapi masih saja Arvan yang dia salahkan karena melihat Aeri yang hampir mau menangis dan pergi begitu saja waktu dia tanya ada apa."Lalu ini, kamu. Bisa-bisanya kamu tenang-tenang saja padahal istrimu entah ada di mana sekarang."Sudut bibi Arvan sobek, dan lebam di pipinya membiru. Tidak ada yang merawat lukanya, tidak seperti Frisya yang karena luka ditangannya sampai dibawa ke rumah sakit oleh mamanya.'Apa mereka tidak menganggap aku anak apa? Satunya mengurus Frisya, satunya lagi Aeri,' gerutu Arvan dalam hati.Dia semakin menekan kompres es batu pada luka di bibirnya, mengalihkan rasa kesalnya pada rasa sakit yang malah membuatnya merintih."Aku kira papa tahu soal mama yang membawa Aeri pulang, lagian juga aku dan Aeri di sini sampai reno

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 36. Curhat

    Aeri yang biasanya tenang, hari ini memuntahkan segala uneg-unegnya, keluh kesahnya terlalu banyak hingga butuh waktu lama untuk dia berhenti mengeluh panjang lebar.Entah sudah berapa kali Arika menahan untuk tidak menguap di hadapan Aeri, dia juga sampai malas mengecek jam, waktu mendengarkan Aeri. Dia menopang kepalanya dengan lengan yang dia sandarkan ke sandaran sofa, dia duduk sembari menghadap Aeri yang ada di sampingnya.Di posisinya itu, godaan untuk tidur begitu besar. Hampir saja dia tertidur, tapi untungnya Aeri menyudahi keluh kesahnya."Rasanya aku menyesal menikah dengan si ba*sat itu, akan lebih baik kalau aku menikah denganmu, Ka." Aeri menoleh pada Arika di sampingnya yang mendadak kantuknya hilang mendengar ucapannya."Kamu bercanda, kan?""Aku tidak bercanda," mata Aeri penuh dengan keyakinan yang membuat bulu kuduk Arika merinding, "akan lebih baik kalau aku menikah dengan ...,""Oke, shut up," Arika menutup mulut Aeri.Aeri yang dia kenal memang orang aneh, salah

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 35. Trigger

    Keras kepala, itulah hal baru yang Arvan ketahui dari Aeri. Arvan memegang dahinya, pusing. Tidak tahu lagi bagaimana menghadapi Aeri."Kamu ini ya," saat Rullistya akan menampar Aeri, Frisya segera menahannya."Tante, sudah jangan main tangan dengan Aeri." Frisya memegang erat tangan Rullistya."Ma, sebaiknya mama keluar dulu dari sini, tenangin dulu diri Mama.""Kenapa mama yang harus pergi, yang seharusnya pergi itu dia, wanita kurang ajar itu, ini rumah mama!" tidak terima dengan perkataan Arvan, Rullistya kini malah memarahinya.Arvan menghela napasnya lelah, dia lalu menatap Aeri. Dia sebenarnya malas berurusan dengan istrinya itu, bahkan sekedar bicara saja rasanya berat."Aeri ...,""Ya, ya, aku tahu, kamu pasti mau mengusirku kan?" Aeri memotong perkataan Arvan."Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu.""Kamarku?" ulangnya setelah mendengar ucapan Arvan, entah bagaimana kekesalannya pada laki-laki itu meningkat.Dia tahu Arvan akan menyuruhnya pergi, tapi dia tidak menyangka aka

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 34. Tidak salah

    "Meskipun sisa, makanan itu masih layak untuk dimakan, lagian yang makan makanan itu tidak hanya kamu saja, Aeri, tapi semua orang di rumah ini, bahkan Arvan, dia juga memakan makanan itu, benarkan Arvan?" Frisya bertanya pada Arvan untuk menyakinkan kata-katanya.Dan karena memang Arvan memakan makanan itu, jadi dia pun mengiyakan perkataan Frisya."Apa yang Frisya katakan benar Aeri, dan sejak kapan kamu jadi pilih-pilih makanan begini, lagian itu hanya makanan sisa semalam bukan makanan basi."Disudutkan oleh dua orang di hadapannya membuat Aeri tidak bisa tidak memutar bola matanya."Lalu, kalau semua orang makan makanan itu, apa aku harus memakannya juga, enggak kan?" Aeri mengangkat bahunya sebelum dia memunggungi Arvan untuk membantu Frisya membasuh tangannya di wastafel.Tapi Frisya menolak bantuannya, dia menepis tangan Aeri dan berjalan mendekati Arvan yang dengan sigap menahannya yang hampir terjatuh."Aeri yang kukenal tidak akan buang-buang makanan.""Sya, tanganmu perlu

  • Mempelai Tanpa Kontrak   Bab 33. Kita tidak ribut??

    Saat Aeri akan membawa nampan makanan ke dapur, dia melihat Arvan yang mendekatkan wajahnya pada Frisya, seperti orang yang akan berciuman.Spontan Aeri menyiram Arvan dengan sup yang dia bawa."Ck, ini siapa yang ...." Saat Arvan menoleh, dia melihat Aeri yang tersenyum cerah padanya, "Aeri. Apa maksudnya kamu menyiramku?" Arvan yang tadi akan marah, menekan nada suaranya untuk tidak berteriak di depan Aeri."Lama nggak ketemu ya Van, sepertinya kamu lupa kalau istrimu sedang sakit.""Apa-apaan kamu ini, kenapa kamu menyiramku?" Kembali Arvan bertanya mengacuhkan perkataan Aeri.Aeri memutar bola matanya, dia lalu menendang lutut Arvan."Auww!" Ringis Arvan memegang lututnya."Entahlah, pengen aja aku nyiram kamu, lagian bukannya negrawat istri yang sakit, ini malah enak-enakan berduaan dengan perempuan lain.""Ck, siapa juga yang berduaan.""Lalu ..." Aeri melihat antara Frisya dan Arvan.Sebelum Arvan bicara, Frisya lebih dulu berkata."Kamu salah paham Ri, aku dan Arvan bukannya b

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status