Share

Menantu Penguasa
Menantu Penguasa
Penulis: Rose Dreamers

Chapter 1

Penulis: Rose Dreamers
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-08 16:55:46

Pukul 21.00 di Ibu Kota.

Seorang wanita berhijab menepikan mobilnya di depan sebuah kafe buku. Beberapa karyawan yang terlihat sedang beres-beres untuk menutup kafe, langsung menyapa memberi salam hormat ketika melihat wanita itu. Karena sang wanita masuk ke dalam ruang kerja khusus, bisa diperkirakan kalau wanita tersebut adalah pemilik kafe.

Tanpa disuruh, salah satu dari para pelayan langsung membuatkan secangkir cokelat hangat kesukaan sang majikan. Kemudian, pelayan itu menghampiri ke ruang kerja wanita tersebut selagi yang lain berpamitan untuk pulang.

Tak lama, terdengar suara ketukan dari pintu ruang kerja. “Boleh aku masuk?” tanya seorang pria dengan suara rendahnya.

Tazkia Annisa—wanita pemilik kafe itu—langsung mengangkat pandangan ke arah pintu ruang kerjanya, menatap bayangan pria yang terkesan familier. Tahu siapa tamu tak diundangnya, Annisa menjatuhkan pandangan kembali ke meja dan bersenandung singkat, “Hm.”

Pintu ruang kerja Annisa pun terbuka, menampakkan sosok pria tampan bertubuh tinggi dengan karisma yang begitu menawan. Dia berjalan menghampiri meja kerja Annisa dan meletakkan cangkir di hadapan wanita itu.

"Kamu buatkan ini untukku?” tanya Annisa, merasa senang dengan perhatian yang diberikan. “Terima kasih," ucapnya lagi sambil tersenyum tipis dan mengangkat cangkir berisi cokelat hangat kesukaannya.

Meskipun Annisa nampak tersenyum, tetapi raut wajahnya terlihat muram, tak seperti biasanya.

Zidane membalas senyuman manis wanita itu, tetapi dia masih bergeming di depan meja kerja Annisa.

"Ada apa? Apa ada sesuatu hal yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Annisa acuh tak acuh.

"Tidak ada," sahut Zidane singkat.

Nampak jelas terlihat segurat kerutan terukir di kening Annisa, bingung dengan kelakuan Zidane.

"Lalu?"

Zidane menarik kursi yang ada di depan meja Annisa, lalu dia duduk di sana tanpa merasa sungkan.

"Kenapa kamu ke sini di jam pulang kerja?" tanya Zidane.

"Memangnya kenapa? Apa kamu lupa kalau aku pemilik kafe ini? Aku bebas mau datang kapan saja sesukaku," sahut Annisa ketus dan angkuh. Bola matanya berputar, menunjukkan kalau dia merasa pertanyaan Zidane cukup bodoh.

Zidane tidak tersinggung dengan sikap angkuh Annisa, dia malah tertawa kecil.

Annisa bukan hanya pemilik kafe tersebut, tetapi dia juga anak dari seorang pengusaha ternama di Ibu Kota. Oleh karena itu, sikap angkuh Annisa adalah suatu hal yang normal. Beruntung dia hanya sedikit angkuh dan bukan menyebalkan.

"Hei, kenapa kamu tertawa? Apa aku baru saja melucu?" Annisa mencebik kesal.

"Aku tahu kamu pemilik kafe ini. Tapi sekarang semua orang sudah pulang, dan aku pun juga akan pulang setelah ini. Apa kamu akan tinggal di sini sendiri? Kamu tidak takut?" ucap Zidane, menjelaskan maksud pertanyaannya tadi yang mungkin kurang jelas sehingga membuat Annisa salah paham.

Annisa diam dan menghela napas panjang. Dia meraih gagang cangkir dan menyesap minumannya perlahan.

Hari ini terasa melelahkan baginya. Perdebatan bersama dengan orang tuanya tadi saat makan malam membuat Annisa merasa muak, terlebih saat ibu tirinya sudah berani menampar wajahnya di hadapan banyak orang. Annisa menjadi semakin sangat kesal sehingga enggan untuk pulang ke rumah sekarang.

Perdebatan apa? Perdebatan mengenai sebuah perjodohan.

Orang tua Annisa bermaksud menjodohkannya dengan seorang pria … seorang pria yang pernah mengkhianatinya di masa lalu. Dengan permintaan konyol seperti itu, tentu saja gadis berhijab itu akan menolak!

Melihat Annisa terdiam, Zidane tak berniat membuka suara, terlebih karena dia tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu majikannya itu sedang memiliki masalah, kentara dari raut wajah Annisa. Namun, dia tidak mengerti permasalahan seperti apa lebih tepatnya yang sedang di hadapi majikannya itu.

Akhirnya, Zidane pun berdiri dari kursi dan berkata, "Baiklah kalau kamu masih ingin di sini. Nikmatilah kesendirianmu, Nona. Aku mau pulang sekarang, jam kerjaku sudah selesai.” Pria itu berjalan ke arah pintu. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia tidak lupa berujar, "Jangan pulang terlalu malam. Aku khawatir kejadian sebulan yang lalu terulang lagi."

Sebelum Zidane menghilang ke balik pintu, sebuah pertanyaan yang mampu membuat pria itu membeku terlontar dari bibir sang bos, "Zidane ... apa kamu sudah memiliki kekasih?"

Pria itu berbalik. Kedua alis tebalnya saling berpaut hingga memperlihatkan kerutan di keningnya. Dia terdiam, mencoba mencerna maksud perkataan Annisa.

"Kamu sudah memiliki kekasih atau terikat hubungan dengan seseorang?" tanya Annisa lagi.

Gadis berhijab itu menghela napas panjang. Terdengar seperti sedang frustrasi.

Dia beranjak dari kursi dan berdiri bersandar di meja kerjanya. Sorot matanya yang sulit diartikan itu menatap dalam mata Zidane yang masih terdiam.

"Belum,” jawab Zidane dengan sedikit ragu. “Kenapa?”

Annisa tersenyum, entah apa arti dari senyum yang terukir di bibir gadis cantik itu. Yang pasti, tiba-tiba saja Zidane merasa canggung.

"Kalau begitu, maukah kamu menikah denganku?"

***

Hai semuanya, terima kasih sudah membaca Menantu Penguasa. Semoga kalian suka, ya. Tolong mampir juga ke novel Rose yang baru berjudul Topeng Si Suami Idaman. Selamat membaca

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Rohani Syg Keluargany
ceritanya sangat menarik lanjut
goodnovel comment avatar
edy susanto
wew, prolog narasi islami seorang muslimah tapi terlalu jantan... memang muslimah boleh tembak/ lamaran duluan, ini menariknya. wkwkwk. lanjutkan.
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Nyimak kk..next
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menantu Penguasa   Chapter 232

    “Kamu pasti bohong, kan?” Zidane berusaha untuk tidak percaya dengan kebenaran itu. Namun, binar mata Rizky yang tidak berkedip sedikit pun itu menghancurkan pengharapannya. “Saya punya buktinya, Pak. Orang suruhan Pak Alfian telah mengaku kepada kita. Bahkan saya sudah memberikan sejumlah uang yang nominalnya lebih besar dari yang ia terima agar pria itu mau membuka mulutnya,” jelas Rizky sambil mengutak atik layar IPADnya kemudian memberikannya kepada Zidane untuk dilihat pria itu. Zidane menggebrak meja lagi. Darahnya berdesir. Dadanya terasa sakit seperti ada pisau yang menusuk di sana. “Apa motifnya?” tanya Zidane lagi. Tangan lebarnya meraup wajah kasarnya. Rambut tipis telah tumbuh di dagu dan kumisnya akibat ia belum punya waktu untuk mencukur. “Perusahaan Alfian ingin menekan perusahaan ini agar anjlok dan tunduk di bawah kekuasaan mereka. rencana mereka ingin membeli separuh saham milik kita. Maka dari itu mereka sengaja menciptakan rumor palsu tentang perusahaan ini.” Z

  • Menantu Penguasa   Chapter 231

    Setelah mengetahui kebenaran kalau selama ini Annisalah yang membantu perusahaan ayahnya ketika hampir bangkut membuat Zidane semakin bersemangat untuk bekerja dan tidak boleh berleha-leha lagi. Zidane sangat berterimakasih kepada istrinya itu yang masih mau membantu perusahaan milik mertuanya meski Annisa belum mendapatkan restu sama sekali dari mereka. Cara satu-satunya yang bisa Zidane lakukan untuk membalas semua kebaikan istrinya meskipun tidak bisa semua kebaikan istrinya yang bisa ia balas adalah dengan memastikan pekerjaan di kantor bisa beres semua tanpa ada kesalahan sedikit pun. Zidane tidak boleh membebani Annisa lagi, istrinya itu belum cukup pulih benar. Selama kehamilan ini, keadaan Annisa selalu dipantau oleh dokter spesialis kandungannya. Dokter juga menyarankan Zidane untuk bisa menjadi suami siaga. Maka dari itu, sebisa mungkin ia tidak akan membawa pekerjaan ke rumah karena selama di rumah fokusnya harus penuh ke istrinya itu. Tumpukan berkas di meja Zidane dari

  • Menantu Penguasa   Chapter 230

    Zidane masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Ternyata isi amplop cokelat besar itu adalah dokumen penting yang tertera bahwa Annisa telah mengalirkan dana miliaran rupiah ke perusahaan Alfian. Zidane baru menyadari bahwa orang yang telah membeli saham perusahaan Alfian ketika perusahaan itu hampir bangkrut adalah Annisa."Bagaimana bisa aku nggak tahu Kia melakukan ini di belakangku?" gumam Zidane seraya mengembus napas lirih. Ia agak sedikit marah karena waktu itu ia sudah melarang Annisa melakukan itu sebab tak mau dianggap sebagai suami yang memanfaatkan kekayaan sang istri. Kedua mata Zidane masih fokus membaca isi dokumen secara runut. Dari mulai lembaran pertama hingga ke lembaran selanjutnya. Saking fokusnya ia tak menyadari jika sudah menghabiskan waktu hampir lima belas menit. "Astaga! Aku ke kamar 'kan niatnya mau cari obatnya Kia." Zidane menepuk keningnya pelan. Ia pun kembali memasukkan lembaran-lembaran itu ke amplop dan menaruhnya di tempat semula. Ama

  • Menantu Penguasa   Chapter 229

    Zidane sejenak tertegun sambil memandang ke arah jendela ruang kantornya. Waktu sudah hampir petang sebab eksistensi matahari sebentar lagi akan digantikan oleh bulan. Sesekali ia mengembus napas kasar sebab memikirkan masalah yang tengah melanda perusahaannya. Suasana di ruangan kantor itu juga terasa sangat gelap dan sunyi, hanya terdengar denting jam dinding. Zidane sengaja tak menghidupkan lampu karena ia lebih senang berpikir dalam keadaan minim cahaya. Menurutnya itu bisa lebih membuat pikirannya rileks. Seperti yang diperintahkan oleh Zidane tadi, Rizky sudah menyuruh admin publishing untuk mengunggah sertifikat uji kelayakan produk milik perusahaan. Setelah sertifikat itu di-upload banyak pihak yang berkomentar dan komen negatif mulai sedikit terkikis. Untung saja mereka bertindak cepat, kalau tidak perusahaan akan mengalami kerugian lebih besar. "Saya juga sudah menangani beberapa artikel buruk mengenai produk kita, Pak. Semuanya akan dihapus secara bertahap," terang Rizky

  • Menantu Penguasa   Chapter 228

    “Annisa!!!” Zidane berteriak seperti orang kesetanan begitu sampai di rumah. Pria itu mencari istrinya ke setiap sudut rumah dengan perasaan campur aduk. Begitu melihat Annisa di dapur, ia langsung berlari dan memeluknya. “Kamu kenapa tumben pulang cepat?” tanya Annisa bingung begitu ia memisahkan diri dari pelukan Zidane. “Tangan kamu kenapa ini?” Zidane manatap tangan Annisa dengan penuh kekhawatiran begitu melihat tangan kanan Annisa yang penuh dengan luka gores. “Oh ini, tadi nggak sengaja kena duri mawar.” Tatapan Zidane kini beralih ke arah Vivi. “Mama nyuruh Annisa untuk melakukan ini semua kan? Iya kan? Jawab pertanyaan aku.” Vivi langsung memasang tampang masam. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. “Istrimu yang ngadu ya? Mama cuma mau membantu Annisa semua nggak malas-malasan saja di kamar. Ternyata istri kamu ini adalah wanita yang lemah. Baru segini saja sudah mengeluh,” sindir Vivi. “Mama!!! Sudah berapa kali Zidane bilang kalau Annisa ini tidak boleh terlalu cap

  • Menantu Penguasa   Chapter 227

    Annisa terpaksa bangun dari istirahat siangnya begitu mendengar suara pintu kamar yang diketuk. Sejak tadi pagi tubuhnya letih sekali sehingga memutuskan untuk tidur setelah mengantarkan Zidane berangkat bekerja. Sudah beberapa hari Annisa dan Zidane memutuskan untuk tinggal di rumah Vivi dan Alfian demi mengupayakan agar Vivi bisa sembuh lebih cepat. Meskipun kurang nyaman, tapi Annisa mencoba untuk bertahan sekuat mungkin di rumah besar dan megah ini. Andaikan hubungan Annisa dengan Mama mertuanya tidak seburuk ini, mungkin ia akan betah untuk tinggal. Selama berada di sini, Annisa merasa waktu berjalan sangat lambat dibandingkan dengan waktu yang ia habiskan di rumahnya sendiri. Pun dengan Zidane yang akhir-akhir ini sering pulang terlambat dari kantor menambah kurangnya semangat Annisa dalam menjalani harinya. Annisa bisa saja meminta Zidane untuk kembali saja ke rumah mereka, tapi itu akan menambah buruk hubungannya dengan Vivi. Ditambah lagi Annisa tidak ingin mertuannya jatu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status