Beranda / Romansa / Menantu Sultan / Permintaan Tak Masuk Akal

Share

Permintaan Tak Masuk Akal

Penulis: Nuniek KR
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-06 19:23:18

POV Raka

Betul sekali dugaanku, selera berpakaian Citra memang sangat kampungan. Ia memilih memakai celana jeans dan kemeja tartan untuk pergi makan malam dengan keluarga dan Claudia. Memangnya mau pergi ke mall?

Tak salah jika aku sudah menyiapkan berbagai setelan pakaian untuk stoknya selama menjadi istriku di sini, dari mulai pakaian dalam sampai baju tidur, pakaian formal dan sepatu serta aksesoris semuanya sudah aku bantu siapkan.

Kasihan juga jika ia tidak kusiapkan barang-barang ini, ia pasti lebih bingung lagi untuk berpakaian, menyesuaikan diri dengan kehidupan dia yang baru.

Memang sih bisa beli langsung saat ia butuh, tapi masalahnya aku khawatir seleranya tidak sesuai denganku. Jangan sampai dia kalap seperti OKB kebanyakan, selera kampungannya tetap dibawa walau sudah jadi orang kaya.

Itu akan sangat memalukan.

Tapi syukurlah, ia tidak ngeyel dan menurut dengan apa yang kukatakan. Ia juga cukup pandai mengenakan riasan, membuat wajahnya lebih segar dan kuakui, dia manis juga.

“Kenapa bengong?” tanyaku iseng, melihat Citra yang terpana di depan paviliun.

Sekitar dua menit ia terdiam melihat lampu kristal yang menggantung di sana, ekspresinya lucu sekali.

“A-ah, enggak...” ia segera menunduk dan tak jujur. Mungkin malu.

Kuajak dia untuk masuk dan bertemu dengan ayah, lelaki yang kusayangi namun sekaligus kubenci juga. Wanita yang ia nikahi belum nampak, namanya Claudia dan ia hanya lebih tua 5 tahun usianya denganku alias wanita yang terlalu muda untuk dinikahi oleh ayah.

Itulah kenapa aku lebih suka memanggilnya dengan nama, ketimbang embel-embel ibu, mami, atau apalah. Mamaku cuma ada satu. Mama Laksmi.

Tapi apa peduliku. Baik ayah ataupun mama sama saja, mereka juga tidak peduli padaku.

“Raka, habis makan malam ikut sama ayah. Ada yang mau ayah omongin di ruang kerja.”

“Mau ngomongin apa sih? Di sini aja.” Tolakku ketus, Citra terlihat kaget saat aku bicara dengan ayah dengan nada seperti itu.

Dia tak tahu saja jika memang begini caraku bicara dengan ayah, entahlah...aku tak bisa bicara dengan lebih lunak dan santai. Tiap kali aku bicara dengannya, bawaannya selalu ketus.

Salahnya sendiri, gara-gara dia yang memang selalu saja melantur bicara kemana-mana. Awalnya mungkin bisa mengobrol biasa, tapi semakin lama selalu ada saja celah untuk menjelekkan mamaku. Seperti tadi, saat makan malam tiba-tiba saja membicarakan mama.

Seolah hanya mama yang salah, memangnya dia sendiri tak punya salah?

Dia tak ingat bagaimana kelakuannya saat muda, sebelum berpisah dengan mama Laksmi. Kelakuannya macam pemuda 18 tahun yang tak punya tanggungan hidup apa-apa. Banyak uang, wajah tampan, tak ada yang melarang untuk melakukan apapun.

Senin sampai Jumat dia bekerja seperti tak ada hari esok, hari Sabtu dan Minggu bersenang-senang seakan esok akan kiamat dan tak ada waktu lagi untuk berhura-hura.

Sampai lupa anak dan istri.

“Enggak enak dong sama mami kamu kalo di sini, nanti saja lah. Ayah tunggu di ruang kerja. Citra, kamu santai aja dulu di ruang keluarga ya, nonton TV atau baca buku, ngemil, mau apapun bebas. Anggap aja rumah sendiri.”

Kulihat Citra mengangguk dengan canggung, ia menoleh ke arahku tapi aku segera memalingkan muka. Ia pasti mau minta pulang, tapi memangnya dia tak dengar apa kata ayahku? Aku masih harus bicara dengannya.

Mau tak mau harus berdiri untuk menemui ayah, firasatku tak baik. Sepertinya ia akan membuatku emosi lagi malam ini.

“Raka, kamu mau promil sama dokter kandungan yang sama kayak mami kamu gak?”

“Maksudnya?”

“Ya biar nanti ayah bikinkan janji supaya bisa konsultasi, kalo bisa anak lelaki lah. Sekarang teknologi udah canggih, kita bisa promil anak lelaki atau perempuan, kembar atau triplet, bebas.”

“Emangnya siapa yang mau punya anak?”

“Lhoo, masa menikah enggak mau punya anak sih. Harus punya anak dong buat penerus darah kita!”

Aku duduk di kursi kerja ayah, sementara lelaki itu berdiri di dekat jendela sambil berpangku tangan.

“Harus anak lelaki, Raka. Soalnya keluarga Jagadita itu enggak punya anak lelaki.”

“Lho apa urusannya sama aku?” tanyaku aneh.

Jagadita adalah nama belakang ayah tiriku, suami mama Laksmi. Ia memang tidak memiliki anak lelaki, sebab kedua anaknya adalah perempuan.

“Yaa ada dong. Kalo kamu punya anak lelaki, dia bakal angkat kamu jadi anak dia, pake nama belakang dia, nanti disahkan ke pengadilan.”

“Maksudnya?”

“Gimana sih kamu, masih muda tapi kok lemot begitu. Kamu harus punya anak lelaki, supaya warisan si Jarot Jagadita itu jadi sebagian besar milik kamu, bukan anak-anaknya yang perempuan itu!”

Aku benci dengan cara bicara ayah, yang seakan-akan begitu akrab denganku. Ia bicara dengan bahasa yang santai, seolah hubungan kami normal layaknya ayah dan anak kebanyakan.

Padahal tidak.

Kami tidak akrab, dan aku tidak merasa dia benar-benar ayah kandungku.

Lihat saja, dia dengan entengnya bilang bahwa aku harus meneruskan nama Jagadita, alih-alih Nataprawira!

“Kenapa harus meneruskan nama orang sih yah? Kan jelas-jelas aku anak ayah, cuma satu-satunya pula. Memangnya ayah enggak keberatan kalo nama keluarga ayah putus di sini aja?” serangku gerah, menahan marah.

Ayah membalikkan tubuhnya menatap keluar jendela, bulan mulai muncul dan membuat suasana temaram dengan syahdu. Lelaki itu terdiam beberapa saat, hela napasnya meninggalkan jejak embun di jendela kamar yang diterangi lampu taman.

“Ayah sudah punya penerus, kakak kamu. Lagipula mami kamu juga lagi usaha, nanti ada lagi adik kamu laki-laki, bisa jadi penerus juga...”

“Tunggu, apa maksudnya? Kakak? Aku punya kakak?!”

Ayah menoleh padaku sekilas,  lalu kembali menatap bulan yang masih separuh bentuknya.

“Iya, kakak. Sebelum nikah sama mama Laksmi, kan ayah sudah nikah dulu sama yang lain dan punya anak. Nah, itulah kakak kamu. Cuma yaa...ayah masih belum bisa publish dia. Kondisinya masih kurang memungkinkan.”

Apa katanya?

Sebelum menikah dengan mama Laksmi, dia sudah memiliki anak dari perempuan lain? Selama menikah dengan mamaku, ia tetap menikah dengan wanita itu?

Bukan cuma seorang lelaki yang gila kerja dan gila hura-hura, tapi juga seorang lelaki yang gila wanita? Yaa yaa aku tahu, banyak gosip miring tentang ayahku dan kebiasaannya bermain perempuan. Namun aku berusaha menutup telinga, kuanggap itu hanya gosip belaka. 

Lalu dengan mudahnya ia bilang bahwa aku tak perlu meneruskan darahnya sebagai seorang Nataprawira?

Darahku mendidih, marah.

Aku merasa seperti tak diinginkan, dan ditipu.

“Heh, kemana?”

Aku tidak menjawab, kubanting pintu ruang kerja dan bergegas meninggalkan area tersebut. Aku benar-benar tidak menyukai rumah ini, rasanya tak pernah hatiku baik-baik saja setelah bertemu dengan ayah dan bicara berdua.

Kusambar tangan Citra yang sedang duduk canggung di ruang keluarga.

“Ke-kenapa?”

“Diamlah, aku sedang marah.” Sahutku ketus.

Makan malam berakhir kacau, seperti yang sudah kuduga sebelumnya.

**********

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Sultan   Akhir Bahagia untuk Semuanya

    Selama berada di depan Raka, Citra tidak menangis sama sekali, sebab semua tangisnya sudah habis. Malah Raka yang menangis, ia terlihat sangat menyesali semua yang ia rasakan saat ini. “Maafkan aku Citra, maafkan aku. Aku bahkan tak pantas untuk menggendong anak kita.. karena semua kelakuanku di masa lalu.” Citra tak menanggapi hal itu, biarkan saja Raka dengan penyesalannya sendiri. Ini salah satu cara untuk mengikhlaskan semuanya. Lagipula mau minta pertanggungjawaban dalam bentuk apa? Raka saja nyaris tak bisa menghidupi dirinya sendiri. Tak mau berlama-lama, Citra mengajak Angga pergi. Raka yang masih bercucuran air mata meminta untuk menggendong Hana sebentar. “SIlahkan,” sahut Citra. Walau sangsi, ia tetap memberikan Hana untuk digendong. Selama beberapa saat Hana dalam gendongan ayahnya sendiri, ia sangat anteng dan cuma mengoceh kecil sementara Raka makin banjir dalam air mata penyesalan. Tak berselang lama, Maureen datang sambil kesusahan menggunakan kursi rodanya. “Rak

  • Menantu Sultan   Kembali Pulang

    Walaupun baru beberapa bulan saja Citra tinggal bersama bu Susi dan Anwar, tetapi perpisahan yang terjadi antara mereka cukup menyedihkan. Ketiganya menangis dengan haru bercampur sedih, namun mereka sama-sama berjanji supaya bisa tetap saling berkomunikasi walaupun sudah tak bersama.Citra kembali ke kampung halamannya, di mana ayah dan adiknya tinggal. Juga tentu saja Raka.Tetapi dia tak begitu peduli dengan Raka, bukan urusannya lagi sekalipun harus tinggal satu daerah dengan lelaki yang sudah mengacaukan hidupnya yang damai.Memang, saat belum menikah dengan lelaki itu dirinya juga dipusingkan dengan kelakuan Angga, tetapi paling tidak batinnya tak terluka sedalam saat bersama dengan Raka.Sebab karena Raka juga, dirinya mengalami patah hati dan rasa kecewa yang luar biasa karena dibohongi oleh orang yang telah ia percayai. Bahkan Citra juga sudah memikirkan kemungkinan jika dirinya akan mempercayakan hatinya juga pada Jalu.Iya, Jalu.Lelaki itu tipe pendamping yang sempurna, de

  • Menantu Sultan   Kehidupan Setelah Perpisahan

    POV RakaCitra tak main-main dengan apa yang telah ia katakan dua bulan yang lalu, di rumah sakit, ketika lukanya masih berdarah dan bayi kecil kami masih belum terbuka matanya.Dia benar-benar pergi, meninggalkan semuanya. Masa lalunya, termasuk aku yang ternyata bukan siapa-siapa untuknya, sekalipun ada darahku dalam tubuh gadis mungil dalam pelukannya itu.Ah andai saja dulu aku tahu hidupku bakal sesusah ini, niscaya aku tak akan berkata hal yang buruk tentang anak kami. Paling tidak, aku tidak akan merasakan penyesalan sedalam ini.Aku akui, dahulu diriku memang sangat buta dan mengahalalkan segala cara, aku sangat takut jatuh miskin, apalagi dengan adanya papa dan Maureen yang menjadi tanggunganku.Kuakui saat itu menjadi kesalahan besar yang telah kulakukan, setelah banyak kesalahan lain yang telah kulakukan dan menyakiti hati Citra. Aku berangkat bukan untuk benar-benar menemui Citra, dan buah hati kami.Tetapi untuk memaksanya kembali denganku, dan meminta bagian warisan dar

  • Menantu Sultan   Keputusan di Tengah Kepalsuan

    Raka mengusap wajahnya dengan kasar, lalu berkacak pinggang sambil memalingkan mukanya ke arah lain. Ke mana pun, asal tak perlu bertatapan dengan Jalu.Ia merasa jika Jalu memiliki semacam kemampuan untuk mengintimidasi orang lain. Entah karena memang dirinya yang terlalu pengecut, Raka tidak terlalu paham akan hal itu.“Mau apa datang ke mari? Mengacaukan semuanya lagi, hah?” desak Jalu.“Terus salahku di mana? Aku cuma mau ketemu anak istriku. Aku cuma mau mengatakan yang sebenarnya saja. salah?!”“Masih berani tanya salahmu di mana? Hmm. Kau lupa dengan semua yang telah kau lakukan pada Citra? Pernikahan kontrak itu, tindakanmu yang semena-mena padanya cuma karena ingin menyenangkan Maureen?”Raka jengah, ternyata Jalu juga tahu sampai sedetail itu.“Tau dari mana kamu? Jangan sok tau!”“Aku bukan sok tau, aku memang sudah tau. Kamu juga tak mengakui darah dagingmu, sampai Citra harus pergi jauh sekali. kalau aku jadi kamu, aku tak akan pernah menampakkan mukaku lagi di depan Citr

  • Menantu Sultan   Kehilangan dan Pertemuan 2

    Citra berusaha untuk bangkit dari tidurnya, namun ia merasa kepalanya begitu berat dan ditambah lagi luka di perutnya terasa makin nyeri saja.“Duh, perutku sakit banget..” keluhnya sambil memegang perut, dan ia merasa jika perutnya sudah diperban lagi.Terakhir ia ingat jika dirinya sudah melepaskan perban saat berlari, karena perbannya sudah basah oleh darah dan perekatnya lepas. Tapi sekarang benda itu sudah diganti dengan yang baru, demikian juga pakaian yang ia kenakan.“Bu Susi pasti bawa aku ke mari.. aduh ya Tuhan, mau bayar pakai apa?” keluhnya lagi sambil menahan tangis.Tetapi ia tak bisa menangis, sebab dalam pikirannya kini hanya bayinya, bayinya dan bayinya. Urusan bayar rumah sakit, atau rasa nyeri yang tak tertahankan ini, semua masih bisa dipikirkan nanti.Bagaimana dengan bayinya yang masih merah? Di mana dia sekarang? Bersama siapa? Bagaimana jika dia ingin minum susu?“Ya Tuhan, kuatkan aku..”Citra turun dari ranjang, dan melepas infusan yang menempel di tangannya

  • Menantu Sultan   Kehilangan dan Pertemuan

    Citra baru menyelesaikan makannya, dan bayi kecil yang baru saja dia lahirkan masih tidur terlelap tanpa menangis, rewel atau apapun. Setahunya, bayi baru lahir memang tidak terlalu banyak menangis, bahkan cenderung lebih banyak tidur.Maka karena itu dirinya harus memaksimalkan waktu, harus mampu memulihkan diri dalam waktu cepat namun juga harus bisa bekerja.Citra keluar kamar dan menutup pintunya rapat, ia berniat mengantarkan piringnya ke depan sambil bertanya apakah ada yang bisa dia bantu. Bagian belakang rumah sekaligus warung makan ini tidak dipagar, melainkan langsung mengarah ke kebun yang cukup padat tumbuhannya.Sejauh yang Citra lihat, ada beberapa batang pohon jengkol, rambutan dan pohon-pohon besar berbuah lainnya. Di ujung kebun yang cukup jauh terlihat ada jalan setapak kecil yang entah mengarah ke mana.“Agak ngeri juga ya kalau begini? Tapi enggak apa-apa. Siapa juga yang mau datang ke mari?” gumam Citra, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.Di dalam kepalany

  • Menantu Sultan   Menyepi

    Kamar yang diberikan untuk Citra adalah sebuah ruangan yang cukup untuk satu kasur single, ada lemari pakaian dan kipas angin. Satu pintu di bagian depan dan di sebelahnya ada jendela yang lumayan besar, dengan gorden yang bersih. “Syukurlah, tempatnya bersih. Aku bisa menidurkan anakku dulu, sementara aku makan. Aduh, perutku.. “ keluh Citra, sambil memegang bagian bawah perutnya. Ia khawatir jika luka jahitannya berdarah, atau parahnya jahitannya lepas. Tetapi saat ia melihat bagian bawah perutnya, sepertinya baik-baik saja. Semoga memang tak ada masalah apapun. “Permisi kak, ini nasinya dari depan.” Remaja lelaki anak pemilik warung nasi mengantarkan makanan Citra, bahkan sudah ditambah dengan es teh manis dan juga ayam goreng. “Makasih. Eh iya, nama kamu siapa Dek?” “Anwar, kak. Kalau Kakak siapa?” “Citra.” “Oh Kak Citra. Ya udah selamat makan dan istrirahat kak, kalau ada butuh apa-apa tinggal panggil aja aku di depan.” Citra mengangguk dan berterima kasih. Ia benar-benar

  • Menantu Sultan   Kontrakan

    Selama hampir setengah jam Citra hanya duduk termangu di depan toserba, ia masih menggendong bayinya dalam posisi yang sama seperti saat pertama ia datang ke tempat ini. Jalanan di depannya masih ramai, beberapa orang yang melintas melihat dia dengan tatapan aneh.Wajar, semua orang juga pasti akan merasa aneh melihat seorang wanita muda dengan bayi yang masih merah. Pakaiannya berantakan dan bahkan mukanya juga masih pucat, hanya saja tidak ada yang cukup peduli untuk bertanya keadaannya, atau bahkan curiga jika dia penculik bayi atau apalah.Tetapi pada kenyataannya memang Citra lebih suka tidak ada yang peduli padanya, ia benar-benar sedang tidak mau bicara dengan siapapun.Citra baru tersadar saat bayinya bersuara, tidak menangis, hanya merengek sedikit lalu kembali tidur.“Ahh, aku harus beli baju buat anakku. Kasihan.. nanti dia mau pake apa?” gumamnya sambil berdiri.Ia membetulkan letak tas yang tersampir di bahunya, memperbaiki

  • Menantu Sultan   Berlari Tanpa Arah

    Para perawat dan bruder mengeluarkan semua orang yang ada dalam ruangan rawat Citra, dan membiarkan ibu muda itu berduaan saja dengan bayinya. Seorang perawat sempat memberitahunya bagiamana cara untuk menyusui bayi yang benar, dan Citra sangat bersyukur tentang hal itu.“Sayang, kita pergi dari sini yuk? Di sini udah enggak aman. Mama enggak mau hidup kamu kacau kayak mama. Padahal ini hari pertama kamu di dunia, tapi kamu udah dapat masalah begini. Maafin mama ya?” bisik Citra, ia mendekap bayinya dengan erat.Bayi mungil dalam dekapannya sudah dibalut dengan selimut bayi, ia turun dari ranjang untuk mencari barang-barang pribadinya. Ia terkejut melihat tas yang biasa ia gunakan sudah ada di lemari kecil dekat ranjang.Isinya masih lengkap seperti terakhir dia meninggalkannya, ada HP, dan dompet.“Baguslah, aku bisa pergi sekarang.” Gumamnya sambil menghela napas.Tidak ada pakaian ganti, tidak ada baju untuk si baby. Suda

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status