Meski telah diancam oleh ibu mertuanya, Bastian tetap pergi. Baginya keselamatan Alexa adalah yang paling utama.
Ketika dia tiba di parkiran motor, ternyata dia tidak begitu terlambat. Sebab, James dan Alexa baru saja melewati penjagaan dan masuk ke dalam klub dengan mulus. Langsung saja Bastian berlari menuju pintu masuk. Namun, ketika berada di depan pintu masuk, dia ditahan oleh seorang petugas keamanan. “Tolong perlihatkan membernya!” seru petugas keamanan yang berbadan besar. Bastian bingung. Jelas dia tidak memiliki member. “Aku nggak punya. Tapi aku mau masuk ke dalam karena istriku sedang bersama dengan pria. Aku khawatir terjadi apa-apa dengannya,” terang Bastian. “Hanya yang memiliki member yang boleh masuk ke dalam! Ini adalah klub malam yang paling eksklusif di Jakarta. Tidak semua orang bisa masuk ke dalam. Hanya yang punya member saja yang diizinkan masuk. Jadi karena kamu nggak punya member, kamu nggak bisa masuk,” kata petugas keamanan itu. “sudah sana pergi!” “Tapi Pak. Istri saya sedang ada di dalam. Dia bisa saja menjadi korban pelecehan atau yang lainnya. Tolong biarkan saya masuk untuk menyelamatkan istri saya,” ucap Bastian sampai memohon. Sudah sering dia mendengar cerita mengenai James dari Alexa kalau pria itu memiliki gairah yang tinggi. Hampir semua wanita yang dia bawa, berakhir di ranjang. Ada yang sukarela, ada yang dipaksa dengan berbagai macam cara. Dan Bastian khawatir cara terakhir itu dilakukan oleh James. Alexandra tidak boleh tersentuh. “Aku tidak melihat ada tamu yang datang dengan dipaksa. Semua tamu, terutama wanita, semuanya menunjukkan raut wajah bahagia. Lagi pula tempat ini bukan hotel, jadi tidak mungkin akan ada kejadian seperti itu. Kalau ada, kami yang akan mengurusnya. Tenang saja!” ucap petugas keamanan yang berbadan besar dan berkulit gelap itu. Bastian menggelengkan kepalanya. Lalu, dia mendorong tubuh petugas keamanan itu seraya berkata, “Aku harus masuk!” Kokohnya tubuh sang petugas keamanan itu karena dia adalah mantan tentara yang harus pensiun dini, bergeming mendapati dorongan dari Bastian. “Apa yang aku katakan tidak jelas? Sana pergi! Kamu hanya mengganggu ketertiban klub malam ini!” petugas keamanan itu langsung mendorong tubuh Bastian hingga terjatuh. Ketika itu terjadi, seorang pria dengan rambut klimis yang disisir ke belakang, berjalan menghampiri sambil berkata, “Apa yang terjadi? Jangan ada keributan di sini!” Pria yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu kemudian melihat orang yang sedang terjatuh. Dia amat terkejut karena dia mengenal orang itu. “Bastian?” Sambil berusaha berdiri, Bastian berkata, “Tommy! Kamu ada di sini juga.” “Aku bekerja di sini. Apa yang terjadi?” “Jadi begini …,” Bastian menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan juga permasalahan istrinya. “Ah, jadi begitu, ya?” Tommy menganggukkan kepalanya. Lalu dia menoleh ke arah petugas keamanan. “Kamu ini gimana, sih! Istrinya lagi sama beberapa pria di dalam. Kenapa kamu nggak kasih dia masuk?” omel Tommy. “Maaf Pak Supervisor. Tapi, memang aturannya seperti itu. Saya hanya menjalankan peraturan saja,” kata sang petugas keamanan, membela diri. Bastian tersenyum lebar ketika mendengar kalau temannya itu adalah seorang supervisor di klub malam itu. Sudah pasti Tommy akan menolongnya. “Memangnya kamu nggak lihat ada wanita yang dipaksa masuk ke dalam? Kalau istrinya temanku ini dilecehin sama orang-orang itu gimana?” tanya Tommy dengan suara yang sedikit meninggi namun mimik wajahnya terlihat datar. “Saya nggak ngeliat ada yang datang terpaksa,” terang sang kepala keamanan. Tommy memasang wajah penyesalan. Lalu, dia menoleh ke arah Bastian. “Duh, Bas, gimana ya? Satpamku ini nggak ngeliat ada pemaksaan. Dan juga nggak ada laporan pelecehan yang masuk. Jadi, sepertinya istrimu masih baik-baik saja. DIa sedang menikmati malam,” kata Tommy. Bastian mengerutkan keningnya. Jelas dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh teman SMA-nya itu, “Maksud kamu gimana? Bisa tolong aku untuk masuk ke dalam nggak? Aku mau menjaga Alexa.” Tommy mendengus. Lalu, dia berkata, “Memangnya masih belum jelas? Orang miskin sepertimu nggak bisa masuk ke dalam Red Light Club. Hanya orang terpilih dari kalangan konglomerat yang bisa masuk. Jadi, lebih baik kamu nunggu di parkiran aja atau kamu pulang ke rumah mertuamu dan mencuci piring dulu. Nanti setelah istrimu selesai bersenang-senang, dia akan pulang sendiri.” “Kok kamu gitu sih? Bukannya kita teman? Walau kita sudah lama nggak ketemu, tapi seenggaknya kita saling kenal sudah lama. Tolonglah bantu aku masuk, Tom. Aku janji kalau kamu membantuku sekarang, aku akan membantumu di kemudian hari,” ucap Bastian. “Teman? Aku menganggapnya berbeda. Kamu itu manusia paling munafik yang pernah aku temui. Kamu ingin membantuku? Menghidupi diri sendiri saja nggak bisa. Mau berlagak membantuku! Ngaca dulu sebelum bicara.” Tommy berkata dengan raut wajah yang meremehkan. Bastian terkejut. Pasalnya selama ini dia tidak pernah berselisih dengan Tommy. Hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan sering bertegur sapa di sekolah waktu dulu. Apa yang membuat Tommy berubah? “Kejadian malam ini adalah karenamu. Sudah miskin dari lahir, eh, besarnya nggak ada perubahan. Malah sekarang kamu jadi menantu sampah yang hanya mengandalkan uang istri. Pantas saja kalau istrimu bersenang-senang dengan pria lain. Dia juga pasti muak denganmu,” kata Tomy sangat tajam. Bastian tersulut amarah. Wajahnya memerah dan kedua telapak tangannya mengepal dengan sangat keras hingga urat-uratnya tampak. “Kamu boleh saja menghinaku. Tapi, jangan pernah kamu menilai buruk mengenai istriku!” geram Bastian. Tommy mengangkat kedua alisnya. Lalu, ia berkata, “Hah? Memangnya apa yang mau kamu lakukan? Aku berbicara yang sebenarnya. Istrimu datang dengan bahagia. Dia pasti sangat menikmati disentuh oleh banyak pria. Hahaha...” Plak! Sebuah pukulan mendarat telak di wajah Tommy hingga membuatnya tersungkur dengan sangat telak. “Aku sudah memperingatkanmu!” Melihat kejadian itu, petugas keamanan langsung menyerang Bastian untuk membela sang supervisor. “Berani sekali kamu memukul supervisor!” ucap petugas keamanan itu. Sebuah pukulan dilepaskan oleh petugas keamanan itu. Tapi Bastian mampu menghindar dengan baik. “Kamu akan kubuat menjadi perkedel!” pekik sang petugas keamanan seraya melepaskan sebuah pukulan lagi. Kali ini, Bastian menangkisnya. Lalu, dia membalas memukul wajah sang petugas keamanan yang mengenai pipi kiri pria itu. Seorang pria bertubuh kurus, berkulit putih dan berambut pendek, melihat kejadian itu dengan sangat jelas dari dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk klub. Charlie mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Cepat keluar klub. Anak buahmu sedang mencari masalah dengan pemilik baru Red Light Club!” seru Charlie. “Apa? Pemilik baru? Maksudnya pak Bastian Dominic?” tanya sang general manager. “Benar!” “S-saya akan ke sana!” ucap sang GM dengan suara yang gemetar ketakutan. Pagi tadi, Larry, general manager Red Light Club, mendapat surat resmi yang menyatakan perpindahan pemilik dari Sectio Dominic kepada Bastian Dominic. Jelas, jika Bastian marah kepadanya karena ulah dari anak buahnya, pekerjaannya terancam. Dia tidak mau itu terjadi. Oleh sebab itu, pria berbadan gempal itu pun langsung berlari ke depan klub. Ketika sampai di depan pintu masuk, dia melihat petugas keamanan bersama dengan Tommy sedang berkelahi dengan seorang pria berpakaian lusuh. 2 lawan 1. Tapi Bastian tidak tersentuh. “Hentikan!” seru Larry dengan suara yang lantang. Tommy dan petugas keamanan itu langsung menoleh ke sumber suara. Bastian pun sama, “Pak GM?” Tommy terkejut dengan kedatangan atasannya itu. Dia pun lantas berjalan menghampiri untuk menjelaskan apa yang terjadi. Namun, Larry tidak mengindahkannya. Pra itu berlari menghampiri Bastian dan membungkukkan badannya 90 derajat. “Selamat datang, Tuan Bastian! Mohon maaf atas perlakuan anak buahku!” ucap Larry dalam posisi membungkuk. Tommy terbelalak. Dia sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Larry. “A-apa? Kenapa dia bisa begitu?”Alexa masih menunggu kabar dari dokter atas kondisi Bastian sambil mondar-mandir di depan ruang rawat inap.Setidaknya Alexa menjadi sedikit merasa lega karena dokter tidak membawa Bastian ke ruang operasi atau ke ruangan yang memiliki perlengkapan medis lebih lengkap. Jadi bisa dikatakan dokter masih sanggup untuk menghadapi muntah darah Bastian walau tanpa menggunakan peralatan yang lengkap.Master Lee dengan diikuti oleh Davis dan Charlie, berjalan cepat."Bagaimana kondisi Bastian?" tanya Master Lee dengan suara yang terengah-engah dan raut wajah yang cemas.Alexa menghentikan langkahnya yang sedang mondar-mandir itu dan langsung mengembalikan badannya ke arah sumber suara yang ada di belakangnya."Master Lee, kamu sudah datang," kata Alexa. "Bastian saat ini sedang ditangani oleh dokter dan dokter belum keluar untuk memberitahu hasilnya."Master Lee menarik napas dalam-dalam. Lalu dia berkata, "Semoga tidak terjadi sesuatu hal yang membahayakan."Charlie menimpali, "Tapi jika mel
Darah yang keluar dari dalam mulut Bastian bagaikan mata air yang menyembur begitu deras.Alexa begitu panik melihat Bastian yang terus memuntahkan darah. Dia pun langsung menekan tombol merah untuk memanggil perawat dan dokter."Bastian … kamu kenapa, Bas?" Alexa begitu panik. "ya ampun … sayang. Bertahan."Alexa menyeka darah yang terus mengalir dengan menggunakan tisu. Dia tidak berani menghalangi darah yang keluar karena dia khawatir akan terjadi masalah yang serius jika dia melakukannya.Tidak lama kemudian seorang perawat dan dokter masuk ke dalam ruangan. Mereka sudah bersiap dengan membawa peralatan medis.Maklum saja, Bastian saat ini menempati ruang VVIP, jadi dokter dan para perawat sudah siap sedia 24 jam nonstop. Bahkan bisa diibaratkan, setiap detik mereka hanya menatap lampu emergency agar bisa siap siaga ketika lampu itu menyala."Dok, tolong Bastian!" ucap Alexa sembari memegang dokter pria.Dokter itu menganggukkan kepalanya. Lalu dia bertanya, "Apa yang terjadi, Nyo
Semua keluarga dan juga teman Hans tergeletak dengan bersimbah darah. Mereka semua langsung mati seketika karena peluru yang bersarang di tubuhnya tidak satu, dua saja. Ada lebih dari 5 peluru yang bersarang di bagian-bagian vital tubuh keluarga dan teman Hans.Tidak ada kesempatan untuk hidup.Kemudian seorang pria yang berpakaian hitam juga namun lebih berkelas dan mewah, berjalan masuk ke dalam rumah. Dia tersenyum melihat ke sekeliling ruangan di mana mayat-mayat bergelimpangan dengan darah yang menggenang."Ambil foto mereka!" seru Patrick.Setelah itu dia menyeringai dan secara perlahan tertawa dengan keras, seolah dia menunjukkan siapa yang berkuasa."Orang yang sudah berani melawanku maka aku akan membawanya menuju ke mereka lebih cepat."Patrick kembali tertawa dengan sangat keras. Dia sangat bahagia bisa membantai seluruh keluarga Hans.Kaki tangan Patrick dengan cekatan mengambil foto keluarga Hans yang sudah tidak bernyawa itu. Bahkan dia mengambil gambar dengan sangat jel
Mendapatkan lampu hijau dari Sintia membuat Davis menjadi sangat bersemangat. Dia pun kemudian menarik kepala Sintia agar semakin dekat dengannya. Lalu … dia menyentuh bibir Sintia dengan bibirnya.Kejadian itu berlangsung dengan cepat karena Sintia langsung menarik kembali kepalanya.Saat Davis terkejut, Sintia buru-buru menjelaskan, "Tahan dulu, dong! Kamu boleh memegangku setelah kamu memberitahukan kepadaku yang sebenarnya mengenai latar belakang kak Bastian."Davis pun menganggukan kepalanya dengan mimik wajah yang lega. Pasalnya sebelum Sintia menjelaskan, dia sudah berpikir jika Sintia menolak apa yang dia lakukan dan marah."Baiklah kalau begitu, aku akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu," kata Davis.Sintia tersenyum. Dia sangat tidak sabar untuk mengetahui kebenaran dari latar belakang Bastian sesungguhnya.Sejak awal dia curiga jika ada setia memiliki latar belakang berbeda dibanding dengan yang ditampilkannya sekarang ini. Banyak kejanggalan yang ditunjukkan oleh Bastia
Sintia kini duduk di samping Davis dengan kaki kiri yang diangkat menyilang ke atas kaki kanannya.Dengan apa yang dilakukannya ini membuat Sintia terlihat sangat menggoda. Davis pun semakin tidak karuan, dia tidak bisa mengontrol hasratnya yang kian menggelora."Apa wine itu akan tetap di sana saja?" tanya Sintia memecah keheningan."Oh … i-iya … maaf Nona," kata Davis dengan suara bergetar sambil mengambil botol wine dengan tangan yang gemetaran.Sintia tersenyum melihat sikap Davis yang dinilainya sangat lucu.Ternyata sikapnya Davis ini bukan hanya membuat Sintia tersenyum saja, namun juga membuat Sintia dapat melepaskan kegugupan yang ada di dalam dirinya.Kini Sintia bahkan merasa ingin menggoda Davis. Dia pun sengaja mengulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan Davis yang sedang mengangkat botol wine."Sini biar aku bantu!" ucap Sintia sambil tersenyum.Sontak saja hal ini membuat Davis semakin gemetaran tubuhnya. Disentuh oleh seorang wanita yang sangat cantik adalah
Setelah mendengar tawaran dari Sintia yang mengajak minum di kamarnya membuat Davis terkejut. Siapa yang tidak terkejut ketika mendengar ada seorang wanita cantik mengajak minum di kamar hanya berdua saja.Davis sadar jika dia menerima tawaran itu maka kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, akan terbuka lebar."Apa kamu serius, Nona? Apa nggak lebih baik kita minum di restoran saja?" tanya Davis.Sintia menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak. Kalau kita minum di restoran dan aku mabuk, nanti kamu malah menggendongku ke kamar. Aku nggak mau merepotkanmu."Davis masih tampak bingung. Di dalam pikirannya kini bermain-main sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya."Tapi —""Nggak ada tapi-tapian! Kalau kamu mau menemaniku, aku akan menyampaikan kepada kakakku betapa baiknya kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, ya sudah, nggak apa-apa," kata Sintia, memotong perkataan Davis.Sebenarnya hati Sintia berdetak dengan sangat keras ketika dia m