Share

Menantu Termiskin
Menantu Termiskin
Author: Watermelon

Bukan pernikahan impian

Arnita menundukkan kepalanya menatap lantai marmer yang ia pijak. Biasanya seorang pengantin akan merasa sangat senang di hari pernikahan mereka tiba. Tapi Arnita tidak merasakannya. Lima belas jam yang lalu ia telah resmi menjadi nyonya Sebastian. Dan lima belas menit yang lalu mereka telah selesai merampungkan acara resepsi pernikahan. Malam ini Arnita terlihat sangat cantik seperti putri raja. Jujur saja ini adalah pesta pernikahan impiannya, tapi ia tidak tahu kenapa ia merasa tidak senang.

Apa karena ia harus terpaksa menikah dengan Arman? Apa itu alasannya ia tidak merasa senang di hari pernikahannya. Arman sosok pria yang baik walaupun sedikit cuek. 

Mengingat dua minggu yang lalu dimana Arman mendatangi tempat Arnita bekerja dan tiba-tiba saja laki-laki itu melamar Arnita. Arnita tidak mengenalnya, yang Arnita tahu Arman hanyalah pelanggan tetap di toko bunga tempat ia bekerja. Tidak sampai disitu, Arman seperti melakukan segala cara untuk menjadikan Arnita sebagai istrinya. Arman bahkan melunasi semua hutang-hutang keluarganya agar ayah Arnita tidak masuk penjara. 

Dan karena rasa berterima kasihlah Arnita akhirnya menerima pinangan Arman. Kalian tahu apa yang Arman jawab saat Arnita bertanya kenapa laki-laki itu keras kepala ingin melamarnya?

"Karena kamu baik, saya yakin kamu bisa menjadi istri yang baik untuk saya." 

Mereka menikah bukan karena cinta, tapi lebih kepada membutuhkan dan rasa berterima kasih. Arman tidak mencintainya, itu yang Arman katakan kepadanya dimalam setelah laki-laki itu melamarnya.

"Setelah menikah kita akan seperti suami istri pada umumnya." ujar Arman sambil menatap langit dari teras kecil rumah Arnita.

"Kenapa kamu ingin sekali menikahiku? Apa kamu menyukaiku?" Arnita memberanikan dirinya untuk bertanya mengenai perasaan laki-laki itu kepadanya.

Hening beberapa detik. Sepertinya Arman sedang merangkai kata-kata untuk membalas pertanyaan yang Arnita berikan. Atau mungkin Arman bingung untuk menjawabnya.

"Apa jika saya mengatakan saya tidak mencintai kamu, apa kamu akan menyesal telah menerima lamaran saya?" Arman bertanya balik. Kali ini ia menatap wajah Arnita agar ia tahu bagaimana reaksi perempuan itu saat ia mengatakan yang sejujurnya. 

Arnita menggelengkan kepalanya pelan. 

"Apa aku punya pilihan? Kamu bahkan tidak memberiku pilihan." 

Arnita tahu Arman pasti memiliki alasan kenapa menjadikannya istri laki-laki itu. Suatu hari nanti Arnita akan tahu apa alasan dibalik pernikahan ini. 

Ceklek

Suara pintu kamar yang dibuka membuyarkan lamunan Arnita. Arnita mendongakkan kepalanya menatap Arman yang baru saja masuk ke dalam kamar. 

"Kau belum mengganti pakaianmu?" Arman mengernyitkan dahinya melihat Arnita yang masih memakai gaun pesta tadi. Arman pikir saat ia masuk ke dalam kamar Arnita sudah tertidur.

"Aku lupa tidak membawa pakaian ganti." cicit Arnita dengan wajah malu-malu. Jujur ini pertama kalinya ia berada di kamar dengan seorang laki-laki yang sekarang sudah menjadi suaminya.

Arman menggaruk kepalanya mendengar ucapan polos Arnita. 

"Kau bisa memakai kaos ku untuk sementara. Aku akan menyuruh bi Ami membawakan pakaian untukmu." Arman memberikan kaosnya kepada Arnita sebelum laki-laki itu kembali hilang di balik pintu kamar.

Pintu kamar kembali tertutup dan kembali menyisakan kesunyian. Arnita memandang kaos putih yang Arman berikan. Kaos ini bahkan bisa sampai lututnya jika Arnita pakai. Arnita juga kenapa bisa-bisanya melupakan pakaian gantinya. Padahal ia sudah menyiapkannya sebelum pergi ke hotel tempat pernikahan mereka. 

Bunyi pintu kamar yang akan dibuka membuat Arnita langsung meloncat ke atas tempat tidur. Segera ia tarik selimut tebal itu sampai menutupi setengah bagiannya. Tanpa sepatah kata Arman melewatinya begitu saja menuju kamar mandi. 

"Kau masih belum tidur?" setengah jam kemudian Arman keluar dari kamar mandi.

Arnita menggelengkan kepalanya membalas pertanyaan Arman. Arnita menggigit bibirnya melihat wajah Arman yang terlihat lebih segar dari sebelumnya. Arman mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil. 

"Maaf sudah memaksamu untuk menikah denganku." 

Tiba-tiba suasana bertambah canggung saat Arman mulai membahas masalah itu lagi. Arnita hanya diam mendengarkan Arman sampai laki-laki itu menyelesaikan ucapannya.

"Jika kau butuh sesuatu, ku bisa beritahu aku. Dan kau bisa gunakan kartu ini untuk membeli semua yang kau butuhkan." Arman mengeluarkan salah satu kartu kreditnya.

"Sudah malam, tidurlah." Arman mengambil tempat di samping Arnita dan ikut menarik selimut hingga menutupi kakinya. 

Arnita ikut memejamkan matanya. Mulai besok ia akan mulai memainkan perannya sebagai seorang istri dan menantu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status