Arman yang baru saja pulang dari kantor menghela nafas lelah. Seharian ia sangat disibukkan dengan urusan kantor yang tidak ada hentinya. Walaupun ia memiliki pangkat tinggi dan menjadi pemilik saham perusahaan tempat ia bekerja tidak membuat Arman melepaskan tanggung jawabnya pada pekerjaan kantor.
"Kamu bisa kerja nggak sih! Ini masih ada pecahan kaca yang tertinggal, bagaimana kalau ada orang yang kena pecahan kaca ini!" Arman berdecak kesal, baru saja ia ingin membuka pintu rumah ia sudah mendengar suara mamanya yang sedang mengomel. Mamanya memang orang yang sedikit ribet, bahkan sering mengomeli para pembantu dengan alasan karena kerjanya tidak becus. Dan sekarang mamanya pasti sedang mengomeli salah satu pembantu karena kerjanya tidak benar.Arman melangkah masuk kedalam rumah dan mencari keberadaan mamanya. "Ini masih ada pecahan kacanya!" ujar Cintya ibu Arman sambil menunjuk sisa pecahan kaca di atas lantai.Arman tidak bisa berkata-kata melihat mamanya ternyata sedang memarahi istrinya. Arman tidak tahu bagaimana awal mula mamanya bisa memarahi Arnita seperti ini. Arman berjalan mendekat ke arah dua perempuan itu yang belum menyadari kehadirannya. "Ada apa ma?" tanya Arman sambil melirik ke arah Arnita yang sedang membersihkan sisa serpihan kaca kecil dengan solasi. Arnita dan Cintya menatap ke arah Arman bebarengan. Cintya terlihat terkejut karena tidak menyadari jika putranya itu sudah pulang. Cintya langsung merubah raut wajahnya dan menuduh Arnita didepan Arman."Ini nih istri kamu nggak becus banget cuman bersihkan serpihan kaca aja nggak bisa Ar." adu Cintya kepada Arman."Kamu yang mecahin vas nya Nit?" tanya Arman meminta jawaban.Arnita menggelengkan kepalanya pelan. Memang bukan Arnita yang memecahkan vas nya, tapi Kenzi keponakannya lah yang mecahin vas nya. Dan Cintya yang memanggil Arnita untuk membersihkan pecahan vas yang dipecahkan oleh Kenzi."Bukan Arnita yang mecahin vas nya, kenapa mama nggak minta bibi aja untuk membersihkannya." ujar Arman memberi saran kepada mamanya. "Mama kan cuman minta tolong Ar, lagian istri kamu juga nggak keberatan mama mintai tolong." ujar Cintya sambil menatap tajam Arnita."Tapi untuk hal seperti ini mama bisa minta tolong bibi yang membersihkannya kan. Bagaimana jika Arnita sampai terluka? Mama kan juga sudah menyuruh Arnita bekerja seharian." ujar Arman dengan santai saat mengatakan semua faktanya.Ini bukan pertama kalinya Arman melihat Arnita diperlakukan layaknya pembantu dirumah ini. Sebelumnya Arman juga pernah menangkap basah mamanya sedang menyuruh Arnita mengerjakan pekerjaan rumah. Arman tidak mempermasalahkan jika mamanya meminta Arnita melakukan beberapa pekerjaan rumah. Tapi mamanya itu selalu menyuruh Arnita untuk melakukan pekerjaan rumah diluar nalarnya. Bayangkan saja Arnita disuruh membersihkan, menguras kolam renang, mencabuti rumput halaman depan dan belakang, memasak, mencuci piring, menyapu dari lantai satu sampai lantai tiga, pergi ke pasar sendirian untuk membeli kebutuhan dapur. Itu yang pernah Arman lihat, tidak tahu hal lain yang pernah mamanya itu lakukan kepada istri malangnya itu.Arman selalu merasa kasihan saat pulang dari kantor karena selalu mendapati wajah lelah Arnita yang bekerja seharian. Arnita bahkan terlihat seperti lebih lelah darinya. Suatu hari Arman juga pernah mendapati Arnita terluka dibagian tangan dan kakinya, entah terkena apa. Arnita tidak pernah memberitahukan alasan kenapa dia bisa terluka. "Biarkan bibi yang melanjutkannya." Arman meraih lengan Arnita dan menariknya untuk berdiri.Cintya menatap tidak terima dengan yang Arman lakukan. Tapi Cintya juga tidak bisa melakukan apa-apa. Setelah memanggil salah satu pembantu di rumah itu, Arman menarik lengan Arnita ke dalam kamar. Arman menutup pintu kamar begitu mereka sudah berada di dalam kamar."Besok lagi jangan melakukannya jika tidak mau." ujar Arman sambil melepaskan kemeja dari tubuhnya."Melakukan apa?" tanya Arnita pura-pura bodoh.Arman berdecak, "Berhenti melakukan hal yang tidak kamu sukai. Kamu bisa menolak permintaan mama dengan halus. Atau jika kamu tidak berani menolak permintaan mama, kamu bisa menyuruh bibi untuk melakukan pekerjaanmu." ujar Arman dengan rasa kesal."Mama tidak memaksaku, aku memang mau melakukannya." ujar Arnita.Arman langsung menatap ke arah Arnita dengan tatapan tajam. Ia tidak habis pikir dengan arah jalan Arnita yang mau saja dijadikan pembantu oleh mamanya. "Besok aku akan bicara kepada mama untuk tidak menyuruhmu melakukan pekerjaan yang berlebihan." putus Arman."Tidak perlu, aku bisa mengurus hidupku sendiri." Arnita menolak tawaran Arman.Arman mengepalkan tangannya, ia tidak suka dengan yang dikatakan oleh Arnita."Aku akan bicara pada mama sekarang." sebelum Arman melangkahkan kakinya keluar dari kamar, Arnita sudah mencekal tangannya."Aku sudah bilang jangan pedulikan aku." ucap Arnita. "Kau menantu dirumah ini dan seharusnya kau juga diperlakukan layak seperti seorang menantu. Tidak adil jika mbak Mawar tidak pernah melakukan pekerjaan rumah, sedangkan kau harus melakukan semua pekerjaan rumah seperti seorang pembantu!" Arman mengeluarkan semua rasa kesal yang ia tahan sedari tadi.Arnita tersenyum sinis, "Bukankah kau yang sudah membuatku seperti ini?" ***Tak terasa sudah seminggu berlalu pernikahan Arnita dan Arman berjalan. Dan selama seminggu itu juga Arnita tinggal di rumah Arman. Walaupun pernikahan mereka dilakukan karena Arnita merasa berhutang budi dengan Arman, tapi Arnita tidak pernah merasa keberatan untuk menjadi istri Arman. Awal pertemuan Arnita dan Arman terjadi di toko bunga tempat dimana dulu Arnita bekerja sebelum menikah dengan Arman. Awalnya Arnita memang merasa terpesona dengan wajah Arman yang tampan, tapi ia tidak pernah berharap untuk menjadi istri Arman. Hingga suatu hari entah darimana Arman mengetahui tentang alamat rumahnya. Arnita benar-benar terkejut dengan kedatangan Arman di rumahnya. Apalagi pria itu menawarinya untuk menjadi istrinya. Benar-benar gila bukan? Tapi Arnita menolaknya, ia cukup tahu diri untuk tidak menerima tawaran Arman. Tapi Arman melakukan segala cara untuk bisa menjadikannya istri. Dan karena alasan Arman telah membayar semua hutang-hutang ayahnya, membuat Arnita merasa berhutang de
"Mama mau tambah lauknya?" tanya Arnita menawari ibu mertuanya."Nggak, sudah cukup." balas Cintya singkat."Ma aku titip Kenzo ya, soalnya aku ada jadwal pemotretan hari ini." ujar Mawar di sela sarapannya.Sudah menjadi kebiasaan jika Mawar ada jadwal pemotretan, maka dia akan menitipkan Kenzo kepada ibu mertuanya. Setau Arnita Mawar memiliki jadwal pemotretan yang cukup padat. Bahkan kakak iparnya itu pernah tidak pulang selama tiga hari dan tidak datang di acara pernikahan Arnita dan Arman."Iya, nanti biar bi Ira yang mengantar Kenzo ke sekolah atau nggak biar Arnita yang mengantar Kenzo. Arnita kan nggak punya kerjaan yang penting." balas Cintya sambil melirik ke arah Arnita dengan tatapan menyepelekan.Tangan Arnita yang ingin menyuapkan makanan ke mulutnya tiba-tiba berhenti. Arnita akui jika ia memang tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan semua menantu di rumah ini memiliki pekerjaan. Tapi Arnita juga ikut merawat rumah ini, tapi itu saja tidak cukup untuk membuatnya terlihat j
Semalam sebelum tidur Arnita menyempatkan diri mengemasi pakaian-pakaian yang akan mereka bawa selama berada di Bali nantinya. Semalam juga Arnita dan Arman sudah mengambil keputusan jika mereka akan tetap pergi ke Bali. Lagian Arman juga sudah terlanjur mengambil cuti dari kantor dan juga merasa tidak enak jika tidak memakai pemberian mas Rehan dan mbak Imel. "Udah semuanya? Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Arman memastikan."Udah semua mas." balas Arnita yakin. Tentu saja ia yakin karena ia sudah mengecek semua barang bawaan beberapa kali karena takut ada yang ketinggalan. Jadwal pesawat mereka pukul delapan pagi jadi mereka akan berangkat dari rumah satu jam sebelum take off. Jarak bandara dari rumah tidak terlalu jauh, mungkin butuh waktu dua puluh lima menit untuk sampai. Dan untungnya ini hari minggu jalanan pagi ini tidak terlalu macet seperti hari biasa. Tok….tok "Den Arman!" Suara panggilan bi Ira membuat perhatian Arnita dan Arman yang sedang menyiapkan koper teralihk
Arnita yang sedang memejamkan matanya terkejut mendengar suara dobrakan pintu yang dipaksa dibuka dari luar. Terlihat Mawar berjalan cepat menghampiri brankar Cintya dengan wajah panik yang sedikit berlebihan."Mama kenapa kok bisa masuk rumah sakit?" tanya Mawar dengan suara yang mendayu-dayu."Overdosis obat tidur." balas Cintya."Aku bawakan mama lasagna kesukaan mama." Mawar menunjukkan paper bag di tangannya."Mama tadi sudah makan masakan rumah sakit mbak, lasagnanya mungkin bisa dimakan mama nanti karena takutnya mama kekenyangan." ujar Arnita sambil tersenyum tipis.Mawar memutar bola matanya malas mendengar ceramah Arnita yang membuat telinganya pengang. "Mama masih lapar, biar lasagnanya mama makan." Cintya meraih paper bag ditangan Mawar dan mulai memakan lasagna yang Mawar bawakan. Mawar menatap Arnita dengan tersenyum puas karena ibu mertuanya memihaknya daripada Arnita. Sedangkan Arnita tetap menunjukkan senyum tipisnya meski pendapatnya tidak didengar oleh ibu mertuan
Baru saja Arman menginjakkan kakinya di kantor, Arman langsung mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah dari karyawan-karyawan di kantor. Arman mengernyitkan keningnya merasa bingung dengan situasi yang sedang ia alami sekarang. "Ada apa ini?" tanya Arman kepada semua karyawan yang terlihat sangat gembira."Selamat ya pak untuk kemenangan tender kemarin." ujar salah satu karyawan laki-laki.Ah Arman ingat sekarang. Jadi karyawannya sudah pada mengetahui tentang tender yang dimenangkan perusahaan."Saya juga mengucapkan selamat untuk kalian, perusahaan kita bisa memenangkan tender juga karena usaha dan kerja keras kalian semua." ujar Arman dengan merendah. "Sama-sama pak, tapi pak Arman yang paling kerja keras untuk tender perusahaan." puji salah satu karyawan perempuan.Memang benar Arman bekerja lebih keras untuk memenangkan tender ini. Ia bahkan harus beberapa hari lembur di kantor untuk mengecek seluruh persiapan untuk tender perusahaan. Tapi Arman bersyukur usahanya t
Arnita baru saja turun dari taksi yang ia tumpangi dari rumah sakit. Sebuah kebetulan tak lama mobil milik mas Dewa memasuki halaman rumah. Setelah membayar, Arnita melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Sebenarnya Arman memberikan Arnita mobil untuk membantu Arnita saat bepergian sendirian. Tapi Arnita tidak bisa menyetir jadilah mobil yang Arman beri dipakai oleh Arnita ke sekolah. Arnita berjalan menuju dapur untuk menghilangkan rasa hausnya. Dari pagi sampai sore Arnita menemani ibu mertuanya di rumah sakit. Dan tadi ibu mertuanya menyuruhnya untuk pulang dan meminta Mawar untuk datang ke rumah sakit.Begitu sampai di depan kamar Mawar dan Dewa, Arnita langsung mengetuk pintu. Tak lama pintu kamar di depannya terbuka menampilkan Dewa dengan wajah lelahnya. Arnita dapat merasakan atmosfer di sekitarnya menjadi dingin. Bulu kuduk Arnita merinding melihat tatapan Dewa yang terlihat begitu dingin kepadanya. Mata Arnita tidak sengaja menangkap Mawar yang berada di belakang Dewa. Se
"Biar bibi aja non yang buatin minumnya." ujar bi Ira yang merasa tidak enak karena pekerjaannya harus dilakukan oleh Arnita."Nggak papa bi, biar aku aja. Lagian nggak ada kerjaan lain yang bisa aku lakuin." ujar Arnita sambil mengaduk minuman didalam gelas.Sore ini teman-teman ibu mertuanya sedang berkunjung ke rumah untuk menjenguk Cintya yang baru saja keluar dari rumah sakit. Suara tawa mereka bahkan sampai terdengar sampai ke dapur. Ada sekitar enam orang perempuan yang menjenguk Cintya. Selesai menata minuman dan makanan ringan di atas nampan, Arnita membawanya ke ruang tamu. Bi Ira mengikuti Arnita dari belakang dengan membawa makanan ringan lainnya. Arnita menunjukkan senyum ramahnya kepada para tamu ibu mertuanya. Setelah mengantar makanan Arnita kembali ke dapur. "Dia siapa Cin? Pembantu baru?" tanya perempuan berkonde dan berpakaian kebaya tersebut. Gayanya terlihat sangat anggun dan seperti layaknya orang keraton."Lho jeng nggak tahu? Dia kan istrinya Arman." perempuan
Hari minggu yang seharusnya menjadi hari libur untuk bersantai dan mencari ketenangan dari penatnya pekerjaan berubah menjadi ketegangan. Dua jam yang lalu seorang pengacara dari almarhum ayah Arman datang ke rumah. Pengacara itu memberitahu pembagian harta warisan yang ayah Arman tinggalkan untuk keluarganya. Setiap anak dari keluarga itu mendapatkan saham perusahaan.Awalnya semua orang terlihat tidak sabar saat nama mereka disebut oleh pengacara untuk memberitahu mengenai hak warisan yang diperoleh. Tetapi setelah pengacara tersebut selesai mengumumkan hak waris, suasana yang sebelumnya terlihat antusias berubah menjadi ketegangan saat Mawar menyatakan ketidaksetujuan mengenai hak waris yang didapat oleh suaminya.Mawar bersikeras menginginkan rumah yang sudah menjadi hak waris Arman untuk diberikan kepada suaminya Dewa. Dan Mawar ingin menukar apartemen yang suaminya dapat dengan rumah yang Arman dapat. Mawar berpikir jika Dewa lah yang berhak atas rumah tersebut karena Dewa lebih