Home / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 01. Cinta yang Nggak Tau Diri

Share

Mencintai Seorang Climber
Mencintai Seorang Climber
Author: Yanti Soeparmo

bab 01. Cinta yang Nggak Tau Diri

last update Last Updated: 2024-09-30 18:05:13

“Bagaimana rasanya jika kamu jatuh cinta sama seseorang, tapi seseorang itu sulit digapai? Orang itu bukan selebritis, bukan pejabat, bukan pula suami wanita lain. Seseorang itu mahasiswa juga di kampusku, sama seperti aku yang juga mahasiswa di Universitas Taruma Bandung. Cuma bedanya, aku anak sopir angkot, dia anak pengusaha kaya raya. Ya sudah jelas, rasa cintaku ini nggak tau diri.”

Begitulah yang ditulis seorang mahasiswi bernama Maryam, di notesnya, saat hatinya resah, sulit tidur padahal sudah hampir tengah malam. Maryam sedang berada di sebuah kawasan yang cukup jauh dari kampusnya dan juga rumah kosnya. Kampusnya di Kota Bandung, sedangkan saat ini Maryam ada di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Maryam berada di kawasan itu dalam rangka memulai praktik mengajar di sebuah SMP, untuk merampungkan salah satu tugas akhir kuliahnya.

Sudah beberapa hari Maryam dan dua rekannya berada di Cicalengka, untuk praktik mengajar selama sebulan pada sebuah SMP. Kepala sekolah sudah mengizinkan, dan menempatkan ketiga orang mahasiswi itu di rumahnya, kebetulan ada kamar kosong. Rumah kepala sekolah itu memang sudah biasa ditempati oleh mahasiswa yang praktik mengajar atau KKN di daerah itu. Tentu saja ada biaya menginap yang harus dibayarkan oleh para mahasiswa itu.

Maryam adalah mahasiswa FKIP jurusan MIPA. Sejak sore dia sudah mempersiapkan bahan untuk mengajar besok, semua sudah bolak-balik diperiksanya, rasanya tidak ada yang kurang.

“Yah, memang ada yang kurang. Karena sekarang aku jauh dari kampus, jadi nggak ada Marco di sini.” Kembali benak Maryam mengembara pada sosok seorang lelaki muda di kampusnya, Marco Radea Wiratama.

Pertama kali Maryam melihat Marco, sudah sejak awal kuliah. Marco satu angkatan dengan Maryam, bedanya Maryam terdaftar di Fakultas Kependidikan, Marco ada di Fakultas Ekonomi. Mulanya juga tentu tidak saling kenal. Namun sosok Marco memang gampang dikenali, dan banyak mahasiswi yang pengin kenal. Marco punya postur jangkung untuk ukuran orang Indonesia, sekitar 180 cm, terlihat rada kurus tapi berotot, wajahnya mirip Prince Caspian di film Narnia 2, gondrong pula, rambutnya berwarna coklat gelap. Marco memang blasteran Sunda Belanda, papanya seorang pengusaha kaya di Bandung yang dapat jodoh wanita cantik asal Belanda.

Maryam memilih kampus swasta itu, karena yayasan yang menaungi kampus tersebut menjanjikan beasiswa untuk mahasiswa yang kurang mampu namun punya prestasi seni atau olah raga, ataupun punya IPK yang memenuhi syarat untuk menerima beasiswa. Ketika awal kuliah, tentu saja orang tua Maryam harus membayar biaya kuliah yang tidak kecil untuk ukuran mereka. Karena ingin mendukung cita-cita putrinya, ayahanda Maryam menjual mobil angkot satu-satunya untuk bisa melunasi biaya kuliah Maryam di tahun pertama, dan membayar kamar kos. Maryam sungguh sedih mendapati kenyataan bahwa ayahnya tidak punya lagi mobil angkot, dan terpaksa mengemudikan angkot milik orang lain dengan sistem setoran. Orang tuanya bilang bahwa Maryam tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka, harus terus kuliah hingga berhasil lulus.

Saat masuk semester III Maryam sudah beroleh beasiswa, hingga saat ini. Uang kuliah gratis, dapat uang saku yang cukup untuk bayar kamar kos sederhana, dan biaya makan yang sederhana pula. Maryam tidak mau menyia-nyiakan beasiswa yang sudah diraihnya. Dia harus mempertahankan IPK di atas 3,5.

Maryam tidak ingin dibebani pikiran apapun, hanya kuliah, dan organisasi. Penerima beasiswa memang harus aktif pula di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa, maka Maryam memilih aktif di organisasi dakwah kampus. Organisasi rohani Islam itulah yang paling sesuai buat Maryam, karena memang Maryam terbiasa hidup di lingkungan Islami. Sejak SD hingga SMA dia berada di sekolah Islam. Lagipula, aktif di kegiatan dakwah kampusnya itu tidak butuh modal sepeser pun, tidak seperti UKM yang lain. Apalagi UKM pencinta alam, yang konon kabarnya butuh biaya ratusan ribu untuk sekali perjalanan naik gunung yang ada di Jawa Barat. Bagaimana dengan perjalanan naik gunung ke Jaya Wijaya? Mungkin menghabiskan dana puluhan juta untuk satu orang saja.

“Eh, kenapa sih, malah mikirin naik gunung?” Maryam merebahkan tubuh di tikar yang ditilami selimut motif salur, yang kata orang, selimut macam itu adalah selimut rumah sakit. Maryam menyelubungi tubuhnya dengan sarung.

Kedua rekannya sudah tidur, di ranjang. Karena ranjang kayu itu terlalu sempit buat bertiga, Maryam mengalah, dia merebahkan diri di tikar. Maryam ingin tidur, tapi pikirannya masih mengembara, memikirkan UKM pencinta alam di kampusnya. Tentu saja Maryam tidak pernah ikut kegiatan UKM itu, bukan anggota pula. Namun Maryam pernah beberapa kali berada di homebase pencinta alam kampusnya. Dari situlah Maryam kenal dengan Marco, sang komandan organisasi pencinta alam.

Maryam teringat tahun-tahun yang telah lewat, dirinya aktif di kegiatan dakwah masjid kampus. Saat bulan Muharam tiba, biasanya aktivis masjid kampus menyiapkan acara syukuran khitanan massal untuk anak-anak yang berdomisili di sekitar kampus. Banyak makanan yang harus dimasak, untuk hidangan para tamu. Karena itu aktivis masjid meminjam homebase milik organisasi pencinta alam untuk tempat memasak. Hari itu tidak ada anggota pencinta alam yang beraktivitas di dalam homebase, yang ada cuma para akhwat sibuk memasak dan menyusun hidangan ke atas baki dan kemasan karton.

Tiba-tiba Marco masuk ke dalam homebase, mau mengambil helmnya yang tergeletak di atas sebuah lemari. Saat itu Marco adalah komandan UKM pencinta alam kampus. Dia mengamati markasnya yang dipenuhi oleh mahasiswi berhijab.

Marco bicara, “Ukhti, kalau sudah selesai masak, tolong bersihkan lagi homebase ini. Jangan berantakan dan kotor!”

Seorang akhwat menyeletuk, “Tadinya juga udah kotor dan berantakan, Bang.”

Marco bicara lagi, “Lantas apa bedanya, muslimah seperti kalian, dengan orang-orang gondrong yang suka nongkrong di sini? Kalau sama-sama jorok, kok nggak ada bedanya ya?”

“Iya, nanti kami bersihkan.” sahut Maryam. Kemudian Marco pergi.

Kelar masak, para akhwat meninggalkan homebase, mereka mandi, dandan, untuk mengikuti acara pokok yang akan segera dimulai di aula kampus. Sementara di dalam homebase, ada setumpuk perabot bekas masak. Maryam memilih tidak ikut acara pokok, dia membawa perabotan itu ke halaman samping homebase, di mana ada keran air. Maryam mencuci perabotan itu, daripada nanti Marco menyindir bahwa aktivis masjid kampus ternyata jorok.

Selesai mencuci wajan dan panci berukuran besar, Maryam bangkit sejenak karena pegal, berbalik badan, tertegun melihat Marco sedang berdiri di teras homebase, memandanginya. Wajah Marco tampak serius, atau kesal mungkin, karena homebase yang kotor belum lagi disapu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencintai Seorang Climber   bab 199. Membalas Rasa Sakit

    Ponsel Marco berbunyi, ternyata panggilan dari mamanya.“Iya Ma ....”“Kamu ada di mana, Marco? Sepupumu bilang kamu sudah pulang kemarin siang, tapi sampai sekarang kamu belum balik ke rumah.”“Aku ada perlu sebentar ke rumah teman .... nanti aku pulang.”“Rumah teman di mana? Di Cirebon? Kamu bolak-balik mendatangi Maryam? Benar kan?”“Iya Ma ....”“Jangan bilang kalau kamu sudah nekad nikah siri dengan Maryam!”“Nggak Ma, belum ....”“Kamu menjalin hubungan lagi dengan Maryam?”“Iya Ma, karena aku sudah merasa cocok dengan Maryam.”“Cocok apa maksud kamu?”“Maryam yang paling cocok jadi istriku.”“Tapi mama nggak cocok sama Maryam.”Marco terdiam sejenak, dia tidak mau berdebat dengan mamanya, apalagi melalui ponsel,“Nanti aku pulang, Ma.”“Hari Sabtu pagi kamu harus sudah ada di Bandung. Bisa, kan?”“Ada acara keluarga ya, Ma?”“Ya, kamu harus hadir. Bisa kan? Harus bisa!”“Iya Ma.”Pembicaraan selesai. Hari itu hari Jumat. Marco ada di penginapan milik Sunedi. Belum ada kelanjut

  • Mencintai Seorang Climber   bab 198. Ujungnya Damai

    Marco dan Maryam sedang bicara lewat ponsel.“Marco, kalau benar bukan Daffa pelakunya, apakah mungkin ... adiknya adalah pelaku sesungguhnya dari kebakaran rumah Irma?”“Adiknya, atau bisa saja emaknya. Si Daffa sepertinya pasang badan buat pelaku sebenarnya.”Marco teringat, bahwa dirinya pun pernah pasang badan untuk papanya. Hanya bedanya, saat itu Marco tidak jadi tersangka, dia hanya memberikan alibi buat seorang wanita yang merupakan istri siri papanya. Namun, ternyata akibatnya fatal karena Maryam mengira dirinya punya hubungan pribadi dengan wanita itu. Saat itu bahkan Maryam membatalkan rencana pernikahan mereka.Kali ini, Marco dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Daffa. Seperti dirinya dulu, niat awal hanya untuk menutupi kesalahan papanya karena menikah lagi, ujung-ujungnya rencana pernikahannya yang gagal total. Sekarang hal semacam itu dilakukan oleh Daffa, tapi sepertinya Daffa bakal dapat masalah lebih berat, karena yang dia akui adalah sebuah tindak pidana.“Marco

  • Mencintai Seorang Climber   bab 197. Permintaan Mama

    Marco kembali mendapat panggilan wawancara kerja di Jakarta. Kali ini dari sebuah grup perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan wisata kapal pesiar. Marco teringat wawancara sebelumnya di sebuah perusahaan transportasi udara, bahkan dirinya sudah menjalani tes kesehatan, tapi ternyata belum ada kabar lagi. Marco merasa mungkin dirinya tidak masuk kualifikasi untuk perusahaan transportasi udara itu. Sekarang ada panggilan wawancara lagi, berasal dari perusahaan perhotelan yang sudah punya banyak cabang di Indonesia.Ketika berpamitan pada mamanya, saat sarapan pagi, sang mama tampak tidak suka jika Marco bersikukuh dengan niat untuk bekerja di perusahaan milik orang lain.“Mau sampai kapan kamu menghindar dari keluarga?”“Aku tidak menghindar dari keluarga. Buktinya aku pulang ke rumah Mama.”“Mama sedang ikut pameran fashion, kamu mau antar Mama?”“Kapan?”“Hari Sabtu ada fashion show di Sabuga, mama menampilkan busana pengantin klasik dan muslimah. Kamu antar mama, ya?”Marc

  • Mencintai Seorang Climber   bab 196. Pelaku Pembakaran

    Polisi memanggil Ruhiyat sebagai pemilik rumah yang terbakar itu. Sebelum memenuhi panggilan polisi, Ruhiyat sudah mengerahkan beberapa orang untuk mencari tahu, apakah benar ada CCTV yang merekam mobil milik anaknya terparkir di minimarket dekat lokasi rumah yang terbakar itu? Selain CCTV yang di minimarket, apakah ada CCTV lain, di dekat rumahnya itu?Dari hasil pengamatan dan penyelidikan anak buahnya, ternyata tidak ada CCTV. Di minimarket itu, CCTV milik minimarket sedang rusak. Polisi mendapat foto mobil dengan plat nomor yang merupakan milik keluarga Ruhiyat, ternyata foto tersebut berasal dari tukang parkir. Bukan sengaja tukang parkir itu membuat foto mobil tersebut, pada mulanya dia hanya iseng merekam kelakuan kucing di halaman minimarket itu, pada pukul sepuluh malam. Minimarket itu sudah tutup pada pukul Sembilan malam. Walaupun sudah tutup, halaman minimarket kerap kali dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk tempat parkir. Dan para juru parkir menjadi penguasa sepenuhnya j

  • Mencintai Seorang Climber   bab 195. Pinjam Rumah

    Pagi hari, di markas polisi wilayah Cirebon, seorang reserse dari Satuan Reskrim, bernama Inspektur Polisi Dua [Ipda.] Jayadi, 25 tahun, melaporkan hasil penyelidikannya.“Rumah milik Almarhum Sugiyono, dijual oleh anak-anaknya. Sebulan lalu rumah itu dibeli oleh Ruhiyat, 50 tahun, seorang pengusaha transportasi. Menurut keterangan Ketua RT. setempat, Ruhiyat menikah dua minggu lalu di rumah itu. Pernikahan siri dengan wanita muda yang menjadi istri kedua. Kemudian ada laporan bahwa istri pertama serta kedua anak Ruhiyat melabrak ke rumah itu, dan melakukan tindak kekerasan serta pengeroyokan terhadap seorang wanita muda bernama Maryam.”“Apakah wanita yang dikeroyok itu istri muda Ruhiyat?” tanya komandan markas.“Bukan. Mereka memang hendak melabrak istri muda Ruhiyat, tapi salah sasaran. Sempat ada laporan polisi tentang kasus pengeroyokan itu, tapi Maryam sudah mencabut laporan. Kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan. Tapi ternyata tadi malam ada yang sengaja membakar rumah Ru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 194. Korban Kebakaran

    Seorang pria menghentikan laju motornya di depan pagar rumah Irma. Pria itu tercengang ketika melihat kobaran api di teras, tepat di depan pintu. Segera dia berlari ke halaman rumah itu. Dilihatnya lidah api sudah mulai menjilati pintu dan kusen jendela yang terbuat dari kayu. Dia tidak bisa memasuki rumah melalui pintu depan.“Kebakaran! Kebakaran! Tolong! Tolong!” Pria itu berteriak. Kemudian dia teringat ada pintu satu lagi di samping rumah. Pintu yang terhubung ke ruang tengah. Hanya saja dia belum pernah melewati pintu samping itu, dan seingatnya, belum pernah melihat pintu samping itu dibuka.“Kebakaran! Tolong! Ada kebakaran!” pria itu Kembali berteriak, untuk memberitahu tetangga, karena api bisa merembet ke rumah tetangga. Dia juga bakal butuh bantuan andai pintu samping itu tidak bisa dibuka karena mungkin saja terkunci dari dalam.Benar dugaannya, pintu samping itu terkunci, atau disel0t dari dalam. Sementara di dalam rumah, ada dua orang wanita. Pria itu sudah berusaha ber

  • Mencintai Seorang Climber   bab 193. Menyala

    Marco masih berada di sebuah rest area wilayah Kabupaten Cirebon. Ketika dia sudah memasuki mobilnya, dia melihat kedua pria yang tadi ada di toilet, sedang berjalan menuju tempat parkir. Marco tidak buru-buru menyalakan mobilnya, dia melihat dulu kedua orang itu, apakah naik mobil bersama, atau masing-masing. Ternyata keduanya naik mobil masing-masing. Pria yang pernah ditampar Marco, bernama Daffa, naik mobil berwarna gelap, tapi bukan mobil yang pernah dipakai menabrak pagar rumah Irma. Sedangkan pria yang seorang lagi naik mobil warna silver.Marco mengemudikan mobilnya ke luar dari rest area. Sempat dilihatnya mobil yang dinaiki Daffa mampir dulu di pom bensin yang ada di rest area tersebut. Sedangkan mobil warna silver yang dinaiki oleh rekannya Daffa, sudah melaju ke luar dari rest area itu. Marco tidak peduli lagi dengan kedua orang itu, dia fokus memegang kemudi dan melihat jalan. Rencananya dia tidak akan mampir lagi di rest area. Setelah keluar dari gerbang tol Palimanan, M

  • Mencintai Seorang Climber   bab 192. Banyak Tamu

    Merasa hari itu adalah hari terakhirnya di Kota Cirebon, Marco mengajak Maryam jalan-jalan lagi. Maryam baru dapat waktu luang di atas pukul dua siang, karena dia sibuk membantu di warung nasi emaknya. Pada jam makan siang, warung cukup padat oleh pembeli yang makan di tempat ataupun makanannya dibungkus. Setelah customer surut, cucian piring dan gelas sudah selesai dikerjakan, Maryam mandi dan sedikit berdandan. Dia minta izin pada ibunya untuk jalan-jalan dengan Marco.“Aja suwe-suwe ya Nok, kalian belum halal kalau berdua-duaan.” ucap ibunya. Aja suwe-suwe maksudnya jangan lama-lama.“Hanya sebentar Mak, sebelum maghrib sudah pulang.”Maryam menunggu kedatangan Marco. Tak lama Marco datang, kali ini dia mengendarai mobilnya. Marco sempat masuk ke warung, untuk minta izin pada emaknya Maryam.“Makan dulu!” Itulah ucapan khas emaknya Maryam pada setiap tamu yang datang, maklum saja, namanya juga owner warung nasi.“Terima kasih, Bu, tadi saya sudah makan siang.” jawab Marco.Maryam m

  • Mencintai Seorang Climber   bab 191. Sudah Biasa Dilabrak

    Sore hari, ketika sudah berada di rumah, Maryam menelepon Irma.“Teh, lagi ada di mana?”“Aku di rumah emak.”Maryam merasa lega karena Irma ada di rumah ibunya yaitu Wartini. Setahu Maryam, di rumah Wartini ada keponakan Wartini yang ikut tinggal di situ. Lagipula, rumah Wartini berada di sebuah wilayah yang cukup padat penduduknya. Beberapa kerabat Wartini tinggal tak jauh dari rumah Wartini. Jika ada orang-orang yang datang ke situ untuk melabrak Irma, pastinya bakal banyak kerabat yang membela Irma.“Teteh aman, kan?”“Kenapa kamu nanya begitu, Maryam? Aku mah, selalu aman-aman saja.”“Aku khawatir kalau Teteh tinggal sendirian di rumah yang kemarin dipakai tempat akad nikah itu. Khawatir Teteh dilabrak lagi sama keluarga suamimu.”“Aduh Maryam, soal dilabrak mah, aku sudah biasa ....”“Hah? Memangnya ... istri pertama suamimu sudah pernah melabrak Teteh sebelum kasus yang kemarin itu?”“Bukan dia sih ... Aku ini biduan Pantura, banyak bapak-bapak yang nyawer aku kalau aku pentas.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status