Share

BAB 02

BUBUR AYAM RASA CINTA

TANPA DUSTA

Selogan yang terdapat pada gerobak bubur ayam langganannya sudah tampak.

Lova pun menepikan motornya. Dia beranjak ke arah gerobak bubur dengan tenda sederhana yang sudah menjadi langganannya sejak dua tahun yang lalu, tepatnya dari dirinya memasuki jenjang Sekolah Menengah Kejuruan.

"Pagi Neng Lope," sapa Mang Ujang yang memang cukup akrab dengan Lova selaku pelanggan pertama yang berujung menjadi pelanggan setia.

"Pagi Mang," sapa Lova ramah. Jika ada seseorang yang diperlakukannya dengan layak maka dia adalah malaikat berwujud manusia. Contohnya Mang Ujang. Pak tua baik hati yang murah senyum.

"Nih bubur ayam tanpa kacang plus daun bawang kesukaannya Neng Lope." Mang Ujang menghidangkan bubur yang menurutnya memiliki cita rasa super nikmat.

"Makasih, Mang."

"Iya sama-sama." Mang Ujang terlihat menyiapkan dagangannya kembali. Jam masih menunjukan pukul 05:45, wajar jika Mang Ujang masih belum sepenuhnya siap.

Lova makan dengan hati-hati. Bibir mungil bergelombangnya tak dibiarkannya ternodai oleh campuran kaldu serta kecap. Sesekali dia menyeruput teh hangat yang tersedia. Lova tidak pernah berangkat ke sekolah dalam keadaan perut kosong. Pantang baginya untuk menyakiti bagian dari dirinya.

"Mang uangnya, kembaliannya ambil aja ya, Mang."

Mang Ujang mengacungkan jempolnya, tidak lupa dia juga memberikan senyuman yang membuat ujung matanya mengecil. Awalnya, pria tua itu selalu menolak dengan alasan Lova pun masih anak sekolah, tapi saat Lova menunjukan isi dompetnya Mang Ujang pun tak lagi bisa menolak, dia menerimanya dengan untaian doa agar gadis dengan kulit seputih salju itu selalu dalam lindungan yang maha kuasa. Entah lah, saat pertama kali melihat Lova, Mang Ujang merasa gadis itu berbeda dari kebanyakan orang.

Lova kembali membawa motornya, menyusuri jalan dengan kecepatan sangat pelan. Jarak antar sekolah dari rumahnya memang tidak terlalu jauh, tapi caranya membawa motor lah yang mengharuskan Lova berangkat sepagi ini.

Lova tidak pernah membawa motor dengan kecepatan melibihi batas maksimum bahkan yang ada dibawah minimum. Alasannya, hanya satu; demi keselamatan diri.

Sesekali Lova bersenandung mengalunkan nada musik klasik yang kerap didengarnya kala senggang. Jemarinya dengan sigap menekan rem tangan saat lampu merah menyala, bibirnya masih setia mengalunkan nada-nada dengan suara yang amat pelan.

Dua detik Lova lalui tanpa hambatan, tapi didetik selanjutnya tiba-tiba dengan lancang seseorang duduk di belakangnya.

Lova kontan menoleh, dan mendapati seorang laki-laki dengan masker juga topi hitam yang nyaris menutupi permukaan wajahnya. Lova memandang manusia yang tidak tahu dari mana datangnya itu sengit.

"Heh manusia, turun lo!" perintah Lova tajam. Bahkan setiap katanya dia buat penuh penekanan.

Laki-laki itu terlihat meyengir, terbukti dari matanya yang menyipit. Seolah yang dia lakukan adalah hal yang biasa, padahal bagi Lova itu merupakan tindakan kurang ajar.

"Please, gue numpang. Kita satu sekolah, kok. Nih lihat baju seragam kita aja sama." Laki-laki itu menunjuk rok di bawah lutut Lova yang memang senada dengan celana laki-laki itu.

"Gak! Turun! Dasar manusia menyusahkan!" tolak Lova mentah-mentah. Tentu saja, bahkan jika dirinya bisa memilih dia tidak ingin berurusan dengan manusia.

"Gue janji, lo gak bakal nyesel pas tahu siapa gue sebenarnya," mohon laki-laki itu. Lova baru saja ingin mendebatnya, tapi lampu lalu lintas yang sudah berubah warna membuat Lova mau tidak mau menjalankan motornya.

Tapi tidak lama, Lova kembali menepi.

"Turun lo!" Kali ini suara Lova yang datar dibuat sedikit naik.

Laki-laki itu tetap pada pendiriannya, bahkan dia sama sekali tidak merasa bersalah. Lova beberapa kali memberanikan diri mencoba menarik lengan laki-laki itu, bahkan sesekali dia memakinya, tapi tenaga yang tidak sebanding membuat Lova menyerah dengan cara yang ini.

"Dasar manusia nyebelin! Tunggu di sini! Ingat, gue lakuin ini bukan karena gue peduli sama lo, tapi gue peduli sama diri gue!" delik Lova kemudian bergegas ke arah pangkalan ojeg yang dirinya ketahui tak jauh dari sana.

Sedangkan laki-laki itu memilih mendumel, mengomentari kelakuan gadis itu. Merasa tak terima dirinya diperlakukan seperti kuman yang mati-matian gadis itu hindari.

"Kalau tahu siapa gue, lo bakal nyesel senyesel-nyeselnya! Gue Leonatta, cowok kesayangannya para cewek." Ya, pemuda itu adalah Leonatta, si aktor muda yang namanya kerap kali wara-wiri ditelevisi.

❄☀️❄

Gerbang sekolah yang menjulang tinggi sudah terlihat. Lova pun memasuki gedung berlantai tiga itu. Motornya bergerak ke parkiran khusus kendaraan beroda dua, tepatnya dipaling pojok di bawah pohon mahoni yang rindang. Di mana hanya ada motor Lova seorang.

Lova sengaja menempatkan Ajay di sana, dia selalu mengajarkan Ajay untuk berdiri sendiri. Karena pada akhirnya hanya diri sendiri yang akan selalu menemani ketika yang lain memilih pergi.

Lova terlihat membuka hoddie, menaruhnya dilengan kiri. Dia mulai melangkah menyusuri koridor yang pagi ini terlihat sangat ramai. Lova hanya fokus pada langkahnya, sama sekali tidak ingin tahu dengan kehebohan yang tercipta kali ini.

Kelas XII Akuntansi 4 adalah tujuannya. Kelas yang nyaris semua otak siswanya hanya berisikan rumus harta, utang, dan modal. Dia cukup nyaman tinggal di kelas yang kebetulan seluruh penghuninya adalah perempuan. Dia tidak perlu repot-repot bersosialisasi karena memang isi otak mereka tak jauh-jauh dari Jurnal Penyesuaian, Laporan Laba Rugi, Buku Besar dan Neraca.

"Lovaaaaa! My Baby yuhuh!" Namanya Zara. Gadis dengan aksesoris serba merah muda yang tidak termasuk ke dalam jajaran siswa jenius di kelasnya bahkan alasannya mengambil jurusan Akuntansi pun karena iming-iming mobil mewah yang kini sudah di dapatkannya. Lova tak pernah menanyakannya, gadis itu yang memberitahunya secara suka rela. Sialnya, gadis itu adalah teman satu barisannya.

Lengan Lova terlihat digandeng mesra oleh Zara, bahkan sesekali gadis itu menghirup baunya yang katanya unik. Perpaduan antara citrus juga minyak kayu putih.

"Aku punya berita ter-hot, lho." Seperti biasa Zara selalu bicara tanpa diminta. Bibirnya jarang sekali tertutup rapat. Ada saja pembahasan yang pada awalnya membuat Lova jengah, tapi seiring berjalannya waktu telinga Lova mulai terbiasa.

"Kamu tahu, sekolah kita kedatangan murid baru. Dan lebih wow-nya dia adalah Leonatta Argantara. Si ganteng yang lagi booming-booming-nya," jerit Zara tertahan yang tidak memberikan efek apapun pada ekspresi wajah Lova. Gadis itu bahkan dengan santai duduk dikursinya, tepat di samping kiri Zara.

"Enggak," jawab Lova seadanya.

"Lova Sayang, kamu, kok, biasa aja, sih, tanggapannya?" Zara tahu, Lova mungkin tidak peduli dengan hal-hal tidak penting seperti itu, tapi ayolah! Ini Leonatta. Memangnya ada yang tidak mengenal—

"Gue gak kenal dia," timpal Lova yang membuat Zara menganga.

"Lova ya ampun. Demi apa? Kamu gak kenal Leo? Ih itu, lho, cowok yang meranin film Love Story, yang bahkan quotes-nya gak kalah booming. Film yang mampu mecahin rekor. Gila, 10 juta penonton!" pekik Zara heboh. Namun, kehebohannya sama sekali tidak menularkan apapun pada gadis yang kini sibuk dengan buku tebal bertuliskan Pajak PPH Pasal 22 disampulnya.

Lova memilih diam. Yang berhasil memancing Zara bereaksi lebih. Mata Zara melotot, mulutnya terbuka lebar-lebar. "Jangan bilang kamu belum nonton filmnya?" tebaknya yang tak mendapat anggukan atau pun gelengan dari Lova.

"Menurut lo gimana jalan ceritanya?" tanya Lova memilih tak menyahuti ucapan Zara sebelumnya.

"Seru dan keren abis! Pokoknya kamu harus nonton. Aku temenin, deh."

"Enggak. Makasih."

Zara mendengus. Zara sudah terbiasa dengan sikap gadis yang dirinya anggap sebagai sahabat itu. Sudah nyaris dua tahun dia mengenal Lova. Dan dia merasa nyaman bersahabat dengannya, meskipun Zara akui selama ini hanya dirinya lah yang membuka diri. Tapi Zara tak masalah dengan itu, Zara yakin suatu saat nanti Lova akan memperlakukan dia selayaknya seorang sahabat.

"Lov, aku boleh lihat Pajak, gak?" Zara menyengir lebar, menampilkan gigi putihnya.

Lova tidak berkata apa-apa, tapi tangannya bergerak membuka tas gendong putih miliknya lalu mengambil buku catatan bersampul senada dari sana.

"Terima kasih, Lova-ku Sayang!" Tak lupa pelukan singkat Zara layangkan. Tak lupa juga Zara mendaratkan sebuah kecupan singkat dipipi gadis sedingin es itu. Kebiasaannya yang sudah tak bisa Lova larang.

❄☀️❄

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status