Share

Bab 3

Author: Naiynana
last update Last Updated: 2025-10-09 17:20:12

Kalea menatap piyama lusuh milik Diana, lengkap dengan sepasang pakaian dalam yang karet pinggangnya sudah cukup longgar. Gadis itu ingin mandi dan berganti pakaian, tapi dia datang ke rumah Hamish dengan tangan hampa. Jangankan baju, sepeser uang pun tidak ada. Dion benar-benar menyeretnya ke kediaman Hamish tanpa bekal apa pun. Alhasil, dia terpaksa menerima sejumlah pakaian lama milik Diana.

“Pakailah. Nanti aku carikan baju lain yang ukurannya lebih pas, juga yang sedikit lebih bagus,” kata Diana, wanita gemuk berusia hampir tiga puluh tahun itu.

“Terima kasih,” ucap Kalea lirih. Ia pun pergi ke kamar mandi dengan perasaan campur aduk.

Kalea meringis saat air shower mengguyur tubuhnya. Bekas tendangan Dion di punggung dan perut ketika ayahnya itu memaksa untuk datang ke tempat Hamish terasa linu. Dadanya sesak oleh rasa getir yang tak kunjung reda.

Perih itu semakin menjadi ketika dia mengenakan pakaian Diana yang serba kedodoran.

“Ibu…” bisiknya. Air mata jatuh deras ketika dia harus mengikat karet pinggang celana piyama dengan ikat rambut, agar celana itu tidak merosot.

Rasanya, ingin sekali Kalea mengadu. Mengurai segala pahit yang ia tanggung sejak ibunya meninggal dua tahun lalu. 

Air mata merebak saat kata-kata sang ibu terngiang di benaknya.

“Lea, janji sama Ibu… tetap hidup. Karena hanya dengan bertahan, kamu bisa menemukan kebahagiaan yang Ibu tidak sempat berikan.”

Mengingat itu, Kalea mengepalkan tangan. Andai tak karena pesan terakhir sang ibu, mungkin dia sudah lama memilih jalan pintas. Sungguh, dia lelah. Ingin menyerah.

Dengan langkah gontai, Kalea keluar dari kamar mandi dan kembali ke kamar yang ditempatinya bersama Diana.

“Ayo tidur, Kalea. Besok kita harus bangun jam tiga pagi. Segunung pekerjaan sudah menunggu. Apalagi May besok tidak masuk, mau antar anaknya berobat,” ujar Diana sambil menepuk kasur di sisinya.

Kalea mengangguk, lalu meringkuk di sisi Diana.

Gadis itu mencoba memejamkan mata, tetapi kantuk malah menjauh. Rasa gelisah kian kuat saat Diana mematikan lampu kamar. Kalea ingin protes, tapi ia tahu diri, dirinya hanyalah anak baru di sana.

Tubuhnya mulai gemetar. Kedua tangannya erat mencengkeram ujung-ujung selimut. Ia takut gelap. Bukan tanpa sebab, hampir dua tahun terakhir, setiap malam Dion selalu masuk ke kamarnya. Mematikan lampu, lalu melampiaskan amarah dan stres dengan menyiksa Kalea. Pukulan, jambakan, dan tendangan mendarat hingga pria itu merasa puas.

“Tidur, Lea. Ini bukan di rumah. Meski gelap, di sini aman. Ini rumah Tuan Hamish. Tak ada lagi iblis itu…” Kalea berusaha menenangkan diri. Da mengulang-ulang kalimat itu sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.

**

“Jangan… ampun… jangan…”

Diana mengucek matanya. Suara lirih terdengar di telinganya. Dia pun menyalakan lampu, mendapati Kalea sedang mengigau.

“Kalea?” Diana menepuk bahu gadis itu, berniat membangunkannya. Namun langkahnya terhenti ketika melihat wajah Kalea memerah seperti udang rebus.

Dia beringsut mendekat dan meraba dahi Kalea. Seketika dia terbelalak. 

Panas. Suhu tubuh gadis itu tinggi sekali, bahkan napasnya terasa menyengat!

“Kalea? Kamu sakit?” Baru kalimat itu terucap, tiba-tiba tubuh Kalea kejang-kejang.

“Kalea! Kalea!” Diana membelalak panik.

“Tolooong!” teriaknya. Wanita itu segera turun dari ranjang dan berlari keluar kamar. “Tolooong! Tolooong!”

Suara teriakannya menggema, membangunkan penghuni rumah. Diana tak peduli lagi pada aturan yang melarang adanya suara ribut.

“Ada apa? Kenapa tengah malam bikin keributan?”

Diana terlonjak kaget. Dari sekian banyak orang yang diharapkan mendengar teriakannya, mengapa justru suara itu yang paling dulu menyahut?

“T-Tuan Hamish…” Diana buru-buru menunduk, wajahnya pucat.

Hamish yang baru tiba di rumah menghela napas berat.

“Ada apa?”

“Anu, Tuan… Kalea, orang baru itu. Dia kejang-kejang. Badannya panas sekali. Saya takut kenapa-kenapa. Saya juga bingung harus apa.”

“Apa?” Hamish tampak terkejut. Baru kali ini dia mendengar pekerjanya sakit parah seperti itu.

Dia segera berjalan menuju kamar pelayan dengan Diana mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di sana, Hamish langsung memeriksa Kalea. Gadis itu sudah berhenti kejang, tetapi suhu tubuhnya sangat tinggi.

“Ampun… jangan… jangan pukul…” bisik Kalea lirih. Matanya terpejam rapat, tetapi air mata mengalir deras di pipinya.

“Dia terus begitu, Tuan,” ucap Diana pelan.

Hamish terdiam sejenak. Kalea terlihat begitu menyedihkan.

“Ambil kompres, cepat!” perintahnya. Dia merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel, lalu menelepon dokter pribadinya.

“Sementara kompres dia. Dokter Stephen akan segera ke sini.”

Diana berlari mengambil kompres dan kembali dengan tergesa. Saat dia meletakkan kain basah di dahi Kalea, dia menoleh ragu.

“T-Tuan…” panggilnya takut-takut.

Hamish menoleh. “Kenapa?”

“Maaf, Tuan. Tapi… lihatlah ini.” Diana menunjuk punggung Kalea yang tak sengaja tersingkap ketika tubuh gadis itu meringkuk sambil menggigil.

Hamish mendekat, menunduk sedikit. Matanya membulat saat Diana perlahan menaikkan pakaian Kalea.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
sitizakia@gmail.co
KDRT ya Allah sedih banget hidupmu Lea
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 13

    Pria itu melumat dan menyesap bibir Kalea bergantian. Atas dan bawah, bergelora penuh desakan. Bahkan lidahnya ikut merangsek, menelusup mencari-cari lidah Kalea yang pasif, tak bergerak.Kalea kewalahan. Napasnya memburu, dadanya naik-turun tak terkendali. Ia belum pernah merasakan ciuman sama sekali. Semua terasa asing, terlalu cepat, terlalu mendebarkan. Gadis itu hanya bisa megap-megap, lalu pasrah. Membiarkan dirinya hanyut pada arus yang Hamish ciptakan untuknya.Tautan bibir mereka terlepas sejenak. Hamish mundur, menatap wajah Kalea yang memerah padam, rambutnya sudah berantakan. Napas pria itu berat, tersengal, namun tatapannya masih begitu membakar. Tanpa berkata apa pun, ia menggamit lengan Kalea untuk berdiri, lalu kembali meraih bibirnya.Kali ini, ciuman Hamish tak seburu-buru sebelumnya. Pria itu jauh lebih lembut dan perlahan seperti tahu bahwa lawannya masihlah sangat amatir. Dan kali ini, Kalea dengan malu-malu mulai membalas ciuman pria itu. Keduanya saling berpagut

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 12

    Seperti terkena mantra beku, Kalea tak bergerak sama sekali. Kaku. Bahkan untuk sesaat, nyawanya seperti keluar dari tubuhnya.Ia tak percaya sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Kalea bisa merasakan bibir yang lembut dan hangat itu menempel di bibirnya. Benarkah Hamish menciumnya? Kenapa dia menciumnya?Namun, tiba-tiba Hamish menjauh. Pria itu tampak linglung sejenak, menatap Kalea, lalu berdehem sebelum duduk tegak kembali.“Ayo, kita keluar,” ucapnya seraya bangkit.Hamish menoleh karena Kalea tak ikut berdiri bersamanya. Gadis itu masih mematung di tempatnya.“Sudah malam,” ucap Hamish.Kalea yang masih kaget juga bingung akhirnya bangkit dan mengikuti langkah Hamish keluar dari sana.“Jangan salah paham. Aku … hanya ingin meredakan ketakutanmu,” ucap Hamish setelah beberapa saat hanya mereka habiskan dengan diam.“Besok aku akan suruh seseorang mengganti lampunya. Sekarang, pergilah tidur,” sambungnya, lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Kalea.***Sejak malam itu, seja

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 11

    “Semua orang mencarimu, dan kamu malah bersembunyi di sini.” Hamish berkata seraya membuka lembar-lembar buku sketsa milik Kalea.“Jam berapa sekarang? Saya ketiduran! Saya belum merapikan makan malam Tuan.” Kalea grasak-grusuk. Sementara itu, Hamish justru duduk santai di kursi lipat kosong di sebelah Kalea.“Jangan cemas, semua tugasmu sudah dikerjakan Diana. Sekarang sudah jam sepuluh.”“Apa? Jam sepuluh?” Kalea memekik kaget.Hamish tidak menanggapi. Perhatiannya terpusat pada salah satu halaman buku sketsa. Sampai kemudian, dia melihat satu gambar yang membuatnya terdiam cukup lama.“Apa ini… aku?”DEG!Jantung Kalea serasa berhenti berdetak saat Hamish menanyakan hal itu. Ia baru teringat sesuatu!Gadis itu membeliak dan langsung berusaha merebut buku sketsanya. Namun, dengan cepat Hamish menjauhkan buku tersebut hingga tak terjangkau Kalea. “Kamu diam-diam menggambarku?” Hamish berdiri dengan satu tangan menahan buku tinggi-tinggi. “Kenapa menggambarku tanpa izin?”“I-Itu…” Ka

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 10

    Sejak Hamish memberinya satu set alat gambar untuk membuat desain, Kalea kembali mengurus meja makan untuk Hamish.Gadis itu juga sudah tak pernah murung lagi. Lebih sering tersenyum dan bertingkah ceria. Ia juga mulai senang tertawa saat berkumpul dengan pekerja yang lain.“Apa … Tuan sudah memutuskan?” tanya Jordi pada Hamish yang sedang duduk santai di balkon lantai dua yang menghadap ke halaman belakang.Sudah setengah jam Hamish duduk diam di sana dengan mata tak putus memperhatikan ke para pekerjanya yang sedang merapikan rumpun-rumpun bunga. Di sana, ada May, Diana, Kalea, dan dua orang tukang kebun. Mereka sedang gotong royong sambil bersenda gurau.“Memutuskan apa?” tanya Hamish tanpa menoleh. Matanya kini mengekori Kalea yang berlari gara-gara melihat seekor ulat bulu.“Bukankah Tuan memperhatikan Kalea? Apakah Tuan akan menjadikannya salah satu wanita Tuan?”Hamish sontak menegakkan tubuh, lalu menoleh tajam.“Sejak kapan mulutmu selancang itu, Jordi?”“Maaf, Tuan.” Jordi m

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 9

    “Hah?”“Apa kamu tuli?”Kalea mengerjap, lalu buru-buru bangkit dan berlari menuju mobil Hamish.Pria yang selalu tampil perlente dan rambut tersisir rapi ke samping itu menyusul, lalu membukakan pintu mobil untuk Kalea. “Masuk!”Kalea menurut, duduk kaku di kursi depan. Hamish pun masuk ke sisi kemudi.“Besok mau sembunyi di mana lagi?” tanyanya dingin. “Apa kamu tidak lelah terus-terusan menghindariku?”Kalea menelan ludah. “Apa selama ini Tuan tahu?” batinnya.“Tapi… bukankah itu perintah Tuan? Tuan melarang saya menampakkan diri. Saya hanya menjalankan perintah Tuan.”Hamish terdiam sejenak, lalu mengangguk pendek.“Tuan… apa saya akan dikirim kembali pada ayah saya?” Kalea memberanikan diri bertanya dengan perasaan was-was.Hamish menatapnya. Melihat wajah Kalea yang pucat dengan mata berkaca-kaca, ia memilih menjawab singkat.“Tidak.”Mendengar itu, Kalea langsung meniup napas lega sambil memegangi dada. “Lea,” ucap Hamish ketika mobil berhenti di halaman rumah. “Ikut aku ke r

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 8

    Sudah dua hari Hamish tidak melihat keberadaan Kalea. Saat sarapan pun, meski ia datang lebih awal, gadis itu tak pernah tampak.“Apa Kalea sakit lagi?” tanya Hamish pada Diana yang sedang membereskan meja.“Tidak, Tuan. Kalea sehat.”“Lalu kenapa dia tidak pernah terlihat? Maksudku, kenapa sekarang yang bertugas di meja makan bukan dia lagi?”“Kami bertukar tugas, Tuan. Kalea meminta pekerjaan di gudang dan area belakang.”Hamish terdiam. Ingatannya kembali pada kejadian di tepi kolam renang.“Apa Tuan mencari Kalea?” tanya Diana hati-hati.“Apa? Tidak!” Hamish menjawab terlalu cepat.Selepas sarapan, bukannya bersiap ke kantor, Hamish justru berjalan ke belakang rumah, menyusuri petak-petak halaman luas yang dipenuhi pepohonan langka. Langkahnya terhenti ketika dari kejauhan ia melihat Kalea sedang membawa sapu sambil berbicara pada sebatang pohon.Sesekali gadis itu berkacak pinggang dengan wajah marah, bahkan mengacungkan tinju berkali-kali ke arah pohon, seakan batang kayu itu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status