Share

Bab 4: Kesepakatan

“Baca ini!” ucap Keinan yang memberikan sebuah kertas dengan ketikan rapi yang tertulis di sana.

Keira menerima kertas dan membaca kertas itu.

“Apa ini?”

“Kesepakatan.”

“Kesepakatan?”

“Iya, kesepakatan. Kamu terlihat tidak nyaman dengan hubungan ini. Oleh karena itu, mari kita buat kesepakatan ini agar kita sama-sama nyaman.”

Keira mengernyitkan dahi. Keira membaca poin-poin dari isi kesepakatan itu. Diantaranya adalah untuk tidur pisah kamar dan Keira yang harus menuruti apa keinginan Keinan.

“Kenapa poin gua harus nurut ke lo dua kali?” tanya Keira.

“Saya tahu kamu suka memberontak. Kalau saya tidak menulis dua kali nanti kamu beralasan lupa.”

Keira hanya mampu menatap tidak percaya dengan penjelasan Keinan.

“Sudah, patuhi saja! Oh, iya ingat itu bukan kesepakatan lebih tepatnya itu adalah surat pemberitahuan dari saya!” tegas Keinan dan bangkit berdiri.

“Pak, tunggu! Saya juga mau ajuin satu poin penting.”

Keinan menaikkan alisnya pertanda menyilakan kepada Keira.

“Kita jangan saling tegur sapa di luar rumah. Apalagi kalau ketemu, pura-pura nggak saling kenal pokoknya.”

“Kenapa?” kerut Keinan.

“Saya nggak mau orang tahu kalau saya udah menikah.”

Keinan memiringkan kepalanya berpikir. “Terserah saja. Lagian saya juga tidak akan menyapamu terlebih dahulu,” ucap Keinan dan berlalu masuk ke kamar yang terletak di atas.

***

Setelah kesepakatan yang ternyata hanya sebuah pengumuman dari Keinan itu. Keira berdiam diri di kamar seharian. Lebih tepatnya Keira hanya bermain game sepanjang hari. Sampai matahari pun berubah menjadi sinar rembulan dan sekarang perutnya mulai lapar.

“Duh, lapar gua!” Keira mengotak-atik handphone-nya untuk memesan makanan secara online.

Selang beberapa menit kemudian, pintu kamar Keira diketuk dari luar.

“Siapa?”

Keira lupa jika sekarang dirinya hanya tinggal dengan Keinan. Tentu saja yang mengetuk adalah Keinan.

“Oh, Pak kenapa?” tanya Keira dan menatap sebungkus plastik besar yang berada di tangan Keinan.

“Makan.”

Setelah mengucapkan hal itu Keinan terlihat berlalu ke meja makan dan mengeluarkan makanan dari plastik itu. Kamar Keira yang memang terletak di lantai pertama dan langsung berhadapan juga dengan dapur yang menjadi satu dengan meja makan. Keira melihat ada ayam goreng, mie kesukaannya, dan beberapa makanan lain yang sebenarnya telah ia pesan tadi secara online. Keira yang sadar jika itu makanannya langsung berlari ke arah Keinan.

“Pak, ini kan makanan saya!” ucap Keira sambil menyingkirkan beberapa makanan ke arahnya.

“Lalu kenapa?”

“Ya ini mau saya makan lah Pak.”

Keinan menatap makanan dan Keira bergantian. “Kamu tidak akan habis makan ini sendiri,” ucap Keinan dan duduk untuk makan.

“Pak!” Keira mengambil piring yang akan digunakan Keinan untuk makan.

“Keira, makanan ini ada di rumah saya kan? Jadi, makanan ini juga milik saya!” tegas Keinan dan merebut piring itu lalu mengambil nasi dan lauknya.

Keinan terlihat dengan santai makan makanan yang terlah dipesan oleh Keira.

Keira dengan dongkol langsung duduk di kursi makan dan memakan makanan itu dengan ekspresi seperti mau makan orang. Lebih tepatnya seperti akan makan Keinan karena dari tadi Keira memakan makanan itu sambil melihat Keinan.

“Saya tahu saya ganteng,” ucap Keinan tiba-tiba.

“Maksud?”

“Daritadi kamu pelototin saya terus.”

‘Gua pelototin lo karena mau makan lo rasanya. Gua kunyah sampai halus terus gua telan!’ mata Keira berkobar. Mungkin jika muncul api dari mata Keira bisa membuat Keinan terbakar.

***

“Huft.” Keira menghembuskan napasnya.

Mengingat kejadian semalam dimana dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dengan makanan yang ia beli membuat Keira sangat frustasi. Pasalnya bahkan sampai ayam goreng kesukaannya justru dimakan dengan Keinan semua.

“Aaaa!” teriak Keira keras.

Tentu saja beberapa orang yang lewat di depan Keira langsung menatap aneh ke arah Keira.

“Apa lo lihat-lihat!” ucap Keira sadis.

Orang-orang yang dibegitukan tentu lebih memilih pergi dan tidak menganggu singa yang sedang mengeluarkan taringnya itu. Kecuali, satu orang yang sedang berlari ke arah Keira sambil melambai-lambaikan tangannya. Orang itu adalah Lala.

“Woy lah! Kok baru masuk sih? Kemana aja lo selama ini?” tanya Lala dengan suara cemprengnya.

Mereka saat ini sedang berada di jalan kampus X.

Keira justru mengorek kupingnya saat mendengar suara Lala yang sangat menganggu gendang telinga.

“Bisa nggak lo kalau ngomong biasa aja! Nggak usah ngegas, gua denger tahu!” ucap Keira yang justru ngegas ke arah Lala.

Lala menatap ke arah Keira bingung. “Lo PMS ya?”

“Ya!” teriak Keira.

Entahlah, sudah di rumah ia pusing dengan si Keinan itu sekarang dirinya malah harus menghadapi temannya yang naudhubillah.

“Apa sih? Bikin kaget saja!” ucap Winda yang baru datang.

“Ck, udahlah. Gua masuk kampus, ada matkul!” ucap Keira melenggang pergi memasuki gedung fakultas psikologi.

“Ada apa sih sama Keira?” tanya Winda.

Lala hanya menaikkan bahunya.

Sesampainya di kelas, Keira langsung duduk dan menopang kepalanya di atas meja. Tentu saja Keira bukan seorang mahasiswa rajin yang datang lebih awal untuk belajar terlebih dahulu atau sekedar membaca buku referensi. Ya, Keira datang lebih dahulu untuk tidur karena keadaan ruangan yang masih sepi.

Sedang pulas-pulasnya tertidur Keira dikagetkan seseorang yang memukul mejanya dengan keras. Tentu Keira terlonjak kaget.

“Sialan! Siapa yang berani bangunin gua!” ucap Keira lantang sambil berdiri.

Sesaat kemudian, saat Keira menatap iris mata cokelat yang membuat paginya tidak mood sama sekali. Keira justru mengucek matanya seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

“Pak, ngapain di sini?” tanya Keira heran.

Keinan mengalihkan pandangannya dari Keira ke semua mahasiswa. “Kalian kerjakan apa yang saya suruh!” ucap Keinan dan semua mahasiswa langsung mendunduk pura-pura mengerjakan.

“Kamu, ikut saya!” ucap Keira kepada Keinan.

Keira terpaksa mengikuti langkah Keinan yang entah akan membawanya ke mana. Sampai tiba di ruangan dosen yang bertuliskan Keinan Sanjaya S.Psi, M.Si Keira paham siapa Keinan sekarang.

“Apa kebiasaan kamu selalu tidur di kelas seperti itu?” tanya Keinan.

“Ehm, Pak. Tadi itu saya cuman ketiduran aja kok, Pak!” kilah Keira.

“Kenapa? Kamu terkejut saya dosen yang ngajar kamu?”

Keira hanya mampu bungkam. Jika dibilang terkejut tentu saja, rasanya sampai setengah mati. Bukan, tentu saja tidak sampai seperti itu hanya Keira saja yang lebay.

“Ja-jadi Ba-bapak dosen saya?” tanya Keira yang mendadak gagap.

Keinan berdiri dari kursinya dan mendekatkan wajahnya kepada Keira.

“Semakin mudah untuk saya mengawasi kamu kan?” smrik Keinan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status