Home / Romansa / Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku / 3. Apa Salahku Pada Mereka?

Share

3. Apa Salahku Pada Mereka?

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2025-03-13 14:34:44

“Aku ingin bercerai, Bara. Aku nggak bisa lagi melihatmu tanpa merasa hancur.”

Seisi ruangan seketika sunyi.

Bara menegang, wajahnya langsung pucat saat menatap Mariana yang berdiri dengan ekspresi kosong. Kedua orang tua Mariana pun tak kalah terkejut mendengar perkataan putri sulung mereka itu.

“Mariana,” gumam Bara tak percaya. “Kita bisa membicarakan ini. Tolong jangan buat keputusan ceroboh seperti itu sekarang.”

Mariana tidak bergeming. Matanya tetap menatap lurus ke arah pria yang telah mengkhianatinya dan membuatnya terluka lebih dari apa pun.

“Aku sudah memutuskan.” Suara Mariana terdengar tenang, tetapi di baliknya ada luka yang begitu dalam. “Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan.”

Bara melangkah maju, tetapi ayah Mariana langsung mengangkat tangan untuk menghentikannya. Tatapan tajam pria tua itu penuh peringatan saat menatap menantunya.

“Meski kami tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, sepertinya Mariana butuh waktu,” katanya tegas. “Jika kamu benar-benar peduli padanya, kamu harus menghormati keputusannya.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Mariana berbalik dan melangkah menuju kamarnya dengan kepala tegak.

Setelah menutup pintu kamarnya, Mariana berdiri mematung di tengah ruangan. Napasnya masih tersengal dan tubuhnya gemetar karena emosi yang meluap-luap.

Tangannya mengepal kuat, sekuat tenaga berusaha mengendalikan diri. Namun saat ia melangkah menuju ranjang, lututnya mendadak lemas. Mariana jatuh terduduk di lantai, kepalanya tertunduk, sementara air mata mengalir tanpa bisa ditahan.

Suasana hening sejenak hingga ketukan pelan terdengar di pintu. Tak menunggu jawaban darinya, ibunya kembali masuk. Wanita paruh baya itu menutup pintu dengan hati-hati, lalu berjalan mendekat dan duduk di sebelah Mariana.

“Mariana …,” panggil ibunya lembut. Suaranya dipenuhi kekhawatiran tetapi juga ketegasan seorang ibu yang ingin memahami putrinya. “Ada apa, Sayang? Kenapa kamu tiba-tiba ingin bercerai dengan Bara?”

Mereka bahkan masih dalam suasana berduka. Dan kini kembali dikejutkan dengan keputusan Mariana yang ingin bercerai dengan suaminya. Ada apa gerangan ini?

Mariana membungkam mulutnya. Pandangannya kosong menatap lantai.

Ibunya menatap Mariana dengan seksama, lalu menghela napas lirih. “Ayahmu mungkin bisa menerima alasanmu yang singkat tadi, tapi ibu tahu ada sesuatu yang nggak kamu katakan.”

Jemarinya terulur menggenggam tangan putri sulungnya itu dengan lembut. “Apa yang terjadi, Sayang? Mengapa tiba-tiba ingin bercerai?”

Masih tidak ada jawaban hingga beberapa saat.

Lalu, ibunya akhirnya bersuara. Nada suaranya pelan namun dipenuhi keraguan.

“Mariana … apakah Bara berselingkuh darimu?” Hanya itu satu-satunya alasan yang bisa ia pikirkan kenapa Mariana ingin bercerai.

Tubuh Mariana menegang seketika. Napasnya tercekat dan ia menutup matanya rapat-rapat. Mariana ingin menghindari kenyataan yang baru saja diucapkan oleh ibunya.

Gemetar hebat mulai merambat di bahu Mariana. Bibirnya sedikit terbuka, tetapi tak ada satu kata pun yang keluar.

Melihat reaksi putrinya itu, hati ibunya langsung mencelos. Tanpa Mariana mengiyakan, ia sudah tahu jawabannya.

Jemarinya semakin erat menggenggam tangan Mariana, memberikan kehangatan di tengah kehancuran yang tak terbantahkan.

“Jadi, dia benar berselingkuh,” bisik ibunya lagi, suaranya bergetar menahan tangis.

Dengan penuh rasa hancur, Mariana mengangguk. Sekali.

Seolah itu saja sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.

Ibunya menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Tapi Mariana belum selesai.

“Dia berselingkuh dengan Bia,” suara Mariana begitu lirih.

Saat nama itu keluar, ruangan mendadak sunyi.

Ibunya membeku, matanya sedikit membesar seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Bianca?” suara ibunya hampir bergetar. “Adikmu?”

Mariana menelan ludah dengan susah payah, lalu mengangguk lagi.

Sejenak, ibunya hanya menatap kosong ke depan. Wajahnya seketika pucat dan tangannya yang tadi menggenggam tangan Mariana kini melemah.

“Nggak … itu …” Mata ibunya berkaca-kaca, dan ia menggeleng tak percaya. “Nggak mungkin, Mariana. Dia adikmu … bagaimana bisa?”

Mariana ingin menjawab, tapi tenggorokannya terasa kering. Ia menatap ibunya, berharap wanita itu bisa memahami tanpa perlu banyak kata.

Dan akhirnya, Mariana mengucapkan kalimat yang menghancurkan segalanya.

“Aku mendapati mereka tidur bersama di ranjangku...”

Ibunya menutup mulut dengan kedua tangan, matanya membelalak.

Tetapi sebelum ibunya bisa bereaksi lebih jauh, Mariana melanjutkan dengan suara bergetar hebat.

“… tepat sebelum aku kehilangan anakku.”

Hening.

Sesaat, ibunya tidak bergerak. Tidak berkedip. Tidak bernapas. Seolah kalimat itu baru saja merobek sesuatu di dalam dirinya.

Matanya yang sebelumnya sudah berkaca-kaca kini benar-benar dipenuhi air mata. Tangannya langsung menutup mulutnya, seakan mencoba menahan isakan yang mendesak keluar.

“Mariana … Ya Tuhan ….”

Tubuhnya melemah, tetapi ia segera meraih Mariana dan menarik putri sulungnya itu ke dalam pelukan yang erat. Tangannya bergetar saat membelai rambut putrinya, seolah ingin menyerap semua rasa sakit yang Mariana rasakan.

Air mata Mariana mengalir semakin deras. Tangannya mencengkeram erat lengan ibunya, seperti anak kecil yang mencari perlindungan dari mimpi buruk. Namun seribu sayang, yang Mariana hadapi adalah kenyataan.

“Aku kehilangan semuanya, Bu. Bayiku, pernikahanku, keluargaku ….”

Ibunya semakin memeluk Mariana dengan erat. “Nggak, Sayang. Kamu masih punya ibu. Masih punya ayah. Kami di sini untukmu.”

Mariana tidak tahu harus berkata apa. Yang ia tahu, saat ini, pelukan ibunya adalah satu-satunya hal yang membuatnya merasa sedikit tegar.

“Rasanya sakit sekali, Bu,” lirih Mariana disertai isak tangis yang begitu pilu.

Ibunya mengusap punggung Mariana dengan lembut, membiarkan putrinya menangis sepuasnya dalam pelukan hangatnya.

“Ibu tahu, Sayang … Ibu tahu.”

Mariana semakin tenggelam dalam dekapan ibunya, tubuhnya bergetar hebat, dan napasnya tersengal di antara isakan yang tak kunjung mereda.

Lalu, dengan suara parau dan tersendat, Mariana berbisik di antara tangisnya, “Apa salah Mariana, Bu?”

Ibunya terdiam. Jantungnya seperti diremas kuat saat mendengar pertanyaan putrinya itu.

“Kenapa mereka begitu jahat sama Mariana?” Mariana mencengkeram lengan ibunya lebih erat, suaranya dipenuhi kepedihan yang begitu dalam. “Karena perbuatan mereka, aku jadi kehilangan anakku.”

Kali ini, tangisnya pecah semakin keras.

Ibunya menutup matanya sejenak, menahan isakan yang nyaris keluar dari bibirnya. Luka putrinya adalah lukanya juga.

Ia ingin memberikan jawaban, ingin menenangkan, tapi bagaimana bisa? Tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengobati rasa sakit sebesar ini.

Dengan suara gemetar, ibunya berbisik, “Kamu nggak melakukan kesalahan apa pun, Sayang.” 

“Lalu kenapa, Bu?” Mariana tersedu. “Kenapa mereka melakukan ini padaku? Bara … Bianca … mereka mengkhianatiku, menghancurkan semuanya.”

Ibunya menggeleng pelan, matanya penuh dengan kesedihan. “Beberapa orang memang buta oleh ego dan nafsu, Sayang. Mereka menyakiti tanpa berpikir, tanpa peduli bagaimana hancurnya orang lain.”

Mariana terisak semakin dalam.

Ibunya menarik napas panjang, lalu meraih wajah Mariana dam menangkupnya dengan kedua tangan. Ia menatap putri sulungnya itu lekat-lekat, memastikan agar Mariana mendengar setiap kata yang akan ia ucapkan.

“Tapi dengar Ibu baik-baik, Mariana. Kamu nggak boleh hancur karena mereka.”

Mariana menatap ibunya dengan mata yang masih dipenuhi air mata.

“Kamu boleh menangis sekarang, boleh merasa sakit. Tapi jangan biarkan mereka mengambil lebih dari ini,” lanjut ibunya. “Jangan biarkan mereka menghancurkan sisa hidupmu.”

Mariana terisak, hatinya masih terasa begitu sesak. Tapi di dalam tatapan ibunya yang penuh cinta, ia menemukan sesuatu yang hampir ia lupakan— sebuah harapan.

Ibunya mengusap air mata di pipi Mariana dengan ibu jarinya.

“Kamu berhak bahagia, Sayang.” Suaranya sedikit bergetar, tetapi tetap lembut. “Dan Ibu janji, kamu nggak akan melewati ini sendirian.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   4. Saudara Tidak Tahu Malu

    Ratna—ibu Mariana—keluar dari kamar putrinya dengan langkah gontai. Matanya yang basah masih menyiratkan keterkejutan dan kesedihan yang mendalam. Saat pintu tertutup di belakangnya, ia mendapati suaminya, Armand, berdiri tak jauh dari sana.Pria tua itu mengernyit saat melihat wajah istrinya yang tampak terguncang. Dengan sigap, ia melangkah mendekat.“Ada apa, Bu? Apa kata Mariana?” tanya Armand, suara dan raut wajahnya menunjukkan kegelisahan.Ratna menatap suaminya, tetapi tak langsung menjawab. Air matanya kembali jatuh tanpa bisa ditahan. Kedua tangannya mengepal erat, berusaha menahan emosi yang begitu meluap-luap.“Sekarang di mana pria kurang ajar itu?” Suara Ratna terdengar parau, tetapi penuh amarah yang tertahan. Matanya celingukan menatap di belakang Armand, seolah-olah sedang mencari seseorang di sana.Armand semakin kebingungan. Keningnya berkerut. “Maksud Ibu, Bara?” tanyanya ragu.Ratna mengangguk tegas. Tarikan napasnya terdengar berat. “Iya, Mas. Sekarang di mana pr

    Last Updated : 2025-03-13
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   5. Bersikeras

    Mariana duduk diam di sisi ranjang, jari-jarinya gemetar saat ia membawa botol minyak kayu putih ke dekat hidung ibunya. Harapannya hanya satu—ibunya segera sadar.“Ibu ...,” gumamnya lirih.Waktu terasa berjalan begitu lambat, seakan menambah ketakutan yang menggelayuti hatinya. Mariana tidak pernah melihat ibunya jatuh pingsan seperti ini sebelumnya. Dan itu membuatnya begitu takut.Saat Mariana hampir kehilangan harapan, tubuh ibunya sedikit bergerak. Kelopak mata wanita paruh baya itu bergetar sebelum akhirnya terbuka perlahan.“Ibu!” seru Mariana dengan mata berkaca-kaca. Ia buru-buru menurunkan minyak kayu putih dan meraih tangan ibunya.Ratna menatap putrinya dengan sorot mata sendu, penuh penyesalan yang begitu dalam.“Maafin Ibu ya, Sayang ...,” suaranya terdengar lemah, tapi setiap kata yang keluar membawa luka di hatinya. “Ibu gagal mendidik Bianca sampai dia berbuat seperti ini ke kamu.”Mariana mengatupkan bibirnya dengan rapat. Ia ingin berkata banyak hal, ingin mengungk

    Last Updated : 2025-03-13
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   6. Talak Tiga

    Mariana menarik napas panjang, berusaha menahan sesak yang menggelayuti dadanya. Dengan langkah mantap, Mariana berbalik dan berjalan menuju pintu. Setiap langkah yang diambil terasa berat, seolah ada beban yang menahan pergelangan kakinya.Namun, ia tidak berhenti. Ia sudah membuat keputusan, dan kali ini, ia tidak akan goyah.Tangannya baru saja menyentuh kenop pintu ketika suara berat Armand menggema di ruangan itu.“Mariana, jangan pergi,” ucapnya tegas.Tubuh Mariana menegang. Perlahan, ia menoleh ke belakang dan mendapati ayahnya berdiri dengan tatapan yang begitu tegas.“Bara dalam perjalanan ke sini,” lanjut Armand. “Kita selesaikan semuanya sekarang juga.”Tatapan Mariana tidak berubah. Luka di matanya masih begitu jelas, tapi tidak ada lagi api kemarahan di sana. Ia tidak menolak, juga tidak menyetujui.Armand mendesah pelan, lalu melangkah mendekati putrinya yang masih terluka.“Ayah minta maaf jika kamu merasa ayah terlalu ikut campur. Tapi, ayah merasa ini adalah keputusan

    Last Updated : 2025-03-20
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   7. Berita Duka - Kematian Bella

    Suasana ruangan seketika hening. Bianca menatap Bara dengan ekspresi terkejut, meski di dalam hatinya ada kepuasan yang sulit ia sembunyikan. Sementara itu, Mariana tetap berdiri tegak, matanya dingin tanpa ekspresi.Rumah tangga yang ia bina bertahun-tahun akhirnya karam. Namun bukannya merasa hancur, Mariana justru merasakan sesuatu yang berbeda—ia merasa ringan.Beban yang selama ini menghimpit dadanya seperti dicabut paksa. Luka itu masih ada, tetapi di baliknya ada kelegaan yang sulit dijelaskan.Mariana telah memberikan segalanya demi pernikahan ini. Bekerja tanpa mengenal lelah, menekan dirinya sendiri, menutup mata terhadap berbagai tanda yang seharusnya sudah ia sadari sejak lama. Namun pada akhirnya, semua pengorbanannya hanya dibalas dengan pengkhianatan.‘Aku kehilangan suami, anak, dan adikku sekaligus. Betapa ironisnya,’ batin Mariana.Mariana menarik napas dalam, mencoba meredam guncangan di hatinya.Ia menatap Bara, pria yang pernah ia cintai dan perjuangkan.Dulu ia be

    Last Updated : 2025-03-20
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   8. Tawaran Menjadi Ibu Susu

    “Bella-ku yang malang!” tangis Mariana pecah.Bahunya terguncang hebat saat ia mencengkeram jemari Bella, seolah berharap ada kehangatan yang tersisa. Namun, tidak ada.“Kenapa? Kenapa harus begini?” Air mata Mariana jatuh membasahi tangan Bella yang sudah tak bernyawa.Nate hanya berdiri di sudut ruangan. Tidak ada kata yang bisa ia ucapkan. Hanya keheningan yang menyelimuti kedukaan mereka.Mariana mengangkat kepalanya dan menatap Nate yang masih berdiri di sudut ruangan.“B-Bayinya,” suaranya serak dan gemetar. “Di mana bayi Bella?”Nate mengalihkan pandangannya. “Dia selamat,” jawabnya pelan.Mata Mariana melebar, sedikit kelegaan muncul di antara kesedihannya.“Di mana dia sekarang? Aku ingin melihatnya.”Nate mengangguk, lalu tanpa banyak bicara, ia melangkah keluar ruangan. Mariana buru-buru menyeka air matanya dan mengikuti Nate dengan langkah tergesa.Setibanya di ruang perawatan bayi, Mariana melihat seorang perawat sedang menggendong seorang bayi mungil yang dibungkus selimu

    Last Updated : 2025-03-20
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   9. Bagian dari Kehidupan Elhan

    Beberapa hari setelah bayi Bella diperbolehkan pulang, Mariana berusaha menikmati cutinya dan fokus pada pemulihan pasca operasi. Namun ia tidak benar-benar bisa menikmatinya. Setiap detik, kenangan tentang mendiang anaknya menghantamnya dengan keras, membuat air matanya jatuh tanpa sadar.Tadi pagi, Nate mengirimkan pesan singkat yang meminta Mariana untuk datang ke kediamannya setelah jam kerja. Ada sesuatu yang perlu mereka bahas. Katanya tentang kontrak.Saat Mariana tiba di depan rumah Nate, ia menarik napas dalam sebelum menekan bel. Tak butuh waktu lama, seorang ART membukakan pintu dan mempersilakannya masuk.Tak lama, langkah kaki terdengar dari arah ruang tengah. Nate muncul dari lorong mengenakan kemeja santai dengan lengan tergulung hingga siku. Matanya menatap Mariana dengan ekspresi serius, lalu ia memberi isyarat agar Mariana mengikutinya ke ruang kerja.“Terima kasih sudah datang,” ucap Nate begitu mereka memasuki ruang kerja. Ia berjalan menuju meja kerjanya dan berhe

    Last Updated : 2025-03-21
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   10. Hari Pertama Sebagai Ibu Susu

    Mariana baru saja selesai menata bantal di sofa ketika ponselnya bergetar. Ia meraihnya dari meja dan membaca pesan singkat dari Nate.[Aku di depan. Bisa bukakan pintu?]Jantung Mariana berdebar ringan. Ia menarik napas dalam, lalu mengusap telapak tangannya yang sedikit berkeringat sebelum berjalan ke pintu. Saat ia membukanya, Nate sudah berdiri di sana dengan mengenakan kemeja abu-abu muda santai. Namun yang langsung menarik perhatian Mariana adalah kereta bayi di sampingnya.Bayi itu terbungkus selimut biru lembut, tampak tenang di dalam stroller. Di samping Nate, seorang wanita berseragam rapi berdiri dengan sikap profesional dan tampak siap siaga.“Selamat pagi,” sapa Nate. “Bolehkah kami masuk?”Mariana segera menyingkir dari pintu, lalu mempersilakan mereka masuk.Nate mendorong stroller dengan hati-hati, sementara pengasuh wanita itu mengikutinya dengan langkah tertata.“Elhan tidur?” tanyanya pelan.Nate mengangguk. “Dia baru saja selesai kontrol, jadi masih terlelap. Kami

    Last Updated : 2025-03-21
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   11. Mantan Suami Datang Mengacau

    Keesokan paginya,Nate kembali datang mengantar Elhan ke kontrakan Mariana. Dengan ekspresi tenang, ia menyerahkan bayi mungil itu ke dalam pelukan Mariana sebelum pergi tanpa banyak bicara.Mariana membawa Elhan masuk dan segera menuju sofa, ia mulai menyusui bayi itu yang kebetulan menangis begitu ayahnya pergi.Nadia duduk di kursi seberangnya, wanita itu tersenyum melihat pemandangan tersebut. “Anda semakin terbiasa, Bu,” komentarnya lembut.Mariana mengusap punggung Elhan perlahan. Jujur saja, ia merasa sedikit lebih nyaman dibanding hari-hari sebelumnya.“Ya … meski terkadang masih ada perasaan aneh yang sulit kujelaskan.”Nadia mengangguk mengerti. “Itu wajar. Tapi Anda sudah melakukan yang terbaik.”Namun, momen tenang itu tiba-tiba terpecah oleh suara gedoran keras dari pintu depan.BRAK!BRAK!BRAK!Mariana tersentak. Tubuhnya menegang seketika sementara tangannya refleks menarik Elhan lebih dekat ke dadanya.“Siapa itu?” Nadia bertanya dengan kening berkerut.Mariana menggel

    Last Updated : 2025-03-21

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   90. Celah

    Nate menatap mata Mariana cukup lama. Ia tahu Mariana tidak bodoh—wanita itu cukup peka membaca perubahan suasana. Tapi Nate juga tahu, terlalu cepat membagi informasi bisa berarti menambah beban yang tak perlu.“Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa,” ujar Nate. Suaranya tenang, tapi hatinya berdebar kencang.Mariana menatap pria itu beberapa detik, seakan mencoba menerawang isi pikirannya. Namun akhirnya ia hanya mengangguk pelan. “Oke,” gumamnya singkat, lalu berbalik pergi.Begitu pintu tertutup, Nate mengembuskan napas panjang. Kepalanya tertunduk, tangannya mengepal di atas meja.Ia tahu ia harus menemukan pelaku secepat mungkin. Dan yang paling penting, ia harus menjaga Mariana tetap aman. Apapun caranya.Menjelang siang, suasana kantor perlahan mereda. Mariana duduk di pantry sambil memegang cangkir berisi teh hangat. Pandangannya menerawang ke jendela kaca yang menghadap ke luar. Namun pikirannya tidak benar-benar berada di sana.Ia kembali mengingat surat dan mawar hitam y

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   89. Mawar Hitam

    Mariana menghela napas. Matanya tampak getir saat menatap Nate yang berdiri tenang di sisinya.“Maaf,” ucapnya pelan seraya menunduk. “Aku hanya … hanya ….”Ia tak mampu melanjutkan kalimatnya. Kata-kata seolah terhenti di tenggorokan, sementara pikirannya seperti benang kusut yang sulit diurai. Mariana sadar, perasaan tidak nyaman yang mengganggunya sejak tadi bukan semata karena Jeslyn, melainkan karena luka lama yang belum sepenuhnya pulih.Pernikahannya dengan Bara dulu hancur karena orang ketiga. Dan meski ia telah meyakinkan diri untuk membuka hati kembali bersama Nate, trauma itu ternyata tak pernah benar-benar pergi.Kehadiran Jeslyn di antara mereka cukup untuk membangkitkan ketakutan lama dan menggoyahkan keyakinannya.“Maaf, nggak seharusnya aku meragukanmu dan hubungan kita,” ucap Mariana lirih.Nate menunduk sedikit, lalu menarik dagu Mariana agar menatap langsung matanya. Seulas senyum hangat menghiasi wajahnya yang tampan itu.“Hey, dengar,” katanya lembut. “Aku tahu ad

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   88. Selama Kamu Percaya

    Arsita segera berdiri saat melihat Nate menggendong Mariana lalu mendudukkan wanita itu di kursinya. Wajah wanita paruh baya itu tampak terkejut sekaligus khawatir.“Apa yang terjadi?” tanyanya dengan nada cemas.Nate mendesah pelan. Raut wajahnya serius saat memandangi ibunya. Namun, belum sempat ia membuka suara untuk menjelaskan, Jeslyn buru-buru mendekat dan bersuara dengan cepat.“Tante, aku tidak sengaja menabrak Mbak Nana sampai dia terjatuh. Aku juga sudah minta maaf padanya. Tapi dia justru mengatakan kalau aku memang sengaja.” Jeslyn bersikap manis, wajahnya tampak dibuat-buat seolah diliputi penyesalan.Mendengar itu, Mariana tersenyum tipis. Ia sudah jenuh menghadapi orang bermuka dua seperti Jeslyn.“Benar. Aku memang bilang kamu sengaja,” ucap Mariana tenang. “Karena hanya orang buta atau orang yang menyimpan niat buruk yang bisa menabrak seseorang dari jarak sedekat itu.”“Mariana,” tegur Arsita pelan, wanita paruh baya itu terlihat tidak nyaman dengan ketegangan yang m

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   87. Konfrontasi

    Restoran semi outdoor itu cukup ramai siang itu. Aroma rempah lembut dan suara musik akustik mengalun dari sudut ruang, berpadu dengan udara segar dari pepohonan rindang di sekelilingnya.Mereka duduk di meja panjang di sisi teras, menghadap taman kecil yang ditata cantik. Elhan berada di kursi bayi di samping Mariana.Mariana sedang menyuapi Elhan makan siang yang dibawanya dari rumah saat suara riang terdengar mendekat dari arah samping.“Eh, ternyata ada kalian di sini!”Semua menoleh.Mariana mematung sejenak ketika melihat siapa yang datang. Jeslyn, dengan blouse putih elegan dan flare jeans, berdiri di pinggir meja sambil tersenyum manis. Beberapa wanita lain berdiri di belakangnya, teman-teman sebayanya yang sama sekali tak Mariana kenal.“Oh, Jeslyn.” Arsita tersenyum ramah. “Kebetulan sekali ….”Jeslyn terkekeh. “Tempat ini sangat viral di media sosial, Tan. Tadi aku dan teman-teman memang ingin makan siang di sini.” Lalu ia menoleh ke Nate. “Tapi ternyata kalian juga di sini

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   86. Sampai kapan ia ingin disembunyikan?

    Pagi itu, cahaya matahari menyusup lembut lewat celah tirai di ruang keluarga. Mariana duduk santai di atas karpet, bersandar ke sofa dengan pakaian rumah yang nyaman. Di sebelahnya, Elhan asyik menggigit mainan warna-warni sambil sesekali mengoceh sendiri.Tapi perhatian Mariana tertuju pada layar ponsel di tangannya. Wawancara dua hari lalu itu ia tonton lagi. Dan … entah sudah berapa kali.Di layar, Nate tampak rapi dan tampan. Setelan abu-abu gelap, rambut disisir rapi, sorot matanya tenang. Di sampingnya, pembawa acara muda duduk dengan senyum manis dan cara bicara yang luwes.Topik awal masih seputar bisnis, energi terbarukan, dan kiprah Nate sebagai CEO muda. Semuanya terdengar profesional, sampai satu pertanyaan membuat suasana sedikit berubah.“Ada satu pertanyaan terakhir, Pak Nathaniel,” ucap sang host. “Kami tahu, Anda kehilangan istri Anda beberapa waktu lalu. Banyak yang penasaran, apakah sekarang Anda sudah membuka hati lagi?”Mariana meneguk ludah dengan pelan. Napasny

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   85. Vanilla Ice Cream and Chocolate

    Mariana berdiri di depan minimarket kecil tempat ia biasa menunggu. Tangannya menyelip di dalam saku celana, sementara matanya menatap jalanan yang mulai dipenuhi kendaraan orang-orang yang pulang kerja.Biasanya, ia menikmati momen menunggu ini. Tapi hari ini, ada sesuatu yang mengganggunya hingga begitu gelisah.Tak lama, mobil hitam Nate berhenti perlahan di depan trotoar. Kaca jendela di sisi pengemudi terbuka. “Moonie,” panggil pria itu dengan suara lembut.Mariana membuka pintu dan masuk tanpa banyak bicara. Ia langsung mengencangkan sabuk pengaman sambil menatap lurus ke depan.Suasana di dalam mobil sempat hening. Nate melirik ke arah Mariana seraya menyalakan pendingin udara.“Ada yang mau kamu bicarakan, Moonie?” tanyanya setelah menangkap gelagat Mariana yang berbeda dari biasanya.Mariana menggeleng cepat. “Nggak ada,” sahutnya singkat.Nate tidak langsung membalas. Ia mengemudi perlahan, menyusuri jalanan kota yang mulai padat. Senja menggantung di langit, lampu-lampu mul

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   84. Lovebird, Katanya ....

    Menjelang sore, suasana kantor pusat Adikara Global Energy mulai lengang. Beberapa staf bersiap menyelesaikan pekerjaan hari itu, sementara Mariana masih duduk di mejanya, sedang menyempurnakan laporan akhir sebelum diserahkan ke Nate. Ia tak menyangka, ketenangan itu akan terganggu dalam hitungan menit.Panggilan dari resepsionis masuk melalui interkom di meja Mariana. Nada suara di seberang terdengar sopan namun bingung.“Mbak Mariana, ada tamu wanita mau ketemu Pak Nathaniel. Namanya Jeslyn. Dia tidak punya janji, tapi bilang ini penting.”Mariana sejenak menghentikan ketikannya. Nama itu membuat dahinya mengernyit pelan, sebelum perlahan ia bersandar di sandaran kursi.“Jeslyn?” ulangnya memastikan.“Ya, Mbak. Dia bilang hanya ingin mengantar kopi dan kue. Tapi kami agak ragu mau langsung naikkan karena tidak ada janji.”Mariana menatap layar laptopnya yang masih menyala, lalu menjawab dengan nada tenang, “Tidak apa-apa. Biarkan dia naik. Saya akan beri tahu Pak Nathaniel.”“Baik,

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   83. Kerja atau Pacaran?

    Mariana kembali duduk di mejanya setelah keluar dari ruang CEO. Wajahnya masih menyimpan sisa rona merah muda, tapi ekspresinya sudah kembali serius. Tangannya dengan cekatan membuka e-mail lalu mengecek agenda rapat pagi ini.Matanya fokus pada layar, tapi ponsel di sisi laptopnya tiba-tiba menyala dan mengalihkan perhatiannya. Notifikasi What$App. Dari Nathaniel Adikara.[Rapat jam 2 siang nanti fix ya. Tapi kamu yang presentasi. Aku ingin melihat kamu membuat Nusantara Power kagum.]Mariana mengetik cepat.[Kamu CEO-nya. Yang harusnya bikin mereka kagum itu kamu. Tapi oke. Biar aku urus.]Balasan Nate muncul hanya dua detik kemudian.[Kamu urus, aku kagumi. Fair kan?]Mariana terkekeh pelan di balik layar. Ia mengetik balasan terakhir sebelum kembali fokus ke pekerjaannya.[Kamu beneran kerja nggak sih?]Tak sampai semenit, notifikasi balasan kembali muncul.[Lagi tunggu kamu balas ini. Baru bisa lanjut kerja. PS: Jangan pakai lipstik merah kalau kamu tidak mau aku kehilangan fokus

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   82. Satu Sentuhan, Seribu Efek

    Hari pertama Mbak Yanti bekerja, suasana rumah berjalan seperti biasa. Elhan baru saja bangun dan sedang bermain di lantai ruang tengah bersama Mariana saat suara bel rumah terdengar.Mariana menoleh, lalu mendengar langkah kaki Rani menuju pintu depan. Tak lama kemudian, suara Rani terdengar samar. “Masuk aja, Mbak. Mari, saya antar ke dalam.”Setelah itu, Mbak Yanti muncul di ambang ruang tengah, mengenakan kemeja putih sederhana dan celana panjang hitam. Rambutnya disanggul rapi dengan senyum hangat menghiasi wajahnya. Begitu melihat Elhan, mata wanita itu langsung berbinar.“Selamat pagi, Mbak Mariana,” sapa Mbak Yanti sopan.“Pagi. Silakan duduk, Mbak,” jawab Mariana ramah. Ia menoleh ke Elhan yang sedang menggerak-gerakkan mainan. “Elhan sayang. Ada yang mau kenalan.”Elhan menatap Mbak Yanti dengan rasa ingin tahu. Ketika Mariana menggendong dan mendekatkannya, Mbak Yanti mengulurkan tangan, membiarkan Elhan menyentuh jarinya.“Halo, Nak. Ganteng banget kamu,” ujarnya lembut.E

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status