"Ah, perutku ...."
Rosela meringis memegangi perutnya yang terasa begitu perih. Rasa letih dan lelah berjalan seharian itu benar-benar menguras energinya. Bahkan membuat kepalanya terasa seperti berputar tujuh keliling. Tapi, tetap dipaksanya untuk tetap berjalan dan entah akan kemana.Niatnya ke ibukota untuk mencari pekerjaan, tapi berakhir kemalangan dengan tas yang berisikan dompet, ponsel dan uangnya diambil oleh pencuri. Padahal uang yang dibawanya dari kampung adalah hasil menabungnya selama satu tahun.Kesedihan Rosela semakin bertambah, di saat perutnya bergejolak meminta untuk diisi. Ia memang belum makan apapun selama di bus sebelumnya karena tertidur pulas. Lalu sekarang bagaimana? Ia sama sekali tidak mempunyai uang untuk membeli makanan ataupun ongkosHampir seharian itu, Rosela mencari pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang atau bahkan bisa ditukar sekedar dengan sebungkus nasi, ia sama sekali tidak menolaknya. Tapi, ternyata tidak mudah mendapatkan mencari pekerjaan kasar sekalipun di Ibukota. Hingga terlintas di dalam pikirannya untuk mengemis sebagai jalan terakhirnya demi mencari sesuap nasiMenit selanjutnya, Rosela menghela nafasnya panjang, segera menghapus air mata yang ada di pipinya. Ia harus segera bangkit dan mencari jalan keluarnya."Kamu harus kuat, Rose," ucapnya menyemangati dirinya sendiri dengan senyuman getir di wajahnya.Dengan langkah gontai, Rosela kembali menyeret kakinya untuk tetap berjalan hingga membawanya ke jalanan yang begitu lengang.BRUK..Karena tidak memperhatikan langkahnya yang hendak menyebrang, Rosela malah tertabrak sebuah mobil sedan hitam yang melintas, hingga membuat gadis tersebut terjerembab di jalanan aspal."Ah, sakit."Rosela merintih sembari memegangi bagian mata kakinya yang lecet dan sedikit berdarah. Ia bahkan kesulitan untuk berdiri karena rasa sakit di kakinya yang tidak tertahankan dan sepertinya terkilir.Di saat yang sama, mobil sedan hitam itu berhenti.Terdengar seorang pria yang duduk di kursi belakang mobil tersebut mendengus kesal, karena mobil yang ditumpanginya malah berhenti mendadak.Pria itu adalah Vadlan Atmajaya, putra kedua dari keluarga konglomerat Atmajaya dan baru menginjak usia dua puluh delapan tahun. Ia juga seorang CEO di perusahaan industri pangan- Onefood."Ada apa?" tanyanya pada sopir di depan atau lebih tepatnya kepada asisten pribadinya."Maaf, Tuan muda. Sepertinya saya menabrak seorang wanita. Saya--""Cepat urus wanita itu!" sela Vadlan acuh. " Dia pasti penipu yang berpura-pura tertabrak!" perintahnya."Baik, Tuan Muda."Tanpa menunggu lebih lama lagi, sang asisten pribadi tersebut turun dari mobil, lalu memeriksa wanita yang berada dalam posisi terduduk di jalanan aspal."Nona, anda baik-baik saja?" tanya pria tersebut.Rosela menoleh ke arah sumber suara dengan wajah yang pucat pasi, ia sebenarnya sudah berada di ambang batasnya dan bisa saja tumbang kapan saja karena rasa letih. Tapi, dicobanya untuk tetap terjaga dan berharap orang yang menabraknya itu memberikan ganti rugi, hingga dirinya bisa mengisi perutnya yang sudah begitu perih.Namun, pria yang ada di depan Rosela itu malah memasang wajah terkejut."Nona kenapa anda bisa di sini? Tuan muda mencari anda kemana-mana," kata pria tersebut dengan nada cemas.Rosela mengerutkan keningnya, apa ia tidak salah mendengar pria itu memanggilnya dengan sebutan nona? Dan kenapa mencarinya? Lalu siapa Tuan muda yang dimaksud?"Ma-maaf, Om ini siapa?" tanya Rosela tidak mengerti.Asisten Vadlan itu semakin terkejut karena wanita di depannya tersebut tidak mengenali dirinya. Ia tanpa banyak bicara setengah berlari kembali ke mobil untuk melaporkan wanita yang ditabraknya itu kepada tuannya."Tuan muda. Anda harus melihat sendiri wanita di jalan itu. Saya yakin dia Nona muda, istri anda yang hilang," ucapnya dengan wajah semringah.Vadlan melebarkan matanya mendengar laporan sang asisten pribadi. Ia tanpa mengatakan apapun langsung turun dari mobil dan memastikan ucapan salah satu orang kepercayaannya itu.Begitu melihat jelas wajah Rosela dan terduduk di jalan itu, Vadlan yakin itu adalah wajah istrinya. Wanita yang dicarinya selama satu minggu terakhir, usai melarikan diri sebelum menghabiskan malam pertama mereka."Kemana saja kamu selama ini? Ayo, cepat pulang!"Dengan setengah berjongkok, Vadlan menarik pergelangan tangan wanita yang dikira istrinya itu agar segera bangun dan ikut dengannya.Sontak saja Rosela terkejut diperlakukan kasar seperti itu. Ia langsung menepis tangan pria yang tampak kurang ajar yang ada di depannya itu. Meskipun wajahnya tampan, bagaikan dipahat tanpa cela seperti hidung mancung, bibir tipis merah muda dan kedua alis tebal membingkai wajahnya yang semakin mendekati sempurna.Namun, itu bukanlah hal yang bisa membuat Rosela bisa jatuh hati pandangan pertama pada seorang pria. Baginya sekali kurang ajar, tetap saja pria tersebut kurang ajar dan tidak termaafkan olehnya.Rosela yang wajahnya semakin memucat itu hendak bangun. "Saya gak kenal siapa Om ini. Pasti kalian salah orang dan--"BRUK...Ucapan Rosela terjeda, di saat kepalanya yang semakin berat, lalu tubuhnya mendadak tumbang, tak sadarkan diri dan terjatuh tepat di tubuh Vadlan."Hei, bangun? Tapi, tunggu dulu. Kenapa dia tidak mengenaliku tadi?"Vadlan bergumam tidak mengerti sambil memegangi wanita yang di pingsan dalam dekapannya. Ia heran kenapa istrinya itu tidak mengenalinya? Apa mungkin hilang ingatan atau mungkinkah sedang berpura-pura di depannya?Untuk membuktikan bahwa itu adalah sang istri, Vadlan memeriksa bagian belakang leher wanita tersebut. Di mana ia sempat melihat ada tanda lahir di sana. Dan ternyata wanita yang bersamanya saat ini mempunyai tanda lahir yang sama persis dengan istrinya.Hal itu membuat Vadlan semakin yakin dan tidak meragukan lagi, jika wanita tersebut memang istrinya - Salvia. Meskipun tanpa diketahui oleh Vadlan bahwa itu adalah gadis bernama Rosela dan bukanlah istrinya."Bawa dia ke mobil sekarang juga, Bas," perintahnya kepada sang asisten pribadi- Baswara."Baik, Tuan muda."Asisten pribadi Vadlan tersebut mengambil alih Rosela yang tak sadarkan diri itu dari Vadlan, lalu membawanya ke mobil.Sedangkan Vadlan mengikuti dari belakang, lalu duduk di kursi depan bersama asisten pribadinya itu dan membiarkan Rosela terbaring di kursi belakang."Jalan sekarang, bawa dia ke rumah sakit," perintah Vadlan."Baik, Tuan muda."Selama perjalanan tersebut, Vadlan sempat beberapa kali menatap ke arah Rosela yang dikira adalah istrinya yang melarikan diri.Vadlan kali ini memastikan istrinya itu tidak akan bisa melarikan diri dan tetap berada di mansion layaknya seorang tawanan.'Kamu hanya boleh mati di tanganku, Salvia,' batinnya dengan menyorot tajam.Di saat yang sama, Rosela yang masih terbaring itu perlahan membuka setengah kedua netranya dan mengedarkan pandangannya."Di-dimana aku?" cicit Rosela dengan suara lemah dan nyaris tidak terdengar oleh siapapun di dalam mobil tersebut. Selain itu matanya terasa berkabut dan belum sepenuhnya sadar."Saya pikir anda baik-baik saja untuk sekedar bisa mandi sendiri," ucapnya yang sebisa mungkin untuk menyangkal keinginan Vadlan.Namun, Vadlan malah tersenyum samar mendengar bagaimana Rosela yang terkesan tidak ingin menuruti keinginannya."Kenapa kamu tidak mau bukan?""Bu-bukannya gak mau, Tuan," jawab Rosela buru-buru. Ia sudah bisa menebak dari nada suara Vadlan bahwa pria itu sebenarnya saat ini sedang marah kepadanya."Kalau begitu apalagi. Cepat bangun dan bantu aku ke lantai atas," tukas Vadlan memberikan perintah kepada Rosela."Baik, Tuan." Rosela segera beranjak dari pangkuan Vadlan, dalam membantu pria tersebut untuk bangun hingga berjalan dengan hati-hati menuju anakan tangga.Baru saja keduanya bangun, terdengar suara pintu depan. Kemudian ada suara derap langkah kaki menuju ke ruang tengah.Itu adalah Kamelia yang mana wanita tersebut baru saja mendengar tentang Vadlan yang mengalami kecelakaan mobil. Ia langsung ke tempat itu dengan berlari untuk memastikan keadaan V
"Duh, kenapa bisa jatuh. Ini mungkin gelas mahal! Aku pasti dimarahi nanti."Dengan nada suara yang panik, Rosela segera membersihkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai."Aw."Rosela meringis kesakitan karena ujung jarinya tidak sengaja mengenai pecahan kaca gelas kaca yang sedang dibersihkannya saat ini.Namun, dia tidak mempedulikan rasa sakit yang ada di jarinya itu dan secepat mungkin membersihkan pecahan kaca itu dan membuangnya ke tempat sampah."Apa gak ada kotak P3K ya di sini," gumam Rosela yang hendak mencari plester untuk menutupi ujung jarinya yang terluka. Ia mencari di setiap sudut tempat tersebut tidak ditemukannya kotak peralatan untuk pertolongan pertama.Rosella pada akhirnya membiarkan luka yang ada di tangannya itu, kemudian kembali duduk menata televisi seperti sebelumnya. Memang cukup membosankan, tapi hal itu lebih baik karena dirinya sama sekali tidak melakukan pekerjaan berat selama di tempat itu. Padahal ia di sana bisa makan dan tidur dengan nyaman
Ketukan di pintu membuat Vadlan teralihkan dan melepas semua pikiran atau bayangan tentang Salvia alias Rosela."Ini saya, Tuan." Terdengar suara Baswara dari balik pintu."Masuk," sahut Vadlan yang masih duduk di kursi kerjanya.Detik selanjutnya, Baswara masuk ke ruangan tersebut dan menyimpan selembar kertas di atas meja kerja Vadlan."Ini bahan untuk konferensi pers nanti, Tuan muda. Sesuai dengan permintaan alasan sebelumnya. Anda harus periksa terlebih dahulu, mungkin ada yang kurang dan harus ditambahkan atau mungkin ada yang harus dibuang," papar Baswara. Di mana lembaran kertas tersebut berisikan tentang pernyataan Vadlan nantinya bahwa ia sudah menikah dengan anak dari TJ group dan dalam waktu dekat akan mengakuisi dua perusahaan tersebut.Vadlan membaca lembaran kertas tersebut dalam hitungan menit dan ia sudah bisa menilai bagaimana isi dari bahan nanti yang akan ia bacakan."Ya, cukup seperti ini, kamu bisa kembali ke tempat kamu, Bas," tukas Vadlan memberikan perintah."
Rosela yang memang masih belum mahir melakukan ciuman, hampir tidak bisa bernafas karena pria tersebut memenuhi seluruh isi rongga mulutnya. Bahkan di akhir malah menggigit bibirnya itu yang membuatnya kesakitan.Menit selanjutnya Vadlan menjeda kegiatan tersebut."Bernafas, Salvia! Apa kamu ingin mati hah?" sentak Vadlan yang terdengar tidak puas mengingat Salvia belum pandai melakukan pertukaran saliva tersebut dengannya. Ada sedikit kesal, tapi sekaligus gemas di sana."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya--" Rosela sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengucapkan kata-kata, ketika Vadlan kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.Namun kali ini, Rosela sedikit lebih pandai dari sebelumnya dan bisa bernapas dengan benar serta mulai bisa mengimbangi apa yang dilakukan oleh Vadlan saat ini.Usai puas melakukan permainan bibir itu, barulah Vadlan menghentikan kegiatannya tersebut dan diakhiri dengan tersenyum tipis."Lumayan untuk hari ini," tukasnya mengatakan hal itu kepada Ros
"Apa yang kamu lakukan di sini, Kamelia? Lalu kenapa dengan Salvia"Vadlan dengan tatapan penuh menyelidiki menetap ke arah Kamelia. Ia bisa melihat Rosela yang duduk dengan menundukkan wajahnya, seperti telah terjadi sesuatu diantara kedua wanita tersebut. Selain itu juga di lantai tampak ada beberapa pakaian dalam yang berserakan.Kamelia mengerjapkan matanya sambil meneguk ludahnya dengan kasar. Untuk sesaat tangan dan kakinya gemetar. Ia tidak menyangka Vadlan akan kembali ke rumah belakang itu tanpa diketahuinya. Tapi, di situasi seperti ini ia harus bersikap setenang mungkin.Sementara Rosela juga tidak berani mengatakan apapun. Entah itu Kamelia ataupun Vadlan dua orang tersebut sama sekali tidak bisa dipercayainya. Salah-salah jika ia mengadu kepada Vadlan mungkin saja pria tersebut malah tidak akan percaya kepadanya, terlebih lagi karena Kamelia sudah lebih dulu berada di tempat itu dibandingkan dengan dirinya. Maka pasti yang akan dipercaya Vadlan adalah wanita bernama Kamel
"Apa yang kamu lakukan di sana, Kamelia?!"Vadlan yang sudah selesai dengan Rosela dan masih dalam keadaan tak berbusana itu, tampak menatap tajam ke arah Kamelia yang ketahuan mengintip dirinya dan sang istri tengah memadu kasih.Sedangkan Rosela yang benar-benar kelelahan, terbaring lemas di atas sofa dengan tubuh polosnya.Sementara Kamelia mengerjapkan matanya karena siapa sangka Vadlan mengetahui keberadaannya. Di saat yang sama matanya tak lepas menatap ke arah milik Vadlan yang masih tegak berdiri. Padahal tadi pria tersebut jelas-jelas tampak sudah melakukan pelepasan dengan Salvia, tapi sepertinya menginginkan lagi.'Apa mungkin Salvia mendapatkannya berkali-kali? Padahal aku hanya selalu mendapatkan sekali aja, itu pun kadang-kadang aku gak sampai. Tapi, di udah duluan,' pekiknya di dalam hati yang merasa iri dengan Salvia."Kamelia!" ulang Vadlan karena tidak kunjung mendengar jawaban dari Kamelia."Ma-maafkan saya yang lancang ini, Tuan muda," jawab Kamelia buru-buru. "Say
Marshal mengepalkan tangannya. Ia sudah menduga jika Salvia tidak akan bisa hidup bebas tinggal di tempat tersebut."Baik, aku akan pergi. Sampai bertemu nanti malam di acara keluarga!" Ia pada akhirnya mengalah, lalu pamit pergi. Setidaknya ada nanti malam untuk bertemu dengan Salvia. Ia ingin memastikan sesuatu dengan berbicara langsung dengan sang adik tiri.Vadlan tidak menanggapi ucapan terakhir Marshal dan membiarkan Marshal angkat kaki dari kediamannya.Sementara itu di tempat lain, Rosela tampak sudah membersihkan dirinya di kamar mandi, lalu hendak berganti pakaian.Namun, pakaian yang ada di dalam lemari sama sekali tidak ada yang benar menurutnya. Itu karena semua pakaian hampir sama seperti semalam yang dikenakannya dan hanya modelnya yang merupakan gaun panjang. Tapi, begitu tipis dan menerawang. Selain itu sejak tadi ia sama sekali tidak menemukan pakaian dalam di kamar tersebut."Gak mungkin kan aku gini aja? Gak pakai dalaman?" gumamnya meringis karena membayangkan bet
"Katakan padanya untuk tunggu tiga puluh menit lagi. Aku akan kesana," titah Vadlan kepada Kamelia."Anda sendiri yang datang atau dengan Nona Salvia, Tuan muda?" Kamelia buru-buru bertanya untuk memastikan agar bisa menyampaikan dengan benar kepada kakak tirinya Salvia ."Itu bukan urusanmu, Kamelia! Katakan saja seperti yang aku perintahkan!" tegas Vadlan dengan menatap tajam."Ba-baik, Tuan Muda."Kamelia dibuat terkejut dengan sikap Vadlan yang semakin hari semakin bertambah kasar dan acuh kepadanya. Apa karena adanya Salvia sekarang di sisi tuan mudanya? Terlebih lagi semalam ia juga mendengar suara desahan dari balkon kamar tersebut. Hal yang tidak biasa dilakukan cara bercinta Vadlan sebelumnya.Tanpa menunda waktu lagi, Kamelia segera bergegas pergi dari tempat tersebut. Ia memang mempunyai kunci rumah belakang yang berlantai dua itu.Kemudian segera menemui Marshal di ruang tamu mansion.Di sisi lain, Vadlan kembali ke kamarnya dan membersihkan dirinya di kamar mandi.Lalu ba
Sekeras apapun Rosela menyangkal, tapi tubuhnya bisa merasakan kehangatan di bawah sana yang terasa begitu penuh dan mengaduk-aduk bagian intinya.Hingga sebuah ledakan seakan dirasakan oleh Rosela dan membuatnya gemetar dan merangkul tubuh Vadlan dengan kuatnya."Euuuuh, Tuaaaan ...."Suara lenguhan pun lolos begitu saja dari bibir mungil Rosela. Ia untuk pertama kalinya merasakan sebuah pelepasan di saat melakukannya. Bahkan ia tidak sadar jika suaranya itu sampai terdengar ke kamar-kamar para pelayan. Meskipun mereka sama sekali tidak berani untuk melihat apa yang terjadi. Salah-salah mereka akan terkena hukuman nantinya.Sedangkan Vadlan saat ini tersenyum tipis melihat bagaimana Sambil yang sudah mencapai puncaknya. Kembali kini gilirannya yang hendak sampai menuju ke klimaks penyatuan mereka.Hingga pada akhirnya yang tersisa hanyalah keduanya saling mendesah dan melenguh dengan memeluk satu sama lain.Bersamaan Rosela merasakan di bawah sana begitu hangat sampai ke dasar rahimn