Share

Enam

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2022-07-12 20:02:43

Anisa tak sengaja menjatuhkan piring ke lantai. Suara keras itu membuat ibu mertuanya datang dan langsung mengomel seperti biasanya.

“Aduh, ada saja yang kamu lakukan. Habisin saja semua piring dan barang di rumah ini. Perempuan tak berguna!” Bu Atik terus saja memaki Anisa.

Belum selesai mendengar ocehan ibu mertuanya, adik iparnya pun datang menghampiri. Gadis berusia 23 tahun itu ikut memanasi ibunya.

“Mas Wisnu dapat perempuan model kaya gini di mana sih, Bu. Bawa piring saja susah. Ih, amit-amit, enggak guna buat apa di pelihara di rumah,” cecar Windy.

Sejak tadi Anisa jengkel, semakin iparnya bicara, ia semakin emosi. Tangan itu tak sabar dan menampar wajah Windy. Anak kecil yang bisa melawannya, harusnya Windy bersikap sopan padanya bukan mengejeknya sepeti itu. sungguh kurang didikan dari orang tua pikir Anisa.

Bu Atik terkesiap melihat apa yang di lakukan menantunya. Ia ingin membalas dan ingin menampar balik menantunya. Tapi, Anisa sigap menangkis tangan ibu mertuanya. Tatapan itu begitu sinis keluar dari matanya. Anisa tak mau tertindas, ia bangkit dan melawan.

Sudah lama ia diam dan mendapat penghinaan seperti itu. Mereka sudah keterlaluan. Apalagi ini adik ipar yang masih kemarin sore pun ikut berkomentar.

“Heh, kurang aja kami, Nisa!” pekik ini mertuanya.

“Aku hanya membela diri, sudah lama aku diam, tapi kalian semakin semena-mena memperlakukan aku. Hanya karena piring pecah saja kalian menyalahkan aku, nanti aku juga yang merapikan, bukan kalian,” ujar Anisa. Tangannya mulai mengepal, ingin rasanya ia meluapkan kekesalan pada semua orang.

Tiba-tiba saja perasaannya pun tak tenang, tubuhnya terasa lemas hingga piring yang ia pegang terjatuh. Ia berpikir ada firasat apa, tapi malah ibu mertuanya datang dan menghina terus.

“Kamu mau saya adukan pada Wisnu,” ancam Bu Atik.

“Adukan saja, Bu Biar dia di ceraikan Mas Wisnu. Biar tahu rasa dia,” Windy ikut memanasi situasi.

“Silakan, ajukan saja. Aku tidak takut jika memang harus berpisah.” Anisa menjawab lantang apa yang di katakan Ibu Atik.

“Heh, kamu itu tak berterima kasih. Selama ini hidup enak dengan kami, menikah dengan suami kaya seperti Wisnu. Sombong, otw janda aja,” tutur Bu Atik.

Anisa kembali geram, hatinya begitu perih mendengar apa yang di katakan ibu mertua dan iparnya. Kesabarannya kini sudah habis, ia menarik napas dalam sebelum ia memulai berontak. Untuk apa dia bertahan jika suaminya saja sudah bermain api dengan wanita lain.

“Cukup, Bu, Wid. Di sini aku bukan makan gratis, aku melakukan semua ini juga tidak di bayar. Mencuci, masak, gosok menyapu, kalian pun memperlakukan aku seperti pembantu, tapi aku tak pernah meminta bayaran malah kalian terus saja menghina aku.”

Bu Atik dan Widya pun bergeming saat Anisa langsung membalikkan badan untuk merapikan piring pecah itu. Ia mengambil sapu dan pengki dan langsung merapikannya.

***

Sementara, itu Wahyu kini sedang merasa bahagia. Hari di mana dirinya sudah menikahi Sinta, selingkuhannya.

“Sayang, terima kasih. Ehm, apa kamu akan membawa aku tinggal bersama dengan keluarga kamu atau bagaimana?” tanya Sinta.

“Ya, nanti perlahan aku pikirkan. Sudah sampai tahap ini pun aku merasa bahagia. Bisa menyentuh indah tubuhmu ini,” ujar Wahyu genit.

“Ah, Sayang, masih banyak tamu. Nanti, saja.” Sinta pun kembali menemui para tamu kerabatnya.

Wahyu membuka pesan dan tak mendapati pesan Anisa seperti biasanya. Ia tahu Anisa marah, tapi ini sudah terjadi. Ia pun mengirim pesan kalau akan ada pekerjaan mendadak dan harus kuat kota, kalau bukan seperti itu, ia tak akan bisa malam pertama dengan istri barunya.

Wahyu pun kembali menyimpan ponsel di saku, lalu bergabung dengan para tamu. Menikah dengan Sinta pun ia berharap akan segera memiliki anak agar sang ibu senang dan juga bisa menerima Sinta.

Sinta terlihat sangat bahagia walau ia hanya menjadi istri kedua. Melihat kesuksesan Wisnu pun ia gelap mata. Ia tak mau susah, dan mencari jalan cepat dengan mencari suami kaya raya walau hanya berstatus suami kedua.

***

Sementara itu, Anisa menyimpan dengan kasar ponsel di nakas. Ia tak percaya jika suaminya pergi ke luar kota. Pikiran jelek pun membuat ia sangat gelisah, ia menarik napas dalam. Tidak lama ponselnya kembali berdering, sebuah nama di layar ponsel membuat dirinya sedikit lega.

Sudah seminggu ayahnya tak bisa di hubungi, akhirnya pria yang di rindukannya pun menghubunginya.

“Assalamualaikum, Pak,” ujar Anisa. Ia mencoba menahan sakit hatinya dan menutupi dari sang ayah dan ibu.

“Walaikumsalam.”

Mereka mengobrol banyak, ibunya pun sangat rindu dengan Anisa. Kedua orang tuanya bertanya kapan ia akan pulang, tapi Anisa belum memastikan kapan akan ke kampung. Akan tetapi, niat sudah ada karena ia sudah muak tinggal di rumah sang suami.

Setelah berbicara cukup lama, Anisa menutup teleponnya. Setelah itu ia kembali mengambil air untuk di minum. Tenggorokannya terasa kering karena sejak tadi belum minum.

Anisa kembali mencoba menghubungi sang suami, tapi tak ada jawaban darinya Bahkan ponsel suaminya itu tak aktif. Anisa semakin geram, ia pun kembali menaruh ponsel dengan kasar.

“Kamu ke mana, Mas. Aku tahu kamu enggak ke luar kota, tapi ada yang kamu tutupi dari aku, tega kamu, Mas,” ujar Anisa. Ia mengepalkan tangan dan memukul kasur kencang.

“Anisa!”

Terdengar suara melengking ibu mertuanya hingga membuat ia harus gegas ke luar. Sebelumnya, ia menyimpan rapi baju dulu, lalu melangkah ke luar.

Di luar ibu mertua dan adik iparnya sudah menunggu dengan wajah penuh amarah. Anisa mencoba menahan amarah karena mereka mulai berulah lagi.

“Sudah jam berapa ini, kamu masih di kamar saja, kamu pikir saya tidak lapar?” Bu Atik bertolak pinggang dengan wajah penuh amarah. Begitu pun Windy, dia pun ikutan membuat emosi sang ibu semakin membludak.

“Aku hari ini sedang tidak mood memasak, takut enggak enak nanti kalian mengoceh lagi. Lagi pula, bisa kan masak sendiri, aku sudah lelah dengan apa yang aku kerjakan, tapi kalian masih saja berteriak memaki dan menyalahkan aku. Apalagi seperti ini, kalau lapar, ya masak lah.” Anisa melipat kedua tangan di dada.

Bu Atik dan Windy saling pandang, mereka heran melihat Anisa yang tak pernah melawan kini berani mengatakan hal yang tak mereka duga. Mana pernah Anisa menolak perintah atau apa yang di katakan ibu mertuanya.

“Kenapa, heran melihat aku menolak kalian, sedangkan dulu aku selalu patuh dan mau saja diinjak-injak harga dirinya oleh kalian?”

“Kamu—“

“Kenapa dengan saya, hah?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Maleo
Dr wisnu menjadi wahyu ampe sy baca ulang bab sebelumnya… tokoh utama bisa salah ketik hadeuu
goodnovel comment avatar
Ayyubi _
tolong dong penulisannya diperhatikan lagi, jd bingung bacanya kntl, nama pemerannya berubah"
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Empat

    “Nar, sudah membuat susu untuk Bumi?” tanya abu Zani. “Iya, Bu. Tapi aku mau buat makanan dulu buat Abas, kalau dia pulang tidak ada maafkan kasihan,” ujar Kinar dengan senyum tipis.Bu Zani mengerutkan kening, apa yang terjadi dengan Kinar anaknya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu, apa yang terjadi pikirnya. Ia menghampiri sang anak lalu bertanya apa yang di maksud olehnya. “Nar, Abas mau datang?” tanya Bu Zani pelan. “Iya, Bu. Tadi kami video call, dia senang karena aku sudah melahirkan anaknya. Bumi itu anak aku dan Abas,” ujar Kinar. Bu Zani cemas, lalu memegang bahu sang anak. “Nar, sadar kamu. Apa yang kamu katakan itu tidak benar. Bumi anak putri yang kamu adopsi, bukan anak kamu dan Abas.” Kinar menepis tangan sang ibu, tatapannya begitu tajam hingga membuat Bu Zani ngeri. Tidak mungkin sang anak mengalami gangguan jiwa, tapi memang dari gejala terlihat seperti itu. Ia langsung menarik Kinar untuk sadar dengan apa yang ada di pikirannya.Bu Zani menepuk-nepuk

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Tiga

    Wisnu menatap kantor yang dirinya pimpinan kini gulung tikar. Awal kehancurannya adalah saat Kinar keluar tiba-tiba, semua membatalkan kerja sama hingga ia tak mendapatkan keuntungan. Dirinya telah mencari pengganti untuk posisi Kinar, tetapi justru membuat perusahaannya semakin hancur. "Pa, tolong suntikan dana."Pak Hartawan sudah tak mau lagi membantu perusahaan anaknya itu. Wisnu selalu gegabah dalam mengambil keputusan dana sebanyak apa pun akan habis. "Pa, lalu bagaimana dengan aku? Aku memiliki istri yang harus dinafkahi," ungkap Wisnu. Pak Hartawan, melepas kacamatanya. Ia memijat pangkal hidungnya itu. "Kamu bisa menjadi karyawan di perusahaan yang papa pimpin," ujar Pak Hartawan. Mata Wisnu membulat, ia menjadi bawahan di perusahaan papanya? Dirinya ingin menolak, tetapi tahu sifat seorang Hartawan bila telah mengambil keputusan tak ada satu orang pun yang dapat mengubahnya. Wisnu keluar dari ruangan papanya dengan wajah kecewa. Kariernya benar-benar hancur. Lelaki it

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Dua

    Bu Zani khawatir tentang masa depan Bumi. Pasti akan banyak biaya untuk kedepannya. Susu, pakaian serta lainnya. Entahlah sepertinya Kinar terlalu gegabah dengan mengambil keputusan tersebut. "Bumi, udah wangi, udah minum susu juga tidur, ya, Nak." Bu Zani bicara pelan.Akan tetapi, kehadiran Bumi pun membawa dampak positif bagi Kinar bila dia kini lebih mudah untuk tertawa."Nar, kamu taukan mengurus anak itu bukan hanya memberikan kasih sayang saja, tetapi pasti memiliki biaya, lalu kamu akan membiayainya dari mana?" tanya Bu Zani. Sudah satu minggu Bumi tinggal bersama mereka dan Kinar pun banyak menghabiskan waktu dengannya. Ia menaruh jari telunjuknya di bibir memberi pertanda agar ibunya tidak bicara lagi. Kinar beranjak dari kasur. Ia segera keluar dan menemui ibunya yang berada di ruang tamu. "Kinar nanti akan bekerja lagi, Ma," ujar Kinar. Senyumnya begitu semringah. Ya, hadirnya Bumi pada kehidupan Kinar membuat semangat baru. Kini ia akan kembali mencari pekerjaan kemb

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Satu

    Anisa dilarikan ke rumah sakit, air ketuban telah pecah. Namun, ia belum merasakan kontraksi apa-apa. "Bayinya terlilit tapi pusar, serta air ketubannya sudah keruh."Abas dan Bu Asih saling menatap. Abas belum mengerti apa tindakan yang harus ia ambil. "Lakukan apa pun yang terbaik, Dok," ujar Abas. Sang Dokter mengangguk. Ia pasti akan mengambil tindakan yang tepat. "Air ketuban keruh kemungkinan bayi dalam kandungan sudah bab, jika dibiarkan bisa-bisa ia keracunan di dalam kandungan."Abas semakin panik. Ia tak tahu harus bagaimana. "Untuk prosedur operasi caesar kami membutuhkan tandatangan, Pak Abas sebagai suaminya."Abas mengangguk ia segera menandatangani surat yang diberikan sang dokter. Usia kandungan Anisa memasuki minggu ke 39 saat USG dua hari lalu jika posisi bayi masih di atas belum berada pada posisi yang tepat untuk melahirkan secara normal. Sebelum operasi Anisa harus melakukan puasa terlebih dahulu. Wajah wanita itu terlihat pucat, banyak ketakutan yang diriny

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    seratus

    Bab 100Melihat Wisnu yang masih mematung ia kecewa harus menelan pil pahit kehidupan bila dirinya memang lelaki mandul, buktinya dari tiga wanita yang pernah dirinya jamah tak ada yang hamil. Sebagai seorang lelaki dirinya benar-benar, malu. Bagaimana jika orang tuanya tahu? Bagaimana jika Nina tahu siapa yang bermasalah? Kinar langsung menendang kaki lelaki itu hingga terjatuh. Dirinya segera masuk ke mobil dan mengendarai dengan kecepatan yang sangat tinggi. Membelah teriknya matahari. Kinar membelokkan mobil pada parkiran sebuah rumah sakit mewah. Ya, sekarang ibunya sering sakit hingga ia harus menebus obat dibagian farmasi.Langkah Kinar terhenti. Baru saja bertemu Wisnu kini ia sudah dikejutkan oleh sepasang suami istri yang baru keluar dari ruang kandungan. Abas dan Anisa, ia memilih untuk menghindari keduanya. Dirinya benar-benar sedang tidak mau mencari ribut dengan siapa pun. Anisa dan Abas saling menatap. "Tumben, dia tidak mencari masalah," ujar Anisa. Abas mengangk

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    sembilan Puluh Sembilan

    Anisa terpaku melihat perjuangan Abas yang rela basah kuyup demi membelikannya martabak keju. Ya, lelaki itu tak memakai mobil, karena takut terhambat macet yang akan menyita banyak waktu. Apalagi martabak yang diinginkannya adalah martabak yang sedang viral. "Kamu langsung mandi, Bas," ujar Anisa. Abas mengangguk. Ia segera menuju kamar dan Anisa melangkah menuju dapur. "Kamu tak ada rasa kasihan sedikit pun pada Abas memangnya? Lihat dia rela hujan-hujanan demi membelikan apa yang kamu inginkan. Padahal ibu yakin martabak ini paling cuma kamu makan sepotong," ungkap Bu Asih sembari memindahkan bungkusan martabak ke piring. Anisa terdiam, ia memejamkan mata ini bukan untuk yang pertama kalinya Abas mencarikan apa yang dirinya ingin. Kemarin malam pun sama, dirinya menginginkan nasi goreng pukul 02.00 WIB dini hari. Abas rela mencarikannya. "Ini, bawa berikan martabak ini untuk Abas. Ibu tidak selera," ungkap Bu Asih. Anisa mengangguk. Hatinya dihantui rasa bersalah. Apa dirinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status