MasukBeberapa waktu berlalu namun Alex tidak mau melepaskan genggaman tanganya, bahkan dia mempererat genggaman itu. Pria itu juga tidak mau melepaskan pandangannya dari wajah Ceicillia, menikmati wajah ayu dengan kulit seputih porselen yang memanjakan mata.
Ceicillia tiba-tiba merasa malu karena pandangan Alex yang seakan dapat menembus tubuhnya. Buru-buru dia menarik tangannya dan bangkit dari kursi island, kemudian berjalan ke tempat yang lebih longgar di area sofa ruang tengah.
Alex mengambil sebotol wiskey dan dua buah gelas kaca di atas kitchen island, kemudian mengikuti langkah Ceicil duduk di sofa. "Boleh aku merampok wiskey milikmu?" "Ambil saja, karena kamu sudah membayar dengan pantas." Ceicil tidak keberatan."Put the wiskey in our vows, please." "Percaya diri sekali. Aku bahkan belum menjawab 'Iya' kan?" Ceicil tertawa kecil menanggapai Alex yang ingin memakai wiskey itu sebagai janji suci pernikahan untuk mereka. "Jadi apa yang harus aku lakukan agar kamu yakin padaku dan mau mengucapkan 'iya', Cesi?" Alex tidak ikut tertawa, tetap dalam mode serius. "Ceritakan tentang keluargamu. Kenapa seorang Alex Goldman yang suka kebebasan harus mendengarkan ucapan mereka?" Ceicil menanyakan apa yang mengganjal di kepalanya. 'Jaman sekarang mana ada sih anak muda yang mau menjalani perjodohan yang diatur keluarga?' "Menurutmu, mengapa kita harus mendendengarkan keluarga?" Alex malah membalikkan pertanyaan. "Oh cmon Alex, aku yang bertanya duluan." Ceicillia merasa seperti kena batunya. Pertanyaannya dijawab balik dengan pertanyaan oleh Alex. Dan rasanya sangat menyebalkan "Jawabannya complicated kan?" Alex tersenyum simpul dan Ceicil hanya mengangguk setuju. "Bagaimana dengan kehidupan asmaramu?" Ceicillia mengubah pertanyaan, ingin mengenal Alex lebih jauh lagi. "Sebenarnya aku cukup serius dengan setiap gadis yang aku kencani. Hanya saja setiap aku ingin melangkah lebih jauh, aku merasa bukan dia orang yang tepat." Alex menjelaskan tentang dirinya dan alasan sering berganti pasangan. "Padahal yang aku inginkan hanyalah menikah, memunyai support parter, membentuk keluarga, dan memiliki anak yang lucu." Ceicilli tertegun mendengar kisah asmara Alex. Rupanya dia bukanlah playboy yang hanya mengejar kesenangan belaka. Hanya saja dia belum menemukan pasangan yang tepat. "Lalu bagimana denganmu?" "Aku? Sudah kubilng tidak ada percintaan." "Apa enak hidup dengan membangun dinding tebal sehingga susah didekati seperti itu?" Alex ganti menyelidik kisah asmara Ceicillia "Aku hanya sedang fokus dengan perkerjaan dan karier. Tak ingin teralihkan oleh kisah romansa." "Asal kamu tahu, ada banyak sekali pria yang patah hati karenamu." "Bukannya kamu juga sering membuat wanita patah hati?" Ceicillia merasa lucu dikatai seperti itu oleh serang playboy seperti Alex. "Yah gimana lagi. Seleksi alam." "Dasar berengseeek!!" "Hahahaha." Keduanya kembali tertawa bersama. Entah mengapa mereka merasakan banyak kesamaan dalam diri mereka. Dan satu hal yang nyata terasa adalah rasa nyaman saat bersama, seperti bertemu kembali dengan teman lama. Alex terlebih dahulu menghentikan tawanya, dia meneguk segelas wiskey miliknya sebelum berkata. "Satu hal yang perlu kita lakukan adalah berpura-pura sebagai pasangan di depan publik. Mungkin yang sedikit susah adalah di depan keluarga dan teman-teman dekat." "Mungkin kita harus melakukan beberapa pelukan dan ciuman mesra di hadapan mereka ..." Alex berhenti sejenak sambil menyrigai buas. "Jadi bagaimana kalau kita test the weather dulu untuk melihat chemistry dan kecocokan kita? Yah jangan sampai nanti terlihat kaku dan terlihat sedang berpura-pura." "Test? Maksud kamu dengan berciuman?" Ceicil membelalakkan matanya sebagai tanda protes. Tak mengira Alex akan setidak tahu malu itu untuk meminta sebuah ciuman darinya. "Kenapa? Hanya sebuah ciuman tidak masalah kan? Dulu kita juga pernah melakukannya bukan?" Alex semakin memprovokasi. Ucapan Alex seketika menyadarkan Ceicil bahwa dirinya sedang berada di Amerika, bukan di Indonesia. Dan ciuman panas memang bukan hal yang tabu di sini, Ceicil yang dibesarkan di Amerika juga bukan orang sok alim yang tidak pernah melakukannya. "Asal kau tahu ciumanmu beberpa tahun yang lalu sangatkah buruk." "Waktu sudah berlalu, Cesi. Dan aku juga sudah berkembang ... Mau aku tunjukkan kemampuanku sekarang? Aku jamin kamu akan ketagihan." Alex sumringah karena Ceicil yang tidak mau kalah sudah termakan provokasi darinya. "Show me what you've got, Mr. Goldman!" Ceicil menjawab tantangan itu, namun sedetik kemudian dia menyadari bahwa dirinya telah jatuh ke dalam jebakan licik Alex Goldman sang playboy penakluk wanita. 'Aaaarrrgh sialaaan kamu, Alex!' "Sebuah ciuman saja kan, hanya sebuah test." Ceicilla terlalu gengsi untuk mundur. "Sure." Alex sudah tidak sabar lagi untuk bisa menikmati bagaimana rasa bibir Ceicil setelah sekian lama. "Aku yang mulai duluan ya ..." ujar Alex meminta ijin. Ceicillia hanya mengangguk sebagai balasan. Dan Alex tidak membuang waktu sedetik pun untuk mulai beraksi. Dia meraih sebelah pipi Ceicil dalam telapak tangannya, kemudian membelai dengan lembut dengan jemarinya. Untuk beberapa saat Ceicilia merasa nyaman dengan sentuhan itu, sampai Alex menurunkan ibu jari untuk sedikit membuka bibirnya. Kemudian pria itu membungkukkan tubuh dan menghapus jarak di antara mereka berdua. Ceicillia menutup matanya saat Alex menempelkan bibir pada miliknya. Sensasi rasa mint dari bibir Alex memberikan efek segar dan ketagihan. Sehingga perlahan gadis itu membuka bibirnya untuk mengijinkan lawannya masuk dan melakukan tautan yang lebih dalam lagi. "Uuuumm ..." Satu desahan lolos dari bibir Ceicil saat Alex memainkan lidah dan mempererat pelukannya. Kemudian tanpa sadar kedua lengan gadis itu terbang ke leher Alex untuk menariknya lebih dekat. "Mmmmm ..." Alex tidak mengira Ceicil akan melakukan perlawanan. Ceicillia menggigit ringan bibir Alex, kemudian memperdalam tautan bibir mereka. Tindakan berani itu membuat Alex semakin bersemangat untuk menggerakkan sebelah tangannya membelai punggung gadis itu. 'Sialan, kalau diteruskan si mesuuum ini bisa kebablasan.' Ceicil yang masih bisa berpikir dengan jernih mendorong dada Alex untuk menghentikan ciuman mereka. Membuat keduanya saling berhadapan dan mengatur napas yang tidak teratur. "Jadi bagaimana? Apakah ciumanku masih buruk seperti dulu?" Alex bertanya dengan nada menggoda. Sebenarnya dia tidak rela sensasi manis nan panas dari bibir Cecicil berakhir begitu saja.'You're really hot, Cesi ... Aku mau lagiiii.'
"Maybe ... Tapi kamu terlalu banyak menggunakan lidah." Ceicil tetap gengsi untuk mengakui bahwa Alex sangat mahir dalam berciuman. "Hahaha." Alex yang sudah hafal dengan tabiat Ceicil tertawa mendengarnya. "Kalau menurutku sih, kita berdua punya chemistry yang sangat sesuai." "Mana ada. Yang benar adalah kita berdua pandai berpura-pura berciuman." "Oh, hanya pura-pura ya? Gak masalah sih. Yang penting kita bisa saling menjiwai dan menikmati." 'Menikmati katanya? Dasar playboy kelas kakap!' "Kurasa aku masih butuh banyak berpikir tentang semua hal ini." Ceicillia berkata untuk mengakhiri pertemuan mereka yang terasa sangat panjang. "Sudah larut malam. Sebaiknya kamu istirahat dulu sebelum membuat sebuah keputusan." Alex tidak keberatan untuk memberi waktu Ceicil berpikir. "Kita akan putuskan nanti setelah kamu sudah mantap. Dan aku akan pamit agar tidak mengganggumu." "Okey, good bye Alex." Ceicillia mengantar kepergian Alex sampai ke pintu Apartemen.Kurang dari 24 jam kemudian, Alex Goldman telah mengamankan kesepakatan itu. Dengan modal Goldman Holding, dewan direksi Ciputra Group di Jakarta bahkan tidak berani menolak. Mereka dengan senang hati menerima tawaran takeover fantastis itu. Kini, Alex bukan hanya penanam modal, tetapi pemilik dan pengambil keputusan tunggal untuk proyek resor mewah di Labuan Bajo. Langkah pertamanya adalah mengaktifkan hak veto barunya. "Ganti nama proyek. Aku tidak peduli apa nama sebelumnya. Nama resor itu sekarang adalah Solis Bay," perintah Alex kepada Tony, yang kaget karena bosnya kembali ke mode 'agresif' dalam sekejap mata. Solis. Matahari. Nama yang digunakan Ceicillia di Florenze, nama yang ia yakini mewakili kedamaian bagi istrinya. Alex mengirim pesan diam-diam: Aku tahu itu kamu, Cesi. Dan aku sedang menuju ke sana. Alex terbang ke Labuan Bajo pada pagi berikutnya. Kali ini, ia mendarat bukan sebagai Al
Nickolas Marcus menatap Alex, matanya tidak lagi berbinar bangga, melainkan penuh keraguan dan keterkejutan. Alexander Goldman yang di hadapannya bukan lagi pria yang patah hati dan melankolis setahun yang lalu, tetapi predator bisnis yang haus dan kejam. "Tiga kali lipat, Alex? Kau serius? Total pendanaan untuk penyelesaian dan operasional hingga grand opening adalah sekitar 500 juta USD. Kau bicara tentang 1,5 miliar USD untuk mayoritas saham di sebuah resort? Itu gila!" Nick berseru. Alex tersenyum. Senyum itu tidak menjangkau matanya, tetapi itu adalah senyum seorang pemenang yang sudah mengunci target. "Bukan gila, Nick. Itu namanya over-acquisition. Aku tidak mau ada proses negosiasi berlarut-larut. Aku mau proyek itu selesai dalam dua minggu ke depan, dan aku ingin menjadi penanam modal utama, dengan hak veto penuh, efektif hari ini." Nickolas ter
Dua hari kemudian, Alex Goldman secara resmi menyerahkan operasional harian perusahaan kepada dewan direksi. Ia mengosongkan jadwalnya, mengaktifkan kembali semua detektif swasta di seluruh benua, dan mulai mengemas tas. Kali ini, Alex tidak membawa tas kerja atau dokumen bisnis. Dia hanya membawa paspor, sebuah cincin kawin, dan tekad yang membara. "Jika Ceicillia tidak ada di tempat-tempat yang dia sukai seperti Florence, maka dia pasti ada di tempat yang dia butuhkan. Tempat yang memberinya ketenangan." "Indonesia! Negara asal Miranda, ibu kandung Ceicillia. Pasti dia akan pulang ke sana setelah puas bepergian. Karena di sanalah 'rumah' bagimu." "Tapi Indonesia itu besar sekali. Harus dari mana aku mulai mencarinya?" Setahun yang lalu Alex sudah ke Indonesia untuk mencari istrinya yang hilang. Dia menemui Miranda, bahkan menc
Setahun berlalu setelah Alex sadar dari koma. Dan dalam setahun itu, satu-satunya hal yang masih hidup dalam diri Alexander Goldman adalah detak jantungnya. Semua yang lain seperti jiwa, mimpi, tawa, harapan telah lama mati. Dia tidak lagi kembali ke rumah. Rumah hanyalah bangunan tak bernyawa bagimya. Tempat pulangnya adalah kantor Goldman Holding, tempat dia bekerja seperti dewa dengan menyiksa diri sendiri. Dia tidak tidur di ranjang yang hangat di kamar, melainkan di kamar istrirahat yang ada di kantor Perusahaan utama Goldman. Alex kini tida hanya memimpin Goldman Tech, tapi juga seluruh perusahaan Goldman Holding. Menjalani masa percobaan yang diberikan oleh William kepadanya, untuk menilai apakah Alex sudah pantas untuk memimpin semua badan usaha di bawah nama besar Goldman. Di bawah kepemimpinannya, Goldman Holding tidak hanya pulih dari masa sulit, tetapi juga mencapai tingkat kesuksesan yang belum pernah d
Alex tahu, dengan semua koneksi dan kekayaan yang ia miliki, dia bisa menemukan Ceicillia. Ceicillia mungkin mengubah nama dan identitas, tapi dia tidak bisa mengubah DNA-nya. Alex bisa melacaknya. Namun, Alex tidak melakukannya. Jauh di lubuk hatinya, ada suara lemah yang berbisik. 'Biarkan dia bahagia. Biarkan dia bebas, seperti yang dia mau.' Alex mengepalkan tangan, membiarkan kemarahan menguasai logikanya. 'Tidak. Aku tidak akan membiarkannya bahagia tanpa aku!' Dia kembali menegakkan posisi duduknya di jok mobil, mengambil keputusan baru yang tergesa-gesa. Perburuan mungkin telah berakhir di Florence, tetapi perang belum selesai. 'Alex Goldman tidak pernah lari dari perang.' Alex membuat keputusan bahwa dia akan berhenti mencari jejak di masa lalu, dan mulai menyusun strategi untuk masa depan.
Alex memutuskan untuk tidak menyerah untuk mencari Ceicillia. Dia kembali ke apartemen miliknya yang kini sepi. Di sana, aroma Ceicillia masih samar-samar. Dia duduk di lantai di ruang kerja Ceicillia, tempat dia menemukan kotak yang berisi beberapa barang peninggalan sang istri. Ada sebuah buku catatan tua dan beberapa post-it yang ditempelkan di bawah tumpukan majalah yang dia tinggalkan sebelum pergi. Di buku catatan itu, Alex menemukan tulisan tangan Ceicillia tentang rencana jangka panjangnya. “Jika suatu hari aku harus pergi, aku akan kembali ke tempat yang tenang. Kota kecil yang jauh dari hingar bingar, tempat aku bisa memulai dari awal dan mengajari orang-orang untuk menghargai seni.” Salah satu post-it memiliki coretan yang tampak seperti logo sebuah galeri seni kecil, dengan nama tempat yang asing: "Solis Art Space – Firenze." Firenze (Florence). Italia. Kota seni, keindahan, dan tempat persembun







