Share

Bab 3

Malam hari...

Shelia menatap dirinya pada cermin yang ada didalam kamar itu. Tubuh mungilnya dibalut dengan gaun pengantin berwarna putih yang terlihat sangat mewah.

Wajahnya pun sudah diberi sapuan makeup, membuat dirinya terlihat berbeda dari biasanya, riasan wajahnya terlihat flawless sehingga membuat Shelia terlihat sangat sempurna malam ini.

"Apa nona muda sudah siap?" Jake masuk kedalam kamar dan berjalan mendekati bibi Jane.

"Sudah, taun. Nona muda sudah siap." Jawab bibi Jane.

Jake mengangguk, "Mari, nona. Tuan sudah menunggu anda dibawah."

Dengan perasaan berkecamuk, Shelia akhirnya berjalan keluar mengikuti Jake yang berada di depan mereka. Sedangkan Shelia berjalan dengan dibantu bibi Jane serta dua pelayan wanita yang setia mengikuti dirinya dari belakang.

Shelia melirik dua pria berbadan kekar yang menjaga pintu kamar. Karena dua penjaga itulah ia tidak bisa kabur. Wajahnya yang terlihat garang serta tubuhnya yang kekar membuat nyali Shelia menciut ketika akan kabur dari kamar itu.

Jake membuka pintu mobil ketika Shelia sudah berdiri disamping mobil, "Silahkan masuk nona."

"Terimakasih." Shelia pun masuk kedalam mobil dan duduk di dalamnya.

Glek!

Shelia menelan ludah dengan kasar setelah ia melihat tuan Sherkan yang juga duduk disampingnya.

Shelia meremat kedua tangannya yang sudah berkeringat dingin, matanya sesekali melirik tuan Sherkan yang terlihat sibuk dengan ipad-nya. Pria itu tidak memperdulikan kehadiran Shelia sama sekali, dia masih sibuk dengan iPad yang ada ditangannya.

Pikiran Shelia bertambah berkecamuk saat mobil berbelok dan memasuki sebuah Hotel mewah. Shelia begitu gelisah, jantungnya sudah berdebar tidak karuan, tubuhnya sudah berkeringat dingin.

Mau kabur pun percuma, dia tidak akan bisa kabur, karena banyak pengawal yang menjaga tempat itu. Di setiap sudut, mata Shelia menangkap sosok pria berbadan tinggi tegap berbalut jas hitam berdiri dengan tegap dengan wajah garang mereka.

'Ya, Tuhan. Apa aku harus menikah dengan pria aneh ini? Aku belum siap menikah, Tuhan. Umur ku saja masih dua puluh satu tahun.' Shelia menangis dalam hati. Bahkan air matanya saja takut untuk keluar dari bola matanya.

Saat sampai di depan pintu berwarna emas yang menjulang tinggi, tiba-tiba tangannya ditarik oleh pria yang berdiri disampingnya.

Sherkan melingkarkan tangan Shelia pada lengannya, "Jangan pernah lepaskan. Dan tersenyumlah, jika kau tak mau aku merobek bibirmu itu!" Bisik Sherkan pada telinga Shelia membuat gadis cantik itu menoleh dan menatap wajah seram Sherkan yang berada tepat didepan wajahnya.

Glek

Dengan cepat bibir Shelia melengkung membentuk sebuah senyuman keterpaksaan, dia tidak berani menoleh terlebih dulu sebelum Sherkan memutus tatapan mereka.

Ketika pintu terbuka mereka segera berjalan beriringan memasuki sebuah ruangan yang sudah disulap dengan sangat indah.

Para tamu undangan yang hadir segera berdiri menyambut kedua mempelai pengantin yang memasuki aula hotel.

Semua mata tertuju pada mempelai pengantin wanita, mereka merasa takjub dengan kecantikan mempelai wanita. Tapi mereka juga tidak ada yang berbisik atau membicarakan kedua pengantin itu. Meskipun dalam hati mereka membicarakan pengantin wanita yang terlihat sangat cantik juga pengantin pria yang berwajah seram.

Pembawa acara mulai membacakan susunan acara yang akan berlangsung malam ini.

Mata coklat Shelia menatap setiap sudut aula hotel yang terlihat sangat mewah itu, para tamu undangan pun sangat banyak. Shelia yakin mereka semua adalah orang kalangan atas, terlihat dari pakaian serta aksesoris yang mereka kenakan.

Acara malam ini pun berlangsung dengan meriah, setelah kedua pengantin mengucap janji suci. Kini keduanya terlihat berdiri untuk menyambut tamu yang akan memberi selamat pada mereka.

Bibir Shelia terasa sangat kaku karena sejak tadi dia terus saja tersenyum pada para tamu undangan yang memberi selamat pada mereka. Meskipun senyum Shelia hanya senyum keterpaksaan.

Sedangkan pria yang sudah sah menjadi suaminya hanya menampilkan wajah dingin tanpa ekspresi, sepanjang acara wajah itu tidak sedikit pun tersenyum walaupun samar.

'Tuhan, kenapa aku harus terjebak pernikahan dengan pria menyeramkan ini? Aku ingin pulang!' Jerit hati Shelia.

*

*

Shelia terlihat mondar mandir di dalam kamar mandi, dia begitu gugup serta takut jika malam ini suaminya itu meminta haknya pada Shelia.

Sungguh Shelia belum sanggup menyerahkan mahkota yang dia jaga selama ini. Tubuhnya yang hanya dibalut dengan gaun tipis berwarna merah membuat penampilan nya begitu menggoda malam ini.

Tubuh Shelia gemetar saat pelayan yang tadi melayaninya membersihkan diri mengetuk pintu kamar mandi, "Nona, apa anda sudah selesai? Tuan sebentar lagi akan datang."

"Kalian keluar lah, aku sebentar lagi selesai." Saut Shelia dari dalam kamar mandi.

"Baik, nona." Ucap pelayan itu.

Shelia semakin gugup memikirkan nasibnya malam ini. Dia tidak menyangka hidupnya akan jungkir balik seperti ini. Niat hati ingin mengadu nasib di negri orang malah dia harus menjadi pengantin pengganti saat baru tiba di negara ini.

Ceklek

Shelia membuka sedikit pintu kamar mandi, Shelia mengintip dari balik pintu, dia melihat kamar terlihat kosong. Shelia pun memberanikan diri untuk keluar dari dalam kamar mandi.

Langkahnya terlihat pelan, matanya awas menatap sekeliling, dia takut pria itu tiba-tiba saja keluar dari dalam walk in closet.

Shelia mengelus dadanya lega, karena di dalam kamar tidak ada siapa pun selain dirinya. Dia menatap jam yang tergantung di dinding kamar, waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Shelia menghela nafas, itu artinya dia memerlukan waktu tiga jam untuk membersihkan dirinya, padahal jika ia mandi sendiri hanya butuh waktu lima belas menit.

*

"Tuan, nona Shelia sudah selesai. Sekarang nona sudah menunggu anda di dalam kamar." Ucap bibi Jane saat menghadap pada taun Sherkan.

"Hem, kau boleh pergi."

"Baik, tuan." Bibi Jane menunduk lalu undur diri dari hadapan Sherkan.

Sherkan beranjak dari kursi, "Kau istirahatlah Jake. Menginap lah disini." Kata Sherkan sebelum ia keluar dari ruang kerjanya.

Pria berbadan atletis itu berjalan menuju kamarnya, raut wajah itu terlihat dingin serta datar, sangat minim ekspresi.

Ceklek

Pintu kamar terbuka, mata tajam itu menatap gadis yang terlihat begitu kaget akan kehadirannya. Langkah kaki Sherkan mengayun mendekati Shelia yang terlihat gugup serta ketakutan.

"Apa kau sudah siap,hem?"

"Si--siap apa tu-tuan?" Shelia sangat gugup, wajahnya menunduk dalam tidak berani menatap wajah suaminya.

Sherkan mendekatkan wajahnya dia berbisik tepat ditelinga Shelia, "Malam pertama. Kita akan melakukan malam pertama."

"Malam pertama? Ta-tapi a-aku belum siap tuan." Shelia meremas ujung baju yang ia kenakan dengan kedua tangannya.

Sherkan menarik pinggang Shelia, tubuh mungil itu sontak menabrak dada bidang Sherkan, tangan Sherkan terulur merapikan anak rambut yang menutupi wajah pucat Shelia.

Ya, gadis cantik itu terlihat pucat karena ketakutan.

Sherkan mengangkat dagu lancip Shelia, "Apa kau tak sudi ku sentuh, Shelia?"

Bukannya menggeleng Shelia malah mengangguk, dan itu membuat Sherkan naik pitam, dia mendorong tubuh mungil Shelia hingga membentur ranjang.

Shelia meringis merasakan pinggangnya membentur ujung ranjang, dia beringsut naik keatas ranjang ketika melihat Sherkan berjalan mendekat kearahnya.

Tatapan tajam itu menghujam dirinya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status