Share

Bab 2

Shelia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat wajah tuan Sherkan.

Tubuhnya tiba-tiba gemetar ketakutan, kedua tangannya sudah terasa sangat dingin, tenggorokannya juga terasa sangat kering, hingga menelan ludah saja dia harus bersusah payah.

Tuan Sherkan berjalan mendekati Shelia yang terlihat ketakutan melihat dirinya, bibirnya tersenyum miring menatap gadis yang masih terbilang remaja itu.

Shelia terlihat mundur ketika tuan Sherkan mendekat kearahnya. Sherkan menarik tangan Shelia hingga tubuh mungil itu membentur dada bidang berbalut jas hitam itu.

"Kenapa, hem? Apa kau mau kabur? Apa kau takut melihat wajah ku?" Sherkan memeluk pinggang ramping itu dengan erat, tangannya mengelus pipi putih milik Shelia.

Dengan wajah ketakutan Shelia mengangguk, dia memang tidak pernah berbohong, kedua orang tuanya selalu mengajarkannya untuk selalu berkata jujur. Saat ini memang dia merasa takut melihat wajah seram Sherkan, wajah yang sebagian terlihat melepuh, seperti terkena air keras, juga sayatan pada pangkal hidungnya.

 Tapi kejujurannya membuat raut wajah Sherkan berubah, rahangnya terlihat mengeras, matanya menatap tajam pada Shelia, membuat gadis cantik itu semakin ketakutan.

"Apa wajah ku terlihat seperti monster?" Shelia mengangguk, "Katakan apa yang kau rasakan setelah melihat wajah ku!" Suara Sherkan pelan namun terdengar menakutkan ditelinga Shelia.

"Ta..k....akk.." Suara Shelia tercekat ketika tangan kekar itu mencengkram lehernya. Tubuhnya bergetar hebat ketika cengkraman itu semakin membuatnya sulit bernafas.

"Sa...kit." Lirih Shelia ketika merasakan sakit pada lehernya.

Wajah Shelia terlihat memerah karena menahan sakit pada lehernya. Tangannya berusaha menarik tangan kekar Sherkan dari lehernya, namun usahanya sia-sia tangan kekar itu malah semakin menguatkan cengkeramannya pada leher Shelia.

Tangan Sherkan yang satu masih memeluk erat tubuh ramping Shelia.

"Apa kau mau keluar dari rumah ini?" Shelia mengangguk mendengar ucapan Sherkan.

"Apa kau tidak mau menikah dengan ku?" Shelia kembali mengangguk.

"Apa kau takut pada ku? Apa wajah ku terlihat menakutkan?" Shelia kembali mengangguk, dengan nafas yang mulai sulit ia dapatkan.

Sherkan semakin mempererat cengkraman-nya pada leher Shelia. Hingga wajah Shelia terlihat memerah karena sulit untuk bernafas.

"Aku akan bertanya pada mu sekali lagi," Kata Sherkan dengan dingin.

Jantung Shelia berdetak dengan kencang, hatinya gelisah menunggu pria yang mencengkram lehernya membuka suara. Udara yang masuk dalam rongga dadanya sudah mulai menipis, ditambah sakit yang ia rasakan membuat air matanya meleleh membanjiri kedua pipinya.

"Apa kau tidak ingin menikah dengan ku?" Bola mata Shelia berputar dengan liar, dia berpikir dengan keras, apa dia harus jujur atau berbohong?

Shelia melirik pria yang tadi menjemputnya hanya diam tidak berniat untuk membantunya atau menghentikan tuannya.

Jika dia berkata jujur pastilah ia akan mati, jika ia berkata bohong berarti ia melanggar janjinya pada kedua orang tuanya untuk selalu berkata jujur dimana pun dia berada.

Cengkraman pada lehernya semakin kuat saat ia tak kunjung memberi jawaban. Shelia menggeleng sebagai jawaban, cengkraman Sherkan membuat Shelia sulit untuk mengeluarkan suara.

"Kau menggeleng, itu artinya kau ingin menikah dengan ku?"

Shelia mengangguk, "I..iya," Ucapnya lirih.

"Kau tidak takut dengan ku?" Shelia menggeleng.

"Apa wajah ku terlihat menakutkan?" Shelia kembali menggeleng, hanya itu yang bisa ia lakukan.

Shelia memilih berbohong agar dia bisa tetap hidup, dia belum mau mati. Meskipun saat ini dia begitu ketakutan melihat pria yang bernama tuan Sherkan. Biarlah dia bertahan dulu, jika ada kesempatan dia akan kabur dari tempat ini.

"Bagus!" Sherkan melepaskan cengkraman-nya pada leher Shelia.

Hingga gadis bermata coklat itu terbatuk-batuk, Shelia meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Dia memegang dadanya yang masih berdetak dengan kencang dan nafasnya yang masih tersengal.

"Jake, kau urus gadis ini. Jangan biarkan dia keluar dari dalam kamar, jika sampai dia berani melangkah satu langkah saja dari pintu. Kau patahkan kedua kakinya!" Perintah Sherkan pada Jake sang asisten.

"Baik,tuan." Jake menunduk ketika tuannya pergi melewati mereka.

Shelia menelan ludah dengan kasar, padahal baru saja otaknya menyusun rencana untuk kabur. Tapi mendengar perintah yang diucapkan oleh Sherkan membuat nyali Shelia menciut.

"Bibi Jane." Wanita paruh baya yang dipanggil Jake terlihat berjalan cepat mendekati mereka.

"Saya, taun." Ucap bibi Jane pada Jake.

"Kau antar nona muda ke kamarnya, dan pastikan sebelum pukul tujuh malam nona muda sudah harus siap." Titah Jake pada bibi jane--kepala pelayan di Mansion keluarga Smit.

"Baik, tuan." Ucap Bibi Jane menunduk.

Jake berlalu meninggalkan Shelia yang masih terlihat ketakutan.

Bibi Jane mendekat, wanita paruh baya itu menunduk pada Shelia, "Perkenalkan nona, saya bibi Jane. Kepala pelayan di Mansion ini." Kata bibi Jane memperkenal dirinya.

Shelia hanya mengangguk tanpa suara, dia masih bingung dengan keadaan yang tiba-tiba saja berubah hanya karena dia menolong seorang wanita untuk menyerahkan amplop pada temannya. Bahkan Shelia juga tidak tahu apa isi amplop itu.

Shelia masih tidak menyangka dia akan mengalami semua keadaan ini. Keadaan yang sama sekali tak ia inginkan terjadi dalam hidupnya.

Apa itu artinya dia menjadi pengantin pengganti untuk menggantikan wanita yang tak ia kenal itu?

Apa dia sanggup jika harus menjadi pengantin wanita dari pria berwajah seram juga menakutkan seperti tuan Sherkan?

Bukan hanya wajahnya saja yang menakutkan tapi juga orangnya pun menakutkan. Membayangkan dirinya akan hidup bersama pria menyeramkan seperti tuan Sherkan membuat Shelia menggeleng cepat.

'Tidak! Aku tidak mau menikah dan hidup bersamanya dan menjadi istri pria menyeramkan seperti taun Sherkan. Aku ingin menikah dengan pria yang baik juga yang mencintai ku. Aku harus kabur sebelum malam tiba.' Gumam Shelia dalam hati.

"Silahkan masuk nona," Ucap bibi Jane membuyarkan lamunan Shelia.

Kaki Shelia memasuki sebuah kamar yang begitu luas, matanya berbinar menatap setiap sudut kamar. Shelia berdecak kagum melihat betapa mewah serta luasnya kamar itu, mungkin luasnya hampir sama dengan luas rumahnya di desa.

'Eh'

Shelia terjingkat kaget saat kedua pelayan yang entah kapan datangnya membuka jaket yang ia kenakan.

"Mau apa kalian?" Shelia menarik jaket yang hampir terlepas dari tubuhnya, ia merapatkan jaket itu pada tubuhnya.

"Mereka akan membantu anda mandi nona." Shelia menoleh menatap bibir Jane yang tersenyum padanya.

"Aku bisa sendiri." Tolak Shelia yang masih merapatkan jaketnya.

"Tolong jangan persulit pekerjaan mereka nona, karena itu memang tugas mereka." Balas bibi Jane.

"Tapi aku tidak terbiasa mandi dilayani, bibi. Aku juga tidak merasa nyaman," Ucap Shelia.

"Maaf nona, anda harus terbiasa mulai sekarang, karena sebentar lagi anda akan menjadi istri dari tuan Sherkan. Jadi biarkan mereka melayani anda." Bibi Jane tersenyum melihat wajah merah Shelia, dia tau gadis cantik itu pasti merasa malu.

"Tapi bibi..."

"Nona, penolakan anda akan membuat mereka kesulitan. Apa anda tidak ingat apa yang terjadi pada anda tadi? Tuan tidak akan segan-segan membuat mereka kehilangan anggota tubuh mereka atau bahkan nyawa mereka jika tidak bekerja dengan baik." Jelas bibi Jane panjang lebar, membuat Shelia kembali ketakutan.

Shelia menatap dua pelayan itu satu persatu, dia bisa melihat dua pelayan itu juga merasa ketakutan atas penolakannya. Sama seperti dirinya yang merasa ketakutan akan menikah dengan monster seperti tuan Sherkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status