Share

Mendadak Nikah Kontrak
Mendadak Nikah Kontrak
Penulis: Liza Azhari

Bab 1 MNK : Abelin yang agresif

Diam-diam Abelin memasuki kamar Carlos Diego, dia menatap pakaian yang tergeletak di atas kasur besar dengan headboard kayu yang berukir bunga mawar dan bercat warna maroon. Dia berjalan perlahan sambil menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang tahu bahwa dia berada di kamar sang paman.

Dia raih celana dalam berwarna putih tulang dan mengendusnya perlahan. Senyumnya terbit menimbulkan lesung di kedua pipinya.

Matanya berbinar kala mendengar suara gemericik air di dalam ruangan sebelah kanan. Langkah kakinya membawanya menuju ruangan tersebut, dia buka perlahan pintu kokoh itu. Menampilkan bilik kecil berbahan kaca tebal yang temaram. Dia menggigit bibir bawahnya yang kecil dan merah sempurna. Menatap lekat gerakan tubuh yang tengah asyik mandi tanpa tahu ada orang yang memperhatikannya.

Diego menyanyi sambil menggosok tubuh atletisnya, dia menikmati pancuran shower. Dia matikan pusat keran, lalu menyibak rambutnya dan menarik handuk putih dan melilitkannya pada bagian pinggang. 

"Mampus!" gumam Abelin yang hendak bersembunyi namun tubuhnya menabrak lemari dengan pilar kecil yang bertingkat, tempat menyimpan keperluan mandi.

"Siapa di sana?" teriak Diego. Dia menarik handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Bergegas keluar bilik kaca dan mencari sesuatu yang tak beres. Matanya memicing menatap botol sabun, sampo, dan botol lainnya yang berserak di lantai.

Langkah kakinya cepat memeriksa kamarnya. "Hei keluar! Siapa yang berani memasuki kamarku tanpa permisi?" erangnya kesal.

Abelin bersembunyi di dalam lemari, napasnya memburu, dia takut aksinya itu akan ketahuan.

"Sialan!" 

Diego memilih meraih parfum dan menyemprotkannya ke seluruh tubuh. Dia pandangi tubuhnya dari pantulan cermin. Tubuh indah, wanita mana yang akan menolak. Namun, sampai umurnya menginjak 32 tahun dia tetap setia dengan status jomblonya.

Dering ponselnya membuyarkan aksi memuja dari dirinya. Dia raih ponsel yang ada di kasur dan memasukan sandi.

"Hallo Nex, ada apa, hm?"

Suara bariton yang cukup seksi terdengar di telinga, membuat Abelin menutup matanya dan tersenyum. 'Bagaimana jika bibir itu aku kecup? Rasanya pasti manis!'

"Oke, baiklah. Tunggu aku setengah jam lagi." Diego memutus sambungan telepon tersebut dan berjalan ke arah lemari.

"Dimana kaos baruku?" gumam Diego nampak berpikir. Dia menutup satu pintu lalu membuka pintu sebelahnya. Lemari tersebut terlihat penuh dengan pakaian yang tersusun rapi. Dia meraih celana pendek selutut berbahan denim dan membuka laci, kemudian mengambil satu celana dalam yang berwarna putih.

"Setengah jam lagi, cukup untukku menikmati segelas kopi susu dan roti panggang," ucapnya sambil memakai celana dalam dan celana pendek. 

Dia gantung handuk pada ring besi tergantung di tembok. Diego membuka lemari yang terdapat pakaian hem yang tergantung rapi. 

Dia terkejut melihat penampakan sepasang kaki jenjang dan mulus. "Siapa kau?" tanyanya sambil meraba dan meraih tubuh seseorang.

"Abelin!" pekik Diego. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanyanya dengan tatapan tajam.

"Aku ... ingin minta diajari melukis," jawabnya tertunduk.

'Ah, sial! Kenapa kakinya yang berbulu itu menantang dan menggodaku?' Abelin ratapi kedua kaki Diego dengan menelan saliva.

"Aku belum punya waktu untukmu. Nanti saja dan sekarang keluarlah dari kamarku."

"Tapi … Paman harus menciumku dulu," ujar Abelin berterus-terang.

Kening Diego bertaut, sejurus kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Fine!" Dia kecup perlahan kening Abelin. "Sekarang keluarlah, aku benar-benar sibuk," ucapnya tersenyum kecil.

Abelin tersenyum semringah, dia berjalan menuju pintu. Bukannya keluar, dia malah mengunci pintu kamar Diego dan menyelipkan kunci tersebut pada bra yang dia kenakan.

Diego fokus memilih hem, dia berencana untuk menghadiri acara pertemuan dengan sahabatnya di sebuah cafe yang jaraknya cukup jauh dari kota. Rencananya dia akan menginap dan memilih beberapa baju kaos untuk dibawa.

Tangan mulus dan mungil mulai memeluk Diego dari belakang.

"Kau, kenapa masih di sini?" ucap Diego yang terkejut dan lantas membalikkan tubuhnya. 

"Paman, aku sedang …." Abelin meraba tubuh Diego dengan bersemangat. Dia bahkan memeluk erat dan menciumi dada bidang sang paman.

"Hentikan, Abelin! Apa kau sudah gila?" Diego menangkap kedua tangan Abelin dan mencengkramnya dengan kuat.

"Tidak. Ah, maksudku, ya, Paman. Aku menyukai tubuhmu ini." Abelin menyentak tangannya dan mulai menjamah tubuh Diego kembali. "Tidak ada yang akan tau, ini akan menjadi rahasia kita!"

Napas Diego memburu, dadanya naik turun dengan amarah yang tertahan. "Apa kau sedang mabuk?" Dia menarik paksa tangan Abelin dan mendorong tubuh mungil itu menuju pintu.

Senyum Abelin semakin manis. "Katakan Paman, jika aku sangat dewasa di matamu, apakah kau mau berkencan denganku?"

"Jangan gila! Reyna pasti akan memukulmu."

Terdengar tawa kecil dari bibir mungil dan seksi milik Abelin. "Oh, itu rupanya. Paman takut?"

"Abelin!" sentak Diego. Dia mencari kunci, namun tak menemukannya.

"Paman cari ini?" tunjuk Abelin pada ujung kunci yang menyempil di dalam bra.

Mata Diego memanas. Laki-laki mana yang tahan dengan kemolekan tubuh seorang wanita. Namun, dia masih waras. Tidak beretika menurutnya jika harus berkencan dengan keponakan sendiri.

Dengan menghela napas berat Diego meraih kunci tersebut, namun desahan lolos dari bibir Abelin, seketika membuat Diego terkejut. Dia mundur dan menggelengkan kepala, lalu menyingkirkan tubuh keponakannya.

"Paman …." Desahan Abelin membuyarkan fokus Diego.

Telapak tangan Diego ditarik paksa oleh Abelin menuju dua benda kenyal dan montok. Kewarasan Diego terganggu, dia mendorong tubuh Abelin hingga terhimpit ke tembok.

"Dengar Abelin, hentikan semua ini!" mohon Diego.

Abelin malah menggigit daun telinga Diego. Dia mengalungkan kedua tangannya pada leher sang paman dan mengaitkan kedua kakinya di tubuh Diego.

"Abelin sayang … ku rasa kau mabuk lagi. Kenapa kau seperti ini? Ada sesuatu yang hendak kau ceritakan padaku?" bujuk Diego yang melepas perlahan kaki Abelin yang membelitnya.

"Hei Abelin, liat aku!" Dia pegang kedua pipi Abelin mencoba menyadarkan keponakannya tersebut.

Abelin melerai tangan Diego dan berjalan ke sisi kasur. Dia menepuk perlahan kasur tersebut dan mengisyaratkan agar Diego duduk di sebelahnya.

"Oke, Paman. Aku mencintaimu!"

Bagai disambar petir di siang bolong.

Diego menatap sayu pada Abelin. "Sadarlah. Jangan minum alkohol terlalu banyak!" Dia tepuk perlahan kedua pipi Abelin yang memerah.

"Kenapa?" tanyanya lirih dengan menunduk.

"Kau masih kecil Abelin. Cinta apa yang kau bicarakan ini? Sudahlah lebih baik kau kembali ke kamarmu!"

"Tidak. Kenapa Paman mengatakan aku masih kecil? Usiaku 17 tahun dan sebentar lagi 18, apakah itu masih kecil di mata Paman?"

Diego mengangguk. Sedikit bingung menghadapi sifat manja dan agresif Abelin.

"Kalau begini, apakah masih kecil?" tanya Abelin yang melepas baju atasnya dan mendorong tubuh Diego serta menindihnya.

Diego terkejut. Dia menutup matanya dan mengatur degup jantungnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status