Share

Bab 4

Penulis: Linda Malik
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 22:11:10

Belum sempat hilang rasa terkejutnya setelah mendengar permintaan tulus dari pemuda yang sudah berulang kali mengungkapkan perasaannya itu, terdengar bunyi pintu terbuka. Dua wanita berbeda usia, berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang tak kalah terkejutnya.

“Ternyata benar yang Pevi bilang, apa kalian akan menikah?” ucap Meghan dengan raut penasaran. Bahkan baru kali ini dia melihat seorang laki-laki berada di kamar anak tirinya.

“Apa anda mamanya Clay?” Kazuya yang pertama kali menyahut ucapan Meghan.

Hanya sekali melihat pun dia paham akan sosok wanita paruh baya di hadapannya. Apalagi wanita muda tak tahu malu yang Kazuya ingat tak lain adalah adik dari Clay.

Kedua wanita itu memiliki wajah yang hampir sama, hanya berbeda usia saja. Bisa dipastikan jika watak mereka pun sama.

“Apa kamu lelaki yang akan menikahi, Clay? Siapa kamu? Dari mana asalmu?” ucap Meghan dengan tatapan menelisik.

Wajah tampan dengan kulit putih bersih, namun penampilan Kazuya terlihat sedikit berantakan. Jaket kulit dipadukan dengan celana jeans robek di kedua lututnya. Bisa dipastikan jika pemuda itu berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Sebelum Kazuya menjawab, tangan Clay menyentuh pundak pemuda itu. Mengisyaratkan agar Kazuya diam, tak menjawab.

“Ya, ma.. dia kekasihku. Calon suamiku! Kami akan menikah!” Clay terpaksa menjawab itu, karena merasa situasi yang sudah tak memungkinkan untuk dirinya berkata jujur.

Entahlah, apa resiko yang nantinya harus Clay tanggung setelah melibatkan pemuda lain dalam permasalahan hidupnya.

Yang terpenting saat ini, dirinya bisa terbebas dari keluarga toxic yang hanya mencari keuntungan atas harta peninggalan dari mendiang sang ayah.

“Oh, baguslah. Itu artinya kau tak akan merepotkan kami lagi. Kapan kamu akan pergi dari rumah ini?” tanya Meghan tanpa rasa simpati sedikit pun.

Meghan sudah mengetahui hubungan yang dijalani Pevita dengan kekasih anak tirinya itu. Bukannya marah atau melarang, justru dia yang paling bersemangat atas hubungan Pevita dan Rafael.

Siapa sih, yang bisa menolak calon menantu kaya seperti Rafael? Seorang manajer keuangan di perusahaan yang cukup berkembang di kota itu.

Tak ingin anak tirinya mendapatkan keberuntungan, oleh karena itu Meghan sendiri yang menyuruh Pevita untuk merebut Rafael dari sisi Clay.

“Hari ini, aku akan pergi dari rumah hari ini!” tegas Clay seraya meraih koper dari atas ranjang. Dia sudah bersiap untuk meninggalkan rumah milik mendiang ayahnya.

Meskipun terasa berat harus meninggalkan rumah semasa kecil yang begitu banyak menyimpan kenangan bersama kedua orang tuanya dulu. Namun tak ada lagi yang bisa dipertahankan sekarang.

Tak ada yang mengerti, selain hanya dirinya sendiri.

***

Kazuya kembali memacu kendaraannya meninggalkan rumah Clay. Sesekali dia melihat ke arah kaca spion untuk memastikan kondisi sang calon istri.

Ya, setelah mendengar penuturan Clay, Kazuya semakin yakin untuk memiliki wanita itu seutuhnya. Bahkan sudah siap jika dirinya menikahi wanita yang berusia lima tahun di atasnya.

“Sayang, kemana tujuan kita?” tanya Kazuya di tengah perjalanan.

“Jangan kurang ajar Kazuya! Bersikaplah sopan dan jangan memanggilku dengan panggilan itu!” sentak Clay kembali ke mode awal. Ketus dan pemarah.

“Dan aku calon suamimu, Clay! Masak aku gak boleh memanggilmu sayang?!” Kazuya tak merasa tersinggung. Bahkan setelah kejadian ini, dia sudah mulai memikirkan acara pernikahannya nanti. Mungkin setelah ini, dia akan menyampaikan maksudnya pada Martin, papanya.

Suasana kembali hening, tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut Clay. Membuat Kazuya penasaran akan kondisi wanita yang duduk di belakangnya.

Lagi-lagi Clay menangis. Kazuya memang tak pernah merasa dikhianati. Namun entah mengapa ketika melihat wajah sedih Clay, membuatnya turut merasakan kesedihan itu?

Tanpa bertanya lagi, Kazuya memutuskan untuk memacu motornya menuju apartemen milik keluarganya yang jarang ditempati.

Lamunan Clay buyar tatkala laju motor berhenti di sebuah parkiran. Melihat penampakan gedung mewah menjulang tinggi dan kokoh, seperti sebuah hotel. Bukan! Lebih tepatnya hunian mewah untuk kalangan menengah ke atas.

“Kaz, dimana kita?” tanya Clay tanpa bisa menahan rasa penasarannya.

“Apartemen, untuk sementara kamu bisa tinggal di sini.”

Kazuya bergegas meraih koper dari pangkuan sang wanita lalu membantunya turun dari motor.

“Ta-tapi aku gak bisa..”

“Hari sudah semakin malam, gak mungkin nyari kontrakan di jam segini.”

Memang benar apa yang dikatakan pemuda itu. Dengan keuangan terbatas yang tersisa di rekening tabungannya, tak memungkinkan untuknya bisa menyewa sebuah rumah kontrakan. Apalagi harga kontrakan di ibu kota terbilang cukup mahal. Itu yang membuat Clay akhirnya setuju.

Mengandalkan penghasilan dengan menjadi asisten dosen, hanya bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari dan ongkos pulang pergi.

Gaji tambahan yang didapat dari Martin sebagai bayaran telah menjadi pembimbing Kazuya, bahkan Clay tak bisa menikmatinya. Karena dipergunakan untuk membayar tagihan listrik dan air di rumahnya.

Bola mata Clay terbelalak kala melihat ruangan mewah yang berada di lantai teratas. Unit apartemen elit yang menyediakan berbagai fasilitas mewah juga berbagai ruangan yang sangat luas.

Bahkan luas rumah ayahnya tak seluas apartemen ini.

“Kaz, apa apartemen ini milik tuan Martin?” tanya Clay seraya memindai pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

“Hum, bisa dibilang gitu. Tapi ini apartemen milikku, hadiah dari papa saat ulang tahunku ke tujuh belas.”

Astaga, Clay tidak menyangka pemuda di hadapannya ini adalah seorang anak Sultan yang memiliki kekayaan tak terbilang jumlahnya. Padahal kediaman Martin sudah menjadi hunian paling mewah yang pernah Clay lihat seumur hidupnya.

“Di sini ada dua kamar. Kamu bisa pilih satu kamar yang kamu mau,” ucap Kazuya menyentak atensi Clay.

Wanita itu memutar tubuhnya, menghadap ke arah pemuda jangkung itu.

“Terserah yang mana saja. Kamu saja yang pilihin!”

Setelah menaruh barang-barang bawaan ke dalam salah satu kamar, Kazuya kembali menghampiri Clay yang tengah berdiri di teras balkon.

Angin malam berhembus, mengibarkan helaian rambut panjang milik Clay. Rasa sakit tak sepenuhnya hilang, bahkan bayangan akan mantan kekasihnya yang sedang menggauli adik tirinya sendiri, masih terlihat jelas di pikirannya.

Clay kembali menyesal akan tindakannya tadi. Andai saja Clay tak membuka pintu kamar adik tirinya, maka dia tak akan melihat pemandangan menyakitkan itu.

Harapan dan keinginan untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersama sang kekasih, kini pupus sudah. Menyisakan rasa sakit yang entah sampai kapan akan berhenti menyiksanya.

Lamunan Clay buyar, tatkala menyadari kehadiran Kazuya di sisinya.

“Apa kamu masih mikirin dia?” tanya Kazuya menghapus keheningan.

Clay menoleh pada pemuda yang berdiri menunduk dengan kedua tangan bertumpu di pagar besi. Pemuda tampan yang begitu baik meski terkadang membuatnya merasa was-was.

Jujur, baru kali ini Clay diperlakukan seistimewa ini semenjak kepergian ayahnya. Berkali-kali mendengar ungkapan cinta dan ajakan untuk menikah, semakin meyakinkan Clay jika Kazuya memiliki perasaan yang tulus.

Namun haruskah dia menerima cinta dari Kazuya, sedangkan perbedaan usia juga status sosial mereka yang sangat berbeda? Kazuya berasal dari keluarga kaya raya, sementara dirinya hanyalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang hanya mengandalkan beasiswa?

“Maafkan aku sudah melibatkanmu dalam permasalahan ini. Tak seharusnya kamu terlibat, Kaz. Aku tak menyangka semua akan berakhir seperti ini,” ucap Clay dengan wajah sendu.

Menarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan mata sejenak sebelum kembali berucap, “mulai besok aku akan pergi dari sini, gak enak jika harus merepotkanmu.”

“Tetaplah di sini, Clay! Kamu calon istriku! Mulai detik ini, kita harus tinggal bersama. Apa kamu gak ingin membalas perlakuan mantan kekasihmu, adikmu juga ibumu yang jahat itu? Aku bisa membantumu, hanya dengan satu syarat..” Kazuya sengaja menjeda ucapannya, hendak melihat respon dari wanita di sisinya.

Clay menatap balik Kazuya dengan kedua alis saling bertaut. Dia sadar bahwa semua yang terucap saat berada di rumahnya, hanyalah sebuah sandiwara. Namun mengapa justru pemuda itu menanggapinya serius?

Saat tak mendengar jawaban dari bibir wanita itu, Kazuya memberanikan diri untuk meraih kedua tangan Clay.

“Syaratnya kita menikah! Ayo kita nikah, Clay! Aku berjanji akan membahagiakanmu!” ucap Kazuya dalam satu tarikan nafas.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 100

    “Kau bicara apa tadi?” tanya Martin memastikan. Meski suara Kazuya terdengar lirih, namun telinganya mampu menangkap.Kazuya kembali menoleh ke belakang.“Apa papa ingat Helena, atasanku?”Martin langsung mengangguk, “apa yang dia lakukan? Kenapa kau menduga dialah orangnya, Kazuya?”Kazuya menghela nafas panjang. Sebenarnya dia enggan membicarakan hal ini pada Martin, namun tak memungkinkan lagi dirinya untuk menyembunyikan permasalahan itu. Kazuya harus mengungkap alasan yang kuat di balik dugaannya.Dari semua kemungkinan, hanya Helena yang paling masuk akal. Dialah satu-satunya orang yang memiliki alasan juga keberanian melakukan hal sekeji itu. “Aku bermasalah dengannya. Dari awal bekerja di pabrik itu, aku melihat sikapnya berbeda,” ucap Kazuya mengawali penjelasan.Salah satu alis Martin terangkat, “apa maksudmu atasanmu itu menyukaimu?” tebak Martin.“Aku tidak tahu, Pa. Hanya saja dia menunjukkan perhatian lebih.”“Apa dia sakit hati karena ternyata kau sudah memiliki istri?

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 99

    “Ikut aku! Aku butuh bantuanmu untuk mencarinya!” perintah Kazuya seraya memacu langkahnya.Bastian mengambil kembali ponselnya dari tangan Felicia. Tanpa berucap, segera melangkah membuntuti Kazuya.“Hei, tunggu!” panggil Felicia, namun Bastian tak menoleh sedikitpun.Hingga langkah Kazuya tiba di depan pintu gerbang, matanya menangkap keberadaan mobil mewah milik Martin yang terparkir tak jauh dari sana.Kondisi langit sudah gelap. Minimnya penerangan jalan, tak menghalangi Kazuya untuk tidak mengenali mobil itu. Apalagi wajah seorang pria paruh baya yang terlihat dari sisi jendela setengah terbuka.“Tuan Kazuya, tunggu sebentar. Aku akan menghubungi orang yang saya tugaskan menjaga. Kemungkinan dia tahu tentang keberadaan Nona..”Ucapan Bastian terhenti kala tangan Kazuya terulur ke depan, sebagai isyarat untuk diam.Perlahan kakinya melangkah mendekat ke sisi mobil. Martin tadinya sibuk dengan ponselnya, ketika mendengar langkah kaki mendekat sontak mengalihkan tatapannya keluar j

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 98

    Langkah Kazuya terhenti di ambang pintu kamar. Kondisi pintu yang tak sepenuhnya tertutup, memantik rasa curiga di hatinya. Jantungnya berdegup lebih cepat, ada firasat yang tak bisa dijelaskan. “Sayang..” panggil Kazuya seraya mendorong daun pintu perlahan. Pandangannya langsung menyapu ke dalam kamar. Kasur dalam kondisi kosong, selimut terlipat rapi dan kipas angin pun masih menyala. “Clay, sayang..” Kazuya masih terus memanggil, memacu langkahnya menuju kamar mandi. “Sayang, kamu di dalam?” ucapnya, berharap Clay berada di dalam. Namun tak ada jawaban. Tanpa mengulur waktu lagi, Kazuya meraih gagang kamar mandi lalu mendorongnya hingga terbuka. Menyalakan lampu penerangan. Tak ada Clay di sana. Hening menyelimuti keadaan sekitar. Kazuya bergerak mundur, meraih ponsel dari saku celana. Mencari kontak sang istri dan berusaha menghubunginya. Dering telepon terdengar dari dalam laci meja. Kazuya tersentak, pandangannya langsung tertuju ke arah meja di sisi ranjang. Perlahan t

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 97

    Langkah-langkah mereka bergema di lorong pabrik yang panjang. Suara mesin berdengung, bercampur dengan aroma logam yang panas dan serat kain yang khas, memenuhi udara sekitar.Kazuya melangkah paling depan, suaranya terdengar tenang saat menjelaskan setiap area yang mereka lalui.“Ini tempat produksi utama,” ucapnya singkat tanpa ada niat untuk menjelaskan secara detail.Martin hanya diam, tak menjawab. Bukannya memperhatikan proses produksi yang berlangsung, Martin justru menatap punggung tegap Kazuya. Rasa sesal itu kembali menyeruak, menusuk dadanya. Dalam hitungan hari, hubungan yang dulunya begitu erat kini seolah terputus. Putra yang dulu begitu dia jaga, kini terlihat seperti orang asing. Sementara itu, Bastian yang berjalan paling belakang turut merasakan kecanggungan itu, namun memilih untuk diam.Hingga langkah mereka berakhir di bagian gudang pengepakan barang.“Ini tempat terakhir. Semua hasil produksi akan di simpan di sini, sebelum nantinya didistribusikan,” ucap Kazuy

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 96

    “Papa..” panggil Kazuya lirih hampir tak terdengar. Melihat kembali wajah pria yang selama ini dianggap ayahnya, cukup membuat hatinya mencelos.Di sisi lain, Martin tampak mematung untuk sesaat. Namun dalam hitungan detik raut wajahnya kembali dingin, segera mengalihkan pandangannya ke depan.“Maaf nyonya Helena, Tuan Martin,” sapa sang kepala gudang seraya menunduk hormat. “Maaf kami mengganggu waktu anda, saya hanya..”“Gery, duduklah! Ajak Kazuya masuk dan.. tutup pintunya!” perintah Helena yang langsung dituruti oleh kepala gudang.Kini Kazuya terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Dari awal ingin menghindar, namun justru orang yang dihindari telah muncul di hadapannya.Kazuya duduk di sofa memanjang di sudut ruangan, sementara Martin duduk di kursi depan meja kerja Helena, dengan Bastian yang berdiri di belakangnya.“Maaf obrolan kita terjeda Tuan Martin,” ucap Helena kembali duduk di kursi. Tangannya mulai bergerak di atas papan keyboard. “Sejak tiga bulan terakhir, produk

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 95

    “Maaf Nyonya Helena, saya rasa itu tidak mungkin. Saya tahu betul seperti apa suami saya. Dia tidak mungkin..” “Kau pikir suamimu itu lurus-lurus aja?” Helena memotong ucapan Clay, tersenyum remeh. “Sudahlah, kita itu harus hidup sesuai realita. Tak ada lelaki jujur di dunia ini, kita harus terima itu.” Clay mengulas senyum tipis, berusaha menunjukkan sikap setenang mungkin meski dadanya berdebar tak menentu. Meski hatinya berusaha menyangkal ucapan Helena tidaklah benar, namun tetap saja pikiran negatif kembali meracuni. “Saya tetap percaya sama suami saya. Kebetulan anda datang kemari, saya bermaksud ingin mengembalikan paket yang anda kirim tadi pagi,” ucap Clay seraya melangkah menuju pintu kamarnya. Namun saat hendak meraih gagang pintu, Helena kembali memanggilnya. “Hei tunggu!” Helena melangkah menghampiri. “Maksud kedatanganku kali ini ingin memberi tawaran kerja untuk suamimu. Tentunya dengan gaji yang lebih besar.” Clay terdiam untuk sesaat, sebelum akhirnya memut

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status