Killian menutup pintu dengan hati-hati, matanya bergerak menyapukan pandangannya pada pemandangan aneh di depannya, wajah acak-acakan Eleanor dengan make up luntur, rambut panjangnya yang kusut, gaun berantakan hingga bagian dada gaun pengantinnya bergeser ke bawah lengan.
Killian tidak terbiasa, perempuan yang selalu rapi dalam keadaan apapun, tampil seperti mannequin yang dipajangkan di balik kaca butik, tiba-tiba saja berantakan seperti boneka yang sudah dilempar ke beberapa tong sampah. Killian berdeham memecah keheningan, tidak nyaman ditatap sinis oleh Eleanor. Shanie mendengus menahan makian. Shanie tidak pernah menyangka, mantan terburuk dalam hidupnya, lelaki yang sangat dia benci kini berstatus sebagai suami Eleanor Roven, pemilik tubuh yang sedang Shanie rasuki! Masih bisa Shanie ingat prilaku buruk yang dulu pernah Killian lakukan dalam hidupnya, pria itu menjadikan Shanie sebagai bahan taruhan. Betapa polosnya Shanie waktu itu, dia sama sekali tidak sadar jika Killian berpacarannya dengannya hanya demi memenangkan taruhan sejumlah uang. Semua orang menertawakan Shanie, mereka mengejeknya dengan begitu kejam didepan ratusan orang. Menganggap Shanie murahan dan terlalu berharap bisa dicintai oleh pria yang tidak akan pernah selevel dengannya. Betapa menyakitkannya kejadian itu sampai membuat Shanie akhirnya berhenti kuliah di semester pertama, dan akhirnya kejadian itulah yang membuat Shanie memutuskan pindah ke sekolah militer menghabiskan waktunya untuk mengabdikan diri pada negara. Tidak Shanie sangka, setelah tujuh tahun berlalu, mereka dipertemukan dengan cara seperti ini. Shanie sangat membencinya! Sialnya, setidak suka apapun Shanie pada Killian Morgan, dia tidak boleh menghancurkan pernikahan Eleanor Roven dengan suaminya. “Kenapa terus memelototiku seperti itu? Harusnya aku sekarang aku yang marah padamu,” protes Killian terdengar ketus. “Aku butuh bantuanmu,” jawab shanie bertubuh Eleanor. “Bantuan?” “Bantu lepaskan pengait gaun dibelakang punggungku, sangat pengap,” jawab Eleanor, tanpa ragu wanita itu langsung membalikan badan dan meminta Killian membantu melepaskan gaun pengantinnya. Killian sempat mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan diri bahwa dia tidak salah dengar. “Kau tidak salah kan?” tanya Killian tidak dapat menutupi rasa herannya. “Apa salah meminta bantuan pada suamiku sendiri?” Shanie balik bertanya. Killian kembali mengerjap, seluruh permukaan kulitnya merinding hebat mendengar seorang Eleanor Roven dengan wajah datarnya menyebut Killian 'suamiku'. Sangat sulit untuk dipercaya, bisa-bisanya Eleanor mendadak berubah. Apa mungkin Eleanor hanya sedang berakting pura-pura baik agar tidak dituntut meminta maaf karena telah menghajar suaminya sendiri? Killian mengenyahkan pikirannya yang berkeliaran kemana-mana, terburu-buru ia segera melepas pengait gaun, menarik turun resleting dipunggung Eleanor, meloloskan gaun putih cantik itu jatuh ke lantai menyisakan corset dan celana dalam yang mengait pada stocking. Killian menelan salivanya dengan kesulitan, pandangan matanya tidak dapat dia alihkan pada setiap lekuk tubuh Eleanor yang tengah berdiri dihadapannya. Ini untuk pertama kalinya Killian melihat Eleanor dalam kondisi nyaris telanjang setelah beberapa tahun mengenalnya. Tidak Killian sangka, dinginnya wajah Eleanor bertolak belakang dengan fisiknya yang panas terpahat dengan sempurna dari segala sisi. Menyadari tengah diperhatikan oleh suaminya Eleanor, dengan santainya Shanie berceletuk, “Jangan menuntut jatah malam pertama, aku tidak bisa.” “Siapa juga yang mau melakukan malam pertama denganmu! Kau percaya diri sekali,” jawab Killian merenggut kesal. “Tapi matamu menatapku dengan lapar.” “Kau jangan salah paham ya, aku melihatmu karena kebetulan saja kau dihadapanku," elak Killian gelagapan tidak dapat menutupi rasa malunya karena telah kedapatan memperhatikan wanita yang selama ini sering di ejeknya. *** Shanie melepaskan semua pakaian yang tersisa ditubuh Eleanor Roven, berdiri dibawah shower dan membiarkan dinginnya air membasahi tubuh, menyegarkan pikirkannya yang masih sumrawut. Sampai detik ini, rasanya masih seperti mimpi setiap kali melihat bayangan wajah perempuan asing muncul di depan cermin. Tidak hanya itu saja, Shanie juga masih tidak mengerti mengapa dari sekian banyak kenangan dalam hidup, hanya tentang Javier, Killian dan Melody yang dia ingat. Selebihnya, Shanie tidak dapat mengingat apapun selain kenangan-kenangan singkat singkatnya yang samar-samar. “Bagaimana jika selamanya aku berada dalam tubuh Eleanor?” pikir Shanie mempertanyakan kebingungannya. Tidak mau berlaru-larut dalam kebingungan yang tidak terjawab, Shanie mengambil beberapa tetes sabun dan membasuh tubuhnya. Setelah mandi nanti, Shanie harus pergi mencari Javier dan meminta bantuan darinya. Shanie yakin, kekasihnya pasti bisa membantu meski dia tidak tahu bahwa jiwa yang ada dalam tubuh Eleanor Roven saat ini adalah Shanie. Shanie tidak menginginkan apapun, dia hanya ingin tahu kabar tentang dirinya di Burkina Faso. Jika Shanie masih selamat, kemungkinan untuk bisa kembali kedalam tubuhnya masih ada. Shanie menghela napasnya dengan berat, mengusap dinding didepannya dan melihat wajah Eleanor yang samar-samar terlihat. “Maafkan aku Eleanor. Aku tidak pernah bermaksud mengambil alih kehidupanmu, namun dimanapun jiwamu berada sekarang, aku berharap kau baik-baik saja. Aku berjanji padamu Eleanor, aku akan menjaga tubuhmu, ayahmu, dan suamimu sampai nanti kau kembali mendapatkan kembali tubuhmu,” ucap Shanie bersungguh-sungguh.Suara desahan halus terdengar bersahutan, Eleanor berpegangan pada belakang kursi ditengah guncangan tubuhnya yang berada dalam pelukan dan saling menyatu. “Cukup.. Killian...” rintih Eleanor putus asa tidak diberi jeda sedikitpun untuk beristirahat.Tempat sempit itu semakin menguarkan panas dari pergumulan yang terus berlanjut.Dibawah kegelapan, wajah Killian memerah masih berselimut gairah, dia meraih wajah Eleanor dan menggigit tengkuknya, sementara tangan satunya lagi memberikan stimulasi pada daging kecil milik Eleanor yang kini telah basah.Kaki Eleanor bereaksi mengejang, suara rengekan halusnya ikut terdengar kala menerima cubitan halus dari jari Killian."Kau yakin ingin berhenti?" tanya Killian menggesek milik Eleanor ditengah hentakannya yang keluar masuk dengan kuat, pria itu menggigit daun telinga Eleanor dan mengulumnya.Eleanor mengerang pelan, tubuhnya menegang dibawah godaan yang membuat seluruh syarafnya menari dalam gelombang hasrat.Tatapan Killian membara, sema
“Lantas, apa hubungannya perempuan itu denganku sekarang?” tanya Eleanor, menguji akan sampai sejauh mana Killian berani bicara jujur tentang Shanie, perempuan yang Killian ceritakan tanpa ia sebutkan namnya.Dan, tanpa Killian tahu, perempuan itu kini berada di hadapannya…Killian menelan salivanya dengan kesulitan, pria itu bergerak tidak nyaman, tampak ragu untuk berbicara lebih jauh karena kemungkinan akan menimbulkan boomerang dalam hubungan mereka.Disisi lain, Killian tersadar bahwa dia sudah terlanjur bercerita tentang masa lalunya, rasanya sudah tidak perlu lagi untuk berbohong.Killian tidak ingin terjatuh ditempat yang sama, lebih baik dia berbicara jujur dan menerima sakitnya sekarang dibandingkan hancur diakhir.Killian menarik napasnya dalam-dalam, sampai akhirnya dia pun berkata, “Aku melihat, ada dirinya didalam dirimu Eleanor. Aku tidak bermaksud menganggapmu seperti mantan kekasihku, semuanya terjadi diluar rencanaku karena sebelumnya aku tidak melihatmu dengan car
Hujan turun kian deras, angin kencang menggerakan pepohonan. Musim panas telah berakhir menuju musim gugur.Diruangan yang sempit itu Eleanor dan Killian terjebak tidak memiliki tempat untuk bergerak kemanapun, hanya ada suara hujan yang berjatuhan ditemeni cahaya lampu dari handpone yang menerangi kegelapan pekat.Hembusan angin kencang dari luar menggigilkan tubuh Killin yang kini bertelanjang dada. Killian berdeham memecah keheningan, diam-diam melirik Eleanor, pria itu masih sempat-sempatnya tersenyum malu dan jantungnya berdebar menikmati kekacauan yang tiba-tiba terjadi.Rencananya untuk pergi berlayar harus berakhir terjebak ditengah kebun.Anehnya, Killian merasa jika moment ini cukup menyenangkan untuknya.Disisi lain, Eleanor yang telah diuji kesabarannya berkali-kali merutuki dirinya sendiri, menyesal telah berucap janji, tidak akan bercerai dengan Killian Morgan.Sia-sia Eleanor berjanji dan menanggapi kekonyolan Killian jika pada akhirnya dia akan tetap terjebak ditengah
Eleanor menggeram kesal, batinnya memaki frustasi. Sekian lama dia berpisah dengan Killian, sifatnya yang kekanakan dan suka merajuk sampai keinginannya terpenuhi ternyata tidak pernah mati termakan usia.Di bawah langit yang semakin gelap itu, intensitas ketegangan semakin bertambah menjadi saksi perdebatan dari pasangan yang memiliki keinginan saling bertolak belakang.Killian jelas tidak ingin ada perpisahan apapun suatu hari nanti setelah dia menyadari bahwa dia telah mencintai Eleanor.Killian tidak sanggup lagi kehilangan seseorang yang diam-diam telah mengisi kekosongan jiwanya. Belasan tahun ia mencari dan kini, dia tak rela kehilangannya untuk kedua kalinya.Sementara Eleanor, dia menganggap pernikahan mereka tidak semudah yang terlihat. Jiwa Shanie yang ada didalamnya masih terluka, benci, marah dan kecewa pada sosok Killian yang telah menorehkan luka begitu besar dalam kehidupan dia sebelumnya.Shanie ragu, sulit untuknya berdamai, terlebih Killian dan Javier adalah kakak b
Suara burung hantu terdengar malam yang mulai larut, semerbak harum aroma mawar kian terasa dibawah langit yang semakin gelap gulita bersama hembusan angin kencang.Sudah lebih dari lima belas menit Eleanor duduk menunggu, namun Killian masih betah berdiam diri ditempatnya tidak menunjukan tanda-tanda dia akan segera kembali.Posisi mereka saat ini berada ditengah-tengah kebun dan dikelilingi hutan, jauh kemanapun.Eleanor melihat kepenjuru arah yang hanya menyuguhkan kegelapan bersama beberapa buah lampu menerangi jalan disetiap jarak seratus meter.Tampaknya perjalanan untuk pergi ke tempat berlayar masih sangat jauh menuju dermaga kapal yang akan membawa mereka pergi berlayar.Eleanor menarik napasnya dalam-dalam, merasakan detak jantung yang berdebar kencang.Jiwa Shanie tidak takut dengan kegelapan yang sunyi, namun terkhusus malam ini, entah mengapa hatinya sangat gelisah dan lebih sensitif.Dengan tidak sabaran dan tidak mau menungu lebih lama lagi, Eleanor akhirnya menurunkan
“Ayah memanggilku?” tanya Thomas berdiri diambang pintu.“Duduklah Thomas,” perintah Hardy.Thomas akhirnya masuk ke dalam ruangan dan menutup rapat pintu untuk menghalangi usaha ibunya yang tengah berdiri dibalik dinding berusaha untuk mendengarkan pembicaraan.“Ayah ingin berbicara apa?” tanya Thomas setelah duduk.“Bagaimana pekerjaanmu?” tanya Hardy masih berdiri di depan jendela dan membelakangi Thomas.Thomas terdiam sejenak, mencoba memahami situasi yang saat ini sedang terjadi. “Semuanya berjalan baik, Yanjing pasti sudah memberitahu Ayah jika ada beberapa aturan yang aku ubah untuk penerimaan mahasiswa baru.”Hardy perlahan membalikan badannya dan melihat Thomas dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Thomas menarik napasnya dalam-dalam merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan sikap Hardy.Beberapa tahun setelah Hardy menjadi ayah tirinya, Thomas sudah cukup mengenal baik buruknya sifat Hardy Roven, meski cukup keras kepala, harus Thomas akui Hardy adalah sosok ayah