"Jangan pernah panggil gue kakak, karena gue bukan kakak loe," sinis Syan.
Sabrina hanya bisa menghela nafasnya mendengar ucapan Syan, ia tak ingin memulai perkelahian dan berniat pergi meninggalkan keduanya. Namun Aldo menahan tangan Sabrina yang membuat mata Syan menatap tajam keduanya.
"Lepaskan tangan loe dari calon suami gue," bentak Syan pada Sabrina hingga membuat beberapa orang memperhatikan mereka.
"Loe nggak lihat siapa yang megangin tangan siapa," balik Sabrina berucap.
Syan begitu marah melihat Sabrina yang berani terang-terangan melawannya, ia mengangkat tangannya hendak memukul Sabrina. "Berani loe ngelawan gue."
"Turunin tangan loe atau loe bakal nyesel," teriak Aldo yang begitu marah &
Antonio yang sedang berada dikantor begitu cemas saat belum menerima kabar dari istrinya, fikirannya melayang kemana-mana memikirkan kondisi istrinya."Dasar istri nakal, udah dikasih tau untuk kasih kabar malah hilang nggak tau kemana."Namun tak lama ponselnya berdering dan terlihat ada nama bodyguardnya tertera dilayar. Dengan segera ia pun menerima panggilan tersebut.Jantungnya sempat terhenti rasanya saat mendengar jika istri tercintainya kini tengah berada dirumah sakit. Tanpa mendengar penjelasan dari anak buahnya, Nio segera mengakhiri telponnya dan pergi menuju rumah sakit.Sepanjang perjalanan Nio hanya berdoa jika istrinya akan baik-baik saja, ia tak bisa membayangkan jika saja ia harus melihta istrinya itu terluka yang membuatnya kesakitan. "Gue habisin orang yang berani menyakiti istri Antonio."Tak lama mobil Nio sampai dihalaman rumah sakit, ia dengan tergesa-gesa segera berlari menuju UGD setempat. Ia yang sudah sangat
"Apa-apaan ini! Kenapa bisa gagal," murka Max pada anak buahnya yang gagal mendapatkan tander untuk perusahaan."Maafkan kami pak.""Siapa, siapa yang berani bersaing dengan perusahaan saya?""Dari perusahaan Dirojo Company pak dengan penanggung jawab tuan Darma Dirojo."Max terkejut saat mendengar nama Darma yang disebutkan oleh anak buahnya, kini ia berfikir apakah Darma yang disebutkan sama dengan Darma yang dikenalnya?"Darma kalian bilang?""Benar pak.""Baiklah, kalian boleh keluar sekarang."Max kini terduduk dengan amarah yang memuncak, ia benar-benar tak terima jika harus terkalahkan dalam tender yang sangat besar ini. Ia benar-benar ingin tahu, siapa Darma yang berani melawannya.Namun tiba-tiba saja Syan masuk dan membuka pintu ruangannya dengan begitu keras hingga mengejutkannya. Max menatap heran anaknya yang tengah menangis tersedu-sedu dihadapannya, ia menautkan alisnya menatap heran putrinya."Papa
Antonio yang sedang sibuk meeting tak sadar jika ponselnya dalam keadaan silent, ia juga tak tahu jika istrinya sejak tadi terus berusaha menghubunginya."Silahkan kalian semua cek email yang sudah saya kirim," ucap Antonio.Semua orang fokus dengan apa yang ada didepannya, mereka larut dalam keseriusan yang tercipta dalam ruang meeting tersebut.Sabrina meremas tanganya saat berada didalam mobil menuju perusahaan milik Max, ada sedikit rasa takut dalam dirinya mengingat sikap Max terhadapnya. "Pak agak cepat dikit ya," serunya pada supir rumahnya."Baik nona."Aldo yang saat ini sedang berada disebuah cafe besama Rey terkejut saat ada beberapa orang laki-laki bertubuh besar menarik paksa tubuhnya. "Apa-apaan ini," seru Rey yang tak tahu apa-apa."Diam kalau leo nggak mau kena batunya!""Siapa kalian ini, lepasin gue," berontak Aldo pada beberapa orang yang sedang menarik tubuhnya."Ikut kami atau loe gue haja
Sabrina sedikti tesentak saat mendengar Syan meminta cambuk pada salah satu anak buah papanya, ada rasa takut namun ia mencoba menyembunyikannya. Aldo menatap heran kedua wanita dihadapannya kini, ia begitu penasaran ada hubungan apa antara mereka."Syan, mau apa kamu nak.""Apalagi pah, tentu saja menghukum perempuan jalang ini.""Lakukanlah apapun yang bisa membuat kamu senang nak.""Apa-apaan anda ini tuan, membiarkan Syan berlaku seenaknya," protesnya Aldo."Siapa kamu berani melarang anak saya."Syan mengabaikan kedua pria yang kini tengah berdebat didepannya, ia hanya fokus pada Sabrina yang memberinya tatapan tajam dan menantang."Ini cambuknya nona muda.""Kalian berdua, pegangin wanita ini baik-baik," senyumnya begitu sinis."Apa yang kalian lakukan, lepaskan Sabrina," teriak Aldo saat melihat Sabrina terdiam saat tangannya dicekal oleh dua orang laki-laki."Loe lihat, wanita idaman loe ini bakal me
Setelah puas mencambuk dan melukai seluruh tubuh Sabrina, Syan menghempaskan dirinya diatas sofa disebelah Max. Matanya dengan tajam menatap Aldo yang terlihat sangat jelas tengah memperhatikan Sabrina.Bajunya yang rapi kini berubah compang camping akibat cambukan Syan barusan, tak hanya itu bahkan kulit putihnya berubah memerah bahkan memar juga akibat ulah Syan. Aldo kini benar-benar tak suka dengan Syan, anak manja yang ternyata hanya ingin menang sendiri."Untuk kamu, nikahi anak saya hari ini juga."Ucapan Max barusaja membuat mata Aldo dengan tajam menatap dirinya, ada rasa marah juga tak suka mendengar dirinya dipaksa melakukan apa yang tak disukainya."Tuan, semua sudah siap. Penghulu sudah datang disini.""Bawa keruang sebelah, pastikan penghulu tidak tahu situasi ini.""Baik tuan.""Anda tidak bisa memaksa saya tuan," tolak Aldo yang mencoba memberontak."Apa yang tidak bisa saya lakukan, bahkan membunuh gadis
Tiga orang laki-laki kini tengah sangat serius dengan pembicaraannya, Alex dengan seksama mendengar apa yang kini dibahas oleh tuan mudanya. Sedang Darma juga hanya mendengar apa yang kini diminta oleh anaknya."Burhan," batin Darma."Saya mau semua info sudah ada sebelum siang ya," pinta Nio."Baik tuan," patuh Alex."Kalian bicara dulu, papa mau keluar sebentar."Darma perlahan menjauh dari rumahnya, ia keluar dan duduk dihalaman belakang rumahnya."Halo, Burhan?""Halo ada apa pak Darma."Darma menceritakan semua yang terjadi hari ini, dan ia juga meminta bantuan kepada Burhan untuk menyelidiki Max tentang hal ini."Tenang aja, saya pasti bakal bantuin semua ini.""Terima kasih ya.""Pah," panggil Bulan yang tiba-tiba muncul sambil menggedong Sasa ditubuhnya.Bulan duduk disebelah Darma, memegang tangan suaminya sambil tersenyum tulus diwajahnya."Kenapa?""Gpp mah, papa
Burhan menyelidiki keluarga Max sesuai dengan apa yang diminta Darma padanya. Dan ia sungguh terkejut dengan apa yang diketahuinya, sebuah fakta yang tak disangka akan diketahuinya. Pagi ini semua tengan menikmati sarapannya, termasuk Sabrina yang memaksa untuk ikut makan pagi dimeja makan. Sasa nampak sekali menyayangi Sabrina, ia terlihat begitu mengurus mamanya yang tengah sakit itu. Sasa yang masih kecil dengan telaten menyuapi Sabrina dengan makanannya, memberikannya minum saat ia kehausa. "Mama, makan yang banyak ya, cepet sembuh juga." "Iya sayang, sekarang kamu makan juga dong kan mau kesekolah," ucap Sabrina. "Sasa makan aja ya, biar papa yang gantian suapin mamanya." "Yaudah, tapi papa pelan-pelan ya suapinnya." Semua hanya bisa tersenyum mendengar apa yang barusan diucapkan gadis kecil tersebut. Dan ditengah acara makannya, tiba-tiba saja Sabrina mengernyitkan dahinya. "Ada apa, kenapa? Mana yang sakit," tanya Ni
Berbekal foto liontin yang dikirimkan oleh Antonio, kini Alex berburu informasi apapun yang bisa ia temui. Tak hanya bekerja seorang diri, namun Alex juga mengerahkan beberapa anak buahnya untuk ikut membantu pencarian tersebut."Gue harus bisa nemuin info itu secepatnya," gumam Alex menatap lekat foto liontin dilayar ponselnya.Namun sudah hampir satu minggu ia mencari belum ada satu informasipun yang ia peroleh, hal ini membuat Nio semakin menekan Alex untuk segera memberinya hasil.Sudah satu minggu juga Sabrina berada dirumah sesuai keinginan suaminya, dan selama satu minggu itu juga Nio selalu memanjakan dan menemani istrinya dirumah."Hubby," panggil Sabrina yang kini tengah berbaring diranjang dengan suaminya yang sibuk bekerja."Ada apa sayang," jawab Nio tanpa melihat istrinya."Besok aku masuk kuliah ya."Nio menghentikan pekerjaannya, menatap lekat Sabrina yang kini memberinya senyuman paling manis. Nio menakup wajah