Syan diijinkan pulang, namun ia harus beristirahat total selama satu minggu kedepan jika tidak ingin kehilangan bayi dalam kandungannya. Namun Carisa masih saja tak terima atas apa yang terjadi dengan anaknya tadi pagi, hatinya masih saja dongkol dan mendendam dengan Sabrina yang dituduh anaknya tengah bersama dengan menantunya.
"Pah, kamu jagain Syan ya. Mama mau keluar dulu."
"Mau kemana?"
"Ketemu temen, tadi pagi udah janjian jadi nggak enak kalau tiba-tiba dibatalin."
"Yaudah, tapi jangan lama-lama."
Kini Carisa melajukan mobilnya menuju kampus yang dikatakan Syan padanya, ia ingin membuktikan apa benar yang dipikirkan oleh putrinya.
Sabrina baru saja tiba saat tiba-tiba Aldo datang menghampirinya. Pengawal Sabrina berusaha menghalanginya, namun Aldo yang kekeh memaksa untuk berbicara dengan Sabrina.
"Bapak tunggu disini aja ya, saya bisa masuk sendiri kok," ujar Sabrina pada pengawalnya.
"Baik nona."
Hai semua, makasih ya udah selalu baca kisah Sabrina ini. Tunggu sebentar lagi ya, kira-kira Sabrina ketemu siapa nih yang bikin dia sedih dan gegana?????
Max dengan sangat terpaksa meninggalkan Syan seorang diri didalam kamarnya, namun ia tetap memberikan penjagaan yang ketat untuk putrinya didalam rumah. Dengan sangat panik Max pergi ke perusahaan dengan sejuta pertanyaan dalam pikirannya, mengapa tiba-tiba mereka menarik modalnya ?"Gimana bisa ini terjai, bagaimana kerja kalian semua," murkanya setelah sampai diruang meeting dengan semua staff perusahaannya."Maafkan kami pak, tapi ini juga diluar kendali kami.""Benar pak, kami juga sudah berusaha bernegosiasi dengan mereka namun mereka kekeh menarik semua modal usahanya.""Akhhh, brengsek! Kalau begini bisa-bisa kita mengalami kebangkrutan.""Sekarang kalian semua cari perusahaan yang bisa menolong kita dengan suntikan dananya, cari juga pinjaman bank untuk menutup semua kerugian yang kita alami," perintah Max."Baik pak.""Pergi kalian semua."Max terduduk seorang diri didalam ruangan, meratapi apa yang sedang terjad
Sabrina merasakan nyeri yang teramat sakit pada bagian belakang kepalanya, nyeri yang tak pernah dialaminya sebelumnya. Sabrina terus saja memegangi bagian belakang kepalanya akibat serangan nyeri yang datang tiba-tiba tersebut. "Sabrina, kamu kenapa nak," panik Lena memegangi lengan Sabrina. "Sakit tante, sakit sekali," keluhnya dengan berderai air mata. Tiga orang pengawal dengan sigap menghampiri nona mudanya, memastikan keadaan wanita yang harus dengan sangat hati-hati dijaganya. Namun mereka terkejut saat melihat wajah pucat nona mudanya, dengan panik salah satu mereka segera berpamitan dengan Lena sedang lainnya membantu Sabrina kembali ke dalam mobilnya. "Kerumah sakit," seru salah seorang pengawal. "Nggak, kita pulang aja." "Tapi nona kesakitan." "Saya hanya ingin pulang, tolong kalian hubungi suami saya," pintanya menahan sakit yang teramat menyiksanya tersebut. Antonio tak kunjung menerima panggilan dari anak
Antonio termenung seorang diri didalam ruang kerjanya, fikirannya seolah penuh dengan misteri latar belakang istrinya. Entah kenapa ia merasa jika istrinya itu bukan wanita biasa yang diadopsi Max begitu saja. Darma bersama Alex mendatangi Nio diruangannya, keduanya dengan serius duduk dan menatap Nio yang tengah terdiam di mejanya. "Nio," panggil Darma pada anaknya. "Pih, sejak kapan disini?" "Bagilah masalahmu ini sama papi, jangan disimpan sendiri." Nio berjalan mendekati papinya, duduk tepat disamping Darma juga Alex. "Aku curiga jika latar belakang Sabrina nggak semudah seperti yang kita kira pi," curhat Nio. "Maksud kamu ada yang Max sembunyikan tentang latar belakang Sabrina?" "Benar pi." "Gimana pencarian loe Lex," tanya Nio dengan tatapan penuh harapnya. Menggelengkan kepalanya ia berkata, " Masih nihil bos, semuanya seperti sudah terhapus." Nio mengusap kasar wajahnya, ia tak meny
Lena terkejut mendengar suara bariton putranya, kenyataan yang sebenarnya adalah Marshel yang tak pernah bisa merelakan adik kecilnya pergi meninggalkannya. Marshel dengan gemetar berjalan mendekati bunda juga ayahnya, ingin sekali ia mematikan jika memang benar itu adalah adiknya."Dimana adik aku bun," tanyanya."Marshel, dengarkan bunda dulu nak. Itu hanya kecurigaan bunda saja, kita harus ikhlas karena adik kamu-"Cukup bunda, adik aku masih hidup dan dia baik-baik aja sekarang."Marshel selalu menolak kematian adiknya sejak kecelakaan itu terjadi. Beruntung ia tak bisa ikut bersama keluarganya sebab ada tugas di sekolah, mungkin jika ia ikut maka nasibnya akan sama dengan sang adik yang telah tiada bagi mereka."Nana masih hidup, adik gue masih hidup diluar sana," geramnya meyakinkan diri."Gue harus cari tahu hari ini bunda ketemu sama siapa, dari situ gue bisa selidiki siapa yang dianggap bunda mirip dengan Nana," serunya.
Antonio terus saja terpikir oleh masa lalunya, tentang sakit hatinya karena terkhianati oleh istrinya sendiri. Namun kini hanya Sabrina yang sangat-sangat dikhawatirkannya, sebab jika nanti kedua orang tersebut muncul maka Sabrina adalah pihak yang pasti dicarinya."Sebaiknya gue peketat aja penjagaan Sabrina, gue nggak mau hal buruk sampai menimpanya lagi," gumam Nio yang segera mengatur barisan pengawalan untuk istrinya.Namun dilain tempat kini Sabrina merasa sangat bosan seusai mengerjakan kuliah online nya, ingin sekali rasanya ia keluar dan mencari udara segar. Tapi ucapan suaminya terus saja membuatnya kembali mengurungkan niatnya."Ahaa, kan ada taman depan rumah. Sasa pasti juga udah pulang kan," gumamnya yang langsung keluar kamar mencari anaknya.Namun sepanjang ruangan ia sama sekali tak melihat ada tanda-tanda jika anaknya itu ada. Ia hanya terdiam didepan meja makan sambil kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri."Ada yang
Sabrina memegang dadanya sambil terduduk lemas dibangkunya. "Astaga, jantung. Untung jantung gue aman ini," ocehnya yang membuat pelayan juga pengawalnya tersenyum. "Apa-apaan kalian senyum-senyum? Saya aduin suami saya loh," candanya namun dengan serius mereka menanggapinya. "Jangan nona," seru mereka besamaan. "Hahahha. Bercanda ih, mana mungkin saya laporkan kalina." Membuat mereka bernafas lega. Namun suara deru mobil yang sangat familiar membuat mereka kembali menegang. "Nah lo, suami saya pulang tuh," canda Sabrina bangkit dan berjalan mendekati sebuah mobil yang baru saja terparkir dihalaman rumah. "Hubby," teriak Sabrina sambil dengan santainya berjalan. Antonio hanya bisa termenung menggelengkan kepalanya sambil menunggu istrinya mendekat. Wajah yang semula lelah itu kini nampak berseri setelah melihat tingkah konyol istrinya. "Ngapain disana," tanya Nio sambil mendekap hangat tubuh istrinya. "Duduk lah b
Marshel mengerahkan beberapa anak buahnya untuk menyelidiki wanita yang membuat bundanya mengira bahwa itu adiknya, dan hari ini adalah hari dimana Marshel harusnya menerima semua hasil dari anak buahnya. "Bagiamana," tanya Marshel yang saat in berada disebuah cafe dengan private room. "Semua sudah kami kirim ke email anda big," jelas anak buahnya. Marshel mulai mengecek email yang baru saja masuk kedalam ponselnya. Sangat teliti membaca sebab ia tak ingin ada kesalahan sekecil apapun yang berhubungan dengan adiknya. "Hanya ini?" "Benar big, semua info tentang wanita yang big cari terkunci." "Terkunci? Maksdunya- "Benar big, seseorang dengan sengaja menutup semua informasi terbaru dari wanita tersebut." "Hanya ada kampus juga orang tuanya disini," memainkan jarinya didagu. Itu adalah kebiasaan Marshel ketika ia mencurigai sesuatu hal. "Tapi ada info yang tidak tertulis big." "Info apa?"
Dua buah mobil berhenti tepat didepan rumah Lastri, salah seorang anak buah Nio turun dan membuka sendiri pagar yang menghalangi jalan masuk mereka."Silahkan tuan," ucapnya setelah pagar terbuka.Nio turun dari mobilnya, namun ia bersama anak buahnya dihadang beberapa penjaga rumah Lastri. "Kalian bereskan, saya masuk dulu.""Tunggu," saat tangan salah seorang anak buah Lastri ingin menggapai tubuh Nio, dengan sangat cepat para anak buah Nio menyerang mereka dengan membabi buta.Nio dengan perlindungan dua orang anak buahnya masuk dengan sangat santai menerobos paksa rumah Lastri. Sedang Lastri yang berada didalam rumahnya merasa terganggu dengan suara keribuatan dari luar rumahnya."Siapa sih, ribut sekali," gumamnya yang berjalan ingin melihat keributan tersebut."Selamat malam nyonya Lastri," sapa Nio yang berpapasan dengan Lastri."Jadi kamu yang membuat keribuatan malam-malam dirumah saya!""Ya, tentu saja saya. Sia