Share

Chapter 2. Mulai Bekerja

Penulis: Razi Maulidi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 12:26:26

Nathan tidak menjawab, kakinya terus melangkah masuk ke dalam kamar miliknya.

Di luar sana, Tina masih bingung dengan ucapan Nathan barusan. Apa maksudnya itu? Pribadi?

"Ayo, non. Mari saya tunjukkan kamar untukmu."

Tina melangkah mengikuti langkah bik Ina. Dia adalah pelayan paling lama di rumah itu, umurnya juga sudah tua. Bik Ina itu pula yang merawat Nathan dari sejak kecil. Kedua orang tuanya sibuk bekerja sampai lupa pada anaknya. Bik Ina lah yang mengurusnya dari bayi dan bahkan juga menyusuinya diam diam.

Oh iya, bik. Apa maksud dia tadi ya?" tanya Tina.

"Ohh itu. Artinya non di sini hanya bekerja khusus untuk Tuan Nathan."

"Tina masih belum mengerti bik Ina." jawab Tina dengan masih polosnya.

Namun bik Ina hanya tersenyum saja. Sesampainya di kamar, Tina di buat takjub melihat kamar yang begitu rapi. Tidak begitu besar, namun bagi Tina kamar itu sudah sangat besar dan mewah. Dalam hati, Tina bersyukur bisa langsung dapat pekerjaan dan tempat tinggal senyaman ini.

Keesokan harinya, Tina mulai bekerja di rumah itu. Tina memang masih polos bekerja di rumah besar dan kaya, banyak hal yang belum ia pahami dan ia ketahui. Tampak dia sana, para pelayan lain pun memberitahu Tina apa yang harus di lakukan nya. Tina mulai membuat teh hangat dan juga roti dan menyajikan pada Tuan Nathan yang masih di kamarnya.

"Silahkan sarapan, Tuan."

"Terimakasih." jawabnya singkat.

"Maaf, Tuan. Anda mau sarapan apa pagi ini? Biar saya buatkan." tanya Tina sopan.

"Kau bisa memasak?"

"Tentu saja, Tuan. Tapi saya tidak sehebat koki terkenal. Saya hanya bisa ala kampung saja."

"Hmmm begitu ya, terserah."

Nathan berjalan menuju kamar mandi, di sana Tina berdiri mematung. Terserah? Tina mulai memikirkannya.

"Tuan, jika tidak ada yang di butuhkan lagi saya pamit ke dapur dan menyiapkan sarapan mu." teriak Tina yang berdiri di depan pintu kamar mandi.

Hmmmm....

Kebiasaan, Nathan hanya menjawab dengan berdehem. Tina lalu keluar kamar dan menuju dapur besar itu. Ada kebingungan di saat mau mengambil bahan dapur yang di simpan oleh para pelayan dapur.

"Cari apa non?" tanya bik Ina mengagetkan Tina.

"Ehh bibi, bahan dapurnya di mana? Kok tidak keliatan?"

Bik Ina pun mulai memberitahu semuanya yang ada di dapur itu pada Tina. Tampak gadis itu menyimak dengan teliti dan mengangguk pelan.

Tina mulai memasak nasi goreng dengan lauk sambal yang biasa ia masak di rumahnya. Tak lama kemudian, makanan yang ia masak itupun di sajikan dan di antar ke kamar Nathan.

"Non. Kamu yakin ingin menyajikan sarapan ini untuk Tuan?" tanya bik Ina. Entah kenapa dia, merasa khawatir akan masakan Tina.

"Kenapa bik?" tanya Tina penasaran.

"Tidak ada apa apa. Cuma Tuan tidak biasa makan ini pagi hari."

"Ohh. Ini tidak pedas kok. Ini aman untuk perut dan lambung Tuan."

Setibanya di kamar...

Aarrrrggghhhh...

Tina berteriak keras begitu tiba di dalam dan melihat Nathan duduk di ranjang tanpa memakai baju. Hanya terlilit handuk saja di bagian pinggangnya.

"Tutup mulutmu."

"Kenapa Tuan tidak memakai baju?" tanya Tina gemetaran.

"Kenapa? Memangnya baru ini kau lihat pria tidak pakai baju?"

Tina tak menjawab, melangkah pelan dan meletakkan sarapan itu di atas nakas. Oh iya, Tina lupa menyiapkan baju untuk Nathan. Mungkin Nathan menunggu pakaian yang di siapkan untuknya.

Tina melangkah ke lemari dan mengambil baju untuknya.

"Baju apa yang ingin Tuan pakai?"

"Terserah. Kamu pilih saja yang mana menurutmu cocok. Aku ada rapat penting pagi ini."

Hmmm..

"Bagaimana kalau yang ini Tuan?"

Tina mengeluarkan setelan baju kantor berwarna putih dengan jas hitam. Sebenarnya Tina sendiri merasa bingung.

Nathan melangkah mendekati Tina dan meraih baju yang di berikan lalu memakainya.

"Arrghhh... Tuan. Kenapa Anda pakai baju di depan saya!"

Nathan dengan santai tidak menjawab ucapan itu dan melanjutkan pakai bajunya.

Tina tidak berani menatap dan malah beralih menatap ke lain arah.

Nathan kembali ke ranjangnya. "Tuan, ini sarapanmu."

Nathan melirik ke arah piring yang berisi nasi goreng itu. Melihat saja sudah membuat perut Nathan berbunyi. Apalagi dengan aroma yang begitu harum.

Sangat tertarik dan memikat dengan nasi goreng yang di buat itu. Namun, Nathan dengan sombongnya bisa berpura-pura tidak tertarik dan tidak menghargai masakan seenak itu.

"Kenapa kau masak itu pagi pagi?" tanyanya datar.

"Hanya ini yang terpikirkan Tuan. Tenang saja, ini aman kok. Tidak terlalu pedas dan di buat dari bahan yang bersih alami."

Nathan pun mengambil sendok dan menyendokkan nasi itu ke mulutnya. Begitu makanan itu menyentuh indra perasanya, tanpa sadar Nathan terus makan makanan itu hingga habis tak tersisa.

"Wahh... Apakah masakan saya enak Tuan?" tanya Tina dengan mata berbinar.

"Biasa saja." jawabnya datar. Padahal sangat terlihat dari wajahnya bahwa dia menyukai makanan itu.

Setelah sarapan, Nathan pun berangkat ke kantornya. Tina hanya menatap kepergian Tuan nya hingga kejauhan.

"Non, ayo kita sarapan dulu. Nanti sehabis sarapan baru kita lanjutkan kerjanya lagi. Kerjamu tidak banyak non, jadi kamu bisa bersantai. Hanya membereskan kamar Tuan saja. Dan begitu Tuan pulang, anda harus menyambutnya dengan baik."

"Baik bik. Saya mengerti. Saya senang Tuan makan nasi goreng tadi begitu lahap."

"Benarkah? Kami kira tadi Tuan bakal marah besar. Ehh kami tidak menduganya. Syukurlah."

Baru hari pertama bekerja saja, Tina sudah di buat betah tinggal di rumah itu. Yang penting baginya ia mendapatkan makan dan tempat tinggal. Itu saja sudah cukup baginya. Soal Nathan yang bersikap dingin dan datar tidak begitu di permasalahkan oleh Tina. Mungkin masih sungkan karena baru ketemu dan mengenal.

***

Nathan sampai tidak bisa makan siang, entah kenapa pikirannya tertuju pada makanan yang di makan pagi tadi. Rasa dan aromanya begitu menggugah selera. Namun, ego dan gengsinya menahan semua itu.

Ada rapat penting berganti dan berganti jam dan orang. Nathan terus di sibukkan hari ini. Tak terasa hari sudah sore, kini pekerjaannya belum juga selesai. Mana perut udah berbunyi sejak tadi siang karena belum di isi.

Perutnya semakin perih hingga kini jam sudah malam. "Sudah cukup pertemuan kita kali ini. Aku rasa semuanya cukup pas dan baik. Nanti akan aku periksa kembali laporan yang kalian berikan." ujarnya tegas.

Nathan langsung meninggalkan ruang rapat dan bergegas pulang ke rumah. Begitu di rumah, rumah besar itu tampak sepi mungkin malam sudah mulai larut. Para pelayan tak keliatan satu pun. Hanya saja ia mendapati Tina yang ketiduran di sofa ruang tengah.

"Hey bangun. Siapa suruh kamu tidur di situ?" ujarnya sambil menggoyangkan tubuh mungil Tina. Matanya menatap tajam.

"Maaf, Tuan. Saya ketiduran di sini sambil nunggu Tuan pulang tadi." jawab Tina sambil sesekali menguap dan mengucek matanya yang masih terasa berat.

"Tidak apa-apa."

Nathan langsung bergegas menuju dapur. Di ambilnya air mineral dari dalam kulkas dan di minumnya segera untuk melegakan tenggorokan yang sudah kering sejak tadi siang.

"Tuan sudah makan?" tanya Tina yang datang tiba tiba dari belakangnya.

"Belum. Kamu tidak menyiapkan apa apa untukku?"

"Tadinya ada Tuan. Tapi anda pulang nya terlalu malam jadi udah aku makan makanan itu. Tunggu sebentar Tuan, saya buatkan makanan spesial untuk Tuan. Tuan duduk saja dulu."

Tina dengan tergesa-gesa menyiapkan lauk pauk untuk majikannya yang baru saja pulang. Di sana, Tina melihat setumpuk kecil udang dan segera mengolahnya. Tak lama kemudian, makanan pun siap di sajikan. Nasi putih dengan sayur lodeh dan tumis udang yang di campur toco. Sengaja tak di buatkan pedas, tuannya tidak bisa makan makanan yang pedas.

"Silahkan di nikmati Tuan," ujarnya.

Bersambung...

Yuk lanjut baca bab berikutnya..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 5. Menikmati Tanpa Sadar2

    "Hutang? Apa aku ada hutang sama Tuan? Hutang apa ya?" tanya Tina dengan polos. "Iya hutang. Aku hanya bicara saja soal hutang dan kamu harus bayar. Jika tidak begitu maka kamu sudah di seret paksa olehnya." walau begitu Nathan tetap sabar memberi penjelasan padanya. Padahal sosok Nathan begitu cuek dan tak peduli pada orang lain. Tapi, kenapa kali ini dia peduli pada Tina? Para pelayan pun pada heran semuanya. Ibunya dan ayahnya juga pada heran padanya. Ada apa ini? *** "Maaf Tuan. Kita punya rapat penting saat ini. Dan Tuan harus menghadirinya." ujar sekretaris nya. Tanpa menjawab apapun, Nathan langsung melangkah menuju ruang rapat. Karena di kantor begitu sibuk, membuat Nathan jadi bingung. Sepulang kerja pun, Nathan tidak langsung pulang kerumah. Nathan malah mampir ke club di mana tempat teman temannya sudah menunggu dirinya. Kebiasaan. Jika Nathan sudah begitu pusing dan frustasi, dia selalu pergi ke club malam untuk memenangkan diri. Bergaul dan membeli wani

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 4. Menikmati Tanpa Sadar

    Hari ini, Nathan tampak bersiap. Tapi dirinya tidak ke kantor. Mau kemana dia? Nathan juga meminta Tina menggantikan pakaian nya dan ikut dengan nya. Nathan mengajak Tina mengunjungi mall hari ini. Gadis itu senang, seolah tidak percaya dirinya bisa menginjakkan kakinya di mall besar itu. Namun, seketika berubah murung. Barang barang di sana harganya pasti mahal. Uangnya mana cukup hanya untuk belanja di mall sebesar itu. "Kau kenapa?" "Tidak perlu ke sana Tuan, uangku tidak cukup untuk belanja di sana." Nathan tidak menjawab, menarik tangan gadis itu dengan kasar dan membawanya masuk mall itu. Di sana dia sudah di sambut dengan hangat oleh para karyawan karyawan itu. Nathan yang tanpa ekspresi, hanya memasang muka datar. Itu yang di takuti dan di segani oleh banyak orang. Hidih.. Sok banget dia! Caci Tina dalam hati. "Ambil saja apa yang kamu mau. Maksudnya, apa yang kamu butuhkan!" Nathan beranjak menjauh dari Tina dan menuju kursi kemudian dia duduk santai di sa

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 3. Setelah Satu Bulan

    Melihat hidangan itu membuat Nathan menelan ludah. Apalagi dengan aroma yang begitu menggugah selera makannya. Tanpa menunggu lama, tangannya langsung bergerak mengambil sendok dan langsung makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya Tuan." ujarnya pelan. Dalam hatinya sedikit senyum melihat tuannya makan dengan lahap. Artinya Tuan nya menyukai masakannya. Nathan tak menjawab, terus makan hingga habis tak tersisa. "Mau tambah lagi Tuan?" "Tidak perlu. Ini sudah cukup, tadi saja kamu tarok nasi begitu banyak. Untuk apa tambah lagi? Kamu ingin buat aku gemuk ya?" "Heheh.. Maaf Tuan. Aku pikir Tuan begitu lapar makanya aku tarok nasi yang banyak. Tapi, ternyata habis juga ya Tuan." jawab Tina sambil terkekeh senyum melebar. Nathan tak membalas ucapan itu, sambil bangkit berjalan menuju kamarnya. "Bereskan itu cepat. Tidurlah! Besok kamu harus bangun lebih pagi dan jangan lupa bangunkan saya. Ada rapat penting besok pagi pagi sekali." "Baik, Tuan." *** Keesokan paginya

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 2. Mulai Bekerja

    Nathan tidak menjawab, kakinya terus melangkah masuk ke dalam kamar miliknya. Di luar sana, Tina masih bingung dengan ucapan Nathan barusan. Apa maksudnya itu? Pribadi? "Ayo, non. Mari saya tunjukkan kamar untukmu." Tina melangkah mengikuti langkah bik Ina. Dia adalah pelayan paling lama di rumah itu, umurnya juga sudah tua. Bik Ina itu pula yang merawat Nathan dari sejak kecil. Kedua orang tuanya sibuk bekerja sampai lupa pada anaknya. Bik Ina lah yang mengurusnya dari bayi dan bahkan juga menyusuinya diam diam. Oh iya, bik. Apa maksud dia tadi ya?" tanya Tina. "Ohh itu. Artinya non di sini hanya bekerja khusus untuk Tuan Nathan." "Tina masih belum mengerti bik Ina." jawab Tina dengan masih polosnya. Namun bik Ina hanya tersenyum saja. Sesampainya di kamar, Tina di buat takjub melihat kamar yang begitu rapi. Tidak begitu besar, namun bagi Tina kamar itu sudah sangat besar dan mewah. Dalam hati, Tina bersyukur bisa langsung dapat pekerjaan dan tempat tinggal senya

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 1. Pertemuan

    "Mau lari kemana kau! Dasar anak gak berguna! Kau harus terima juragan itu supaya keluarga kita terbebas dari hutang. Dengar kau!" teriak ibu Salma pada putrinya. "Tidak, ibu. Aku tidak mau." balas Tina sambil terus berlari. "Apa kamu tidak mau mendengarkan ibumu?" teriak ibu Salma pada putrinya. "Aku tidak mau, ibu. Aku tidak mau di jodohkan dengan juragan itu." jawab Tina dengan suara yang gemetar. Ibu Salma marah dan terus memaksa Tina untuk menerima perjodohan itu. Tina merasa terjebak dan memutuskan untuk lari ke kota. Saat itu juga, Tina mendengar suara desas desus dari tetangga bahwa ibunya berhutang banyak pada rentenir yang terkenal kejam. Artinya, memang ibunya tukang ngutang dan sudah tersebar di kalangan komplek perumahan tersebut. Sudah begitu jauh dari rumah, sang ibu masih juga masih mengejarnya. Kini, pelarian Tina sudah berada di jalan raya. Melihat satu mobil berdiri di pinggir, tiba-tiba saja Tina menerobos masuk ke dalam mobil itu. "Tuan, tolong

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status