Home / Romansa / Mengandung Benih Majikan Arogan / Chapter 3. Setelah Satu Bulan

Share

Chapter 3. Setelah Satu Bulan

Author: Razi Maulidi
last update Last Updated: 2025-04-29 12:27:15

Melihat hidangan itu membuat Nathan menelan ludah. Apalagi dengan aroma yang begitu menggugah selera makannya. Tanpa menunggu lama, tangannya langsung bergerak mengambil sendok dan langsung makan dengan lahap.

"Pelan-pelan makannya Tuan." ujarnya pelan. Dalam hatinya sedikit senyum melihat tuannya makan dengan lahap. Artinya Tuan nya menyukai masakannya.

Nathan tak menjawab, terus makan hingga habis tak tersisa. "Mau tambah lagi Tuan?"

"Tidak perlu. Ini sudah cukup, tadi saja kamu tarok nasi begitu banyak. Untuk apa tambah lagi? Kamu ingin buat aku gemuk ya?"

"Heheh.. Maaf Tuan. Aku pikir Tuan begitu lapar makanya aku tarok nasi yang banyak. Tapi, ternyata habis juga ya Tuan." jawab Tina sambil terkekeh senyum melebar.

Nathan tak membalas ucapan itu, sambil bangkit berjalan menuju kamarnya. "Bereskan itu cepat. Tidurlah! Besok kamu harus bangun lebih pagi dan jangan lupa bangunkan saya. Ada rapat penting besok pagi pagi sekali."

"Baik, Tuan."

***

Keesokan paginya, Tina bangun lebih awal dan segera membangunkan Nathan.

"Tuan, bangun. Ini sudah pagi."

"Cepat sekali kamu bangunkan."

"Kan kata Tuan semalam di suruh bangunin pagi sekali. Kata Tuan ada rapat pagi pagi."

Barulah teringat dan segera bangun cepat. Nathan dengan terburu-buru menuju kamar mandi, sementara itu Tina pula dengan cepat menyajikan sarapan untuk Nathan. Pagi ini bukan Tina sendiri yang bikin sarapan. Ternyata bik Ina juga ikut bangun lebih awal. Bik Ina lah yang bikin sarapan pagi itu.

"Siapa yang buat ini?"

"Bik Ina yang buat, Tuan."

Hmmm.. Nathan makan dengan wajah tanpa ekspresi. Ingin dirinya komplain tapi dirinya yang gengsi untuk mengakui masakan Tina itu enak sangatlah kaku di lidahnya. Makanan itu tak habis di makannya.

"Tuan. Kenapa anda tidak menghabiskan sarapan mu? Mubazir Tuan."

"Kalau begitu kamu saja yang habiskan. Kenapa kamu tidak masak pagi ini?"

"Ohh, kebetulan tadi bik Ina bangun juga. Jadi dia yang masak. Kenapa Tuan?"

"Dengar. Lain kali kamu yang masak untukku. Kan kamu hanya kerja pribadiku."

Nathan pun gegas berangkat. Begitu Nathan menjauh dari rumah, barulah Tina mengutip piring kotor bekas makan Nathan barusan.

"Ngapain pakek bentak segala! Sombong banget sih jadi orang kaya!" Tina terlihat mengumpat sendiri sembari membereskan piring kotor itu.

"Kamu masih punya waktu untuk istirahat, sana tidur lagi aja. Piring kotor ini biar bibi aja yang bereskan. Lagian anggota yang lain juga pada belum bangun."

Tina mengangguk pelan dan kemudian melangkah masuk menuju kamar Nathan. Niatnya ingin membereskan kamar itu sebelum ia kembali istirahat di kamarnya. Karena dirinya masih mengantuk alhasil dia tertidur di atas ranjang empuk milik Nathan. Tidurnya begitu pulas. Hingga Nathan pulang di saat hari hampir siang, Tina belum terbangun juga.

Hendak membangunkannya, tapi Nathan tidak tega. Entah kenapa dirinya bisa berperilaku baik pada gadis itu. Entah kenapa matanya selalu di tuju pada gadis itu yang sedang tidur nyenyak.

"Ehh Tuan, maaf. Maaf, saya ketiduran di sini tadi." ujar Tina yang terkejut langsung bangun dengan kepala membungkuk.

"Tidak apa-apa. Kenapa baru bangun? Apa kamu baik-baik aja?"

"Ahh iya, aku baik baik aja Tuan."

Nathan mengangguk pelan. Tina merapikan kasur itu dengan baik. Setelah itu dia langsung berlalu dari sana.

"Tuan. Mau saya buatkan minum? Tuan, mau minum apa?"

"Kopi aja."

Tina mengangguk dan segera menyajikan kopi panas untuk majikannya.

***

Tidak terasa, kini ia bekerja sudah satu bulan di rumah elit itu. Pekerjaan Tina semakin baik dan terlihat lebih elegan pula. Tidak terlihat seperti pertama kali saat masuk bekerja waktu itu. Tina sudah mengingat semua tugasnya dengan baik. Hidup Nathan pun sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Walaupun Tina sering kali membungkuk di hadapan Nathan, akan tetapi dirinya selalu tegas mengingati majikannya itu. Alangkah anehnya, Nathan pun tidak membantah atau menyahutnya.

Ada apa ya? Gerangan apakah ini?

Pikiran aneh mulai terpacu di sekitaran otaknya. Namun, jawaban itu buntu dengan egonya yang tinggi dan kesombongannya yang melebihi batas.

Kini pikiran Tina jauh dari kata keluarganya. Entah kenapa dirinya tidak pernah terpikirkan ke desanya atau keluarganya. Ternyata, pembagian gaji di sana juga di bayar per bulan menurut kerja. Sengaja di bayar perbulan, Nyonya Marissa tau orang orang juga butuh uang untuk kepribadiannya. Nyonya Marissa, walaupun terlihat tegas namun, dirinya punya hati yang lembut dan pengertian. Berbeda karakter dengan putranya. Marissa berharap ada seseorang yang bisa mengubah putranya itu.

"Kamu tidak pernah keluar gitu. Ku lihat selama sebulan kamu di sini tidak pernah keluar beli sesuatu gitu, keperluan mu. Masa iya, kamu tidak pakai apapun."

Memecah keheningan di antara menemani duduk makan malam, Tina hanya hanya senyum seraya menggeleng pelan.

"Apalagi yang aku pakai. Lagian aku hanya di rumah terus untuk apa aku berdandan. Aku tidak biasa pakai bahan berdandan itu. Tidak tau kenapa." jawabnya polos.

Nathan hanya mengangguk paham. "Sekarang, tidurlah. Ini sudah larut malam."

***

Di sisi lain, kakaknya sudah tiba di kota. Niatnya hendak mencari sang adik di sana. Pasalnya, keluarganya itu di ancam oleh juragan kejam itu bahwa mereka harus menemukan Tina apapun caranya. Mereka jadi bingung. Ibunya malah mengirimkan kakaknya untuk mencari adiknya di kota besar itu.

Sementara itu, Herlina pun harus mencari pekerjaan untuk dirinya. Dirinya juga butuh biaya selama tinggal di kota. Dirinya yang pernah bekerja sebagai model di desanya, tidak begitu sulit baginya untuk menemukan pekerjaan untuknya. Herlina juga mencari kos kosan kecil untuknya. Iya, hanya untuk sementara waktu. Pikirnya.

Sudah satu bulan Herlina tinggal dan bekerja di kota, akan tetapi tidak ada jejak adiknya yang terlihat di sekitaran kota. Bagaimana tidak, toh adiknya bekerja di rumah bukannya di luar. Tina juga jarang sekali keluar. Palingan juga keluar berbelanja bersama bik Ina ke pasar.

Karena pekerjaan nya yang begitu padat, dirinya nyaris lupa misinya datang ke kota tersebut. Herlina semakin lupa untuk mencari adiknya. Sementara itu, ibunya di sana selalu menelpon dirinya dan menanyakan keberadaan adiknya. Hingga suatu hari, Herlina muak dan memilih mematikan ponselnya. Dia juga berpikir untuk menggantikan nomornya.

Bukan niat menjauhi ibunya, tetapi ibunya saja yang tidak mengerti apa yang dia katakan. Di sisi, ibunya di sana selalu di datangi oleh juragan itu. Juragan itu terlihat marah dan murka. Hanya kesempatan dan waktu. Hanya itu saja yang bisa di jawab oleh ibunya.

Juragan itu marah dan malah meminta gantian kakaknya. Herlina tidak menerimanya dan itu sebabnya ia menggantikan nomor ponselnya.

Sementara itu, uang gajiannya selalu di kirimkan ke ibunya setiap bulannya melalui sahabatnya di desa. Herlina ingin bersembunyi agar tidak di jodohkan dengan juragan itu. Menurutnya hanya Tina lah yang pantas untuk juragan kejam itu.

Lalu, kemana Herlina akan bersembunyi? Sampai kapan dia harus bersembunyi?

Bersambung..

Penasaran? Yuk lanjut baca bab berikutnya...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 5. Menikmati Tanpa Sadar2

    "Hutang? Apa aku ada hutang sama Tuan? Hutang apa ya?" tanya Tina dengan polos. "Iya hutang. Aku hanya bicara saja soal hutang dan kamu harus bayar. Jika tidak begitu maka kamu sudah di seret paksa olehnya." walau begitu Nathan tetap sabar memberi penjelasan padanya. Padahal sosok Nathan begitu cuek dan tak peduli pada orang lain. Tapi, kenapa kali ini dia peduli pada Tina? Para pelayan pun pada heran semuanya. Ibunya dan ayahnya juga pada heran padanya. Ada apa ini? *** "Maaf Tuan. Kita punya rapat penting saat ini. Dan Tuan harus menghadirinya." ujar sekretaris nya. Tanpa menjawab apapun, Nathan langsung melangkah menuju ruang rapat. Karena di kantor begitu sibuk, membuat Nathan jadi bingung. Sepulang kerja pun, Nathan tidak langsung pulang kerumah. Nathan malah mampir ke club di mana tempat teman temannya sudah menunggu dirinya. Kebiasaan. Jika Nathan sudah begitu pusing dan frustasi, dia selalu pergi ke club malam untuk memenangkan diri. Bergaul dan membeli wani

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 4. Menikmati Tanpa Sadar

    Hari ini, Nathan tampak bersiap. Tapi dirinya tidak ke kantor. Mau kemana dia? Nathan juga meminta Tina menggantikan pakaian nya dan ikut dengan nya. Nathan mengajak Tina mengunjungi mall hari ini. Gadis itu senang, seolah tidak percaya dirinya bisa menginjakkan kakinya di mall besar itu. Namun, seketika berubah murung. Barang barang di sana harganya pasti mahal. Uangnya mana cukup hanya untuk belanja di mall sebesar itu. "Kau kenapa?" "Tidak perlu ke sana Tuan, uangku tidak cukup untuk belanja di sana." Nathan tidak menjawab, menarik tangan gadis itu dengan kasar dan membawanya masuk mall itu. Di sana dia sudah di sambut dengan hangat oleh para karyawan karyawan itu. Nathan yang tanpa ekspresi, hanya memasang muka datar. Itu yang di takuti dan di segani oleh banyak orang. Hidih.. Sok banget dia! Caci Tina dalam hati. "Ambil saja apa yang kamu mau. Maksudnya, apa yang kamu butuhkan!" Nathan beranjak menjauh dari Tina dan menuju kursi kemudian dia duduk santai di sa

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 3. Setelah Satu Bulan

    Melihat hidangan itu membuat Nathan menelan ludah. Apalagi dengan aroma yang begitu menggugah selera makannya. Tanpa menunggu lama, tangannya langsung bergerak mengambil sendok dan langsung makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya Tuan." ujarnya pelan. Dalam hatinya sedikit senyum melihat tuannya makan dengan lahap. Artinya Tuan nya menyukai masakannya. Nathan tak menjawab, terus makan hingga habis tak tersisa. "Mau tambah lagi Tuan?" "Tidak perlu. Ini sudah cukup, tadi saja kamu tarok nasi begitu banyak. Untuk apa tambah lagi? Kamu ingin buat aku gemuk ya?" "Heheh.. Maaf Tuan. Aku pikir Tuan begitu lapar makanya aku tarok nasi yang banyak. Tapi, ternyata habis juga ya Tuan." jawab Tina sambil terkekeh senyum melebar. Nathan tak membalas ucapan itu, sambil bangkit berjalan menuju kamarnya. "Bereskan itu cepat. Tidurlah! Besok kamu harus bangun lebih pagi dan jangan lupa bangunkan saya. Ada rapat penting besok pagi pagi sekali." "Baik, Tuan." *** Keesokan paginya

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 2. Mulai Bekerja

    Nathan tidak menjawab, kakinya terus melangkah masuk ke dalam kamar miliknya. Di luar sana, Tina masih bingung dengan ucapan Nathan barusan. Apa maksudnya itu? Pribadi? "Ayo, non. Mari saya tunjukkan kamar untukmu." Tina melangkah mengikuti langkah bik Ina. Dia adalah pelayan paling lama di rumah itu, umurnya juga sudah tua. Bik Ina itu pula yang merawat Nathan dari sejak kecil. Kedua orang tuanya sibuk bekerja sampai lupa pada anaknya. Bik Ina lah yang mengurusnya dari bayi dan bahkan juga menyusuinya diam diam. Oh iya, bik. Apa maksud dia tadi ya?" tanya Tina. "Ohh itu. Artinya non di sini hanya bekerja khusus untuk Tuan Nathan." "Tina masih belum mengerti bik Ina." jawab Tina dengan masih polosnya. Namun bik Ina hanya tersenyum saja. Sesampainya di kamar, Tina di buat takjub melihat kamar yang begitu rapi. Tidak begitu besar, namun bagi Tina kamar itu sudah sangat besar dan mewah. Dalam hati, Tina bersyukur bisa langsung dapat pekerjaan dan tempat tinggal senya

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 1. Pertemuan

    "Mau lari kemana kau! Dasar anak gak berguna! Kau harus terima juragan itu supaya keluarga kita terbebas dari hutang. Dengar kau!" teriak ibu Salma pada putrinya. "Tidak, ibu. Aku tidak mau." balas Tina sambil terus berlari. "Apa kamu tidak mau mendengarkan ibumu?" teriak ibu Salma pada putrinya. "Aku tidak mau, ibu. Aku tidak mau di jodohkan dengan juragan itu." jawab Tina dengan suara yang gemetar. Ibu Salma marah dan terus memaksa Tina untuk menerima perjodohan itu. Tina merasa terjebak dan memutuskan untuk lari ke kota. Saat itu juga, Tina mendengar suara desas desus dari tetangga bahwa ibunya berhutang banyak pada rentenir yang terkenal kejam. Artinya, memang ibunya tukang ngutang dan sudah tersebar di kalangan komplek perumahan tersebut. Sudah begitu jauh dari rumah, sang ibu masih juga masih mengejarnya. Kini, pelarian Tina sudah berada di jalan raya. Melihat satu mobil berdiri di pinggir, tiba-tiba saja Tina menerobos masuk ke dalam mobil itu. "Tuan, tolong

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status