Home / Romansa / Mengandung Benih Majikan Arogan / Chapter 4. Menikmati Tanpa Sadar

Share

Chapter 4. Menikmati Tanpa Sadar

Author: Razi Maulidi
last update Huling Na-update: 2025-04-29 12:27:59

Hari ini, Nathan tampak bersiap. Tapi dirinya tidak ke kantor. Mau kemana dia?

Nathan juga meminta Tina menggantikan pakaian nya dan ikut dengan nya. Nathan mengajak Tina mengunjungi mall hari ini. Gadis itu senang, seolah tidak percaya dirinya bisa menginjakkan kakinya di mall besar itu. Namun, seketika berubah murung. Barang barang di sana harganya pasti mahal. Uangnya mana cukup hanya untuk belanja di mall sebesar itu.

"Kau kenapa?"

"Tidak perlu ke sana Tuan, uangku tidak cukup untuk belanja di sana."

Nathan tidak menjawab, menarik tangan gadis itu dengan kasar dan membawanya masuk mall itu. Di sana dia sudah di sambut dengan hangat oleh para karyawan karyawan itu.

Nathan yang tanpa ekspresi, hanya memasang muka datar. Itu yang di takuti dan di segani oleh banyak orang. Hidih.. Sok banget dia! Caci Tina dalam hati.

"Ambil saja apa yang kamu mau. Maksudnya, apa yang kamu butuhkan!"

Nathan beranjak menjauh dari Tina dan menuju kursi kemudian dia duduk santai di sana. Tina yang tidak biasa belanja sendirian di keramaian begitu, menjadi canggung. Apalagi setelah melihat semua barang di sana tertulis harga yang lumayan mahal. Berkali-kali Tina harus menelan ludahnya melihat harga harga yang tertera di sana.

Semua barang di sana begitu bagus. Namun, Tina mengurungkan niatnya untuk mengambilnya. Dari kejauhan, Nathan terus menatap wanita itu dengan penasaran. "Apa yang sedang dia lakukan? Keranjang belanjanya masih kosong, benar-benar tidak bisa di andalkan!"

Nathan lalu bangkit dan menyentil dahi Tina hingga gadis itu terkejut.

"Kenapa berdiri saja? Keranjang mu juga masih kosong!"

"Bingung, Tuan. Semua barang di sini begitu mahal." bisik Tina pelan, agar tidak ada orang yang mendengar nya.

Nathan menarik tangan Tina kasar dan berhenti di antara baju baju. "Pilihlah baju mana yang kamu sukai."

Tina mulai melihat lihat, bukan bajunya yang di lihat melainkan harga yang tertera di baju itu. Dengan kasar Nathan menarik baju itu dan di paskan di badan mungil Tina.

"Apa menurutmu? Apa ukuran nya?"

"Biasanya aku pakai ukuran M Tuan."

Nathan pun mengambil beberapa baju berukuran M dan meletakkan dalam keranjang belanjaan. "Tidak ingin yang itu?"

Nathan menunjukkan ke arah toko yang jualan baju dalam dan celana dalam wanita. Dengan malu, Tina menggelengkan kepalanya pelan. Dalam hatinya, dia ingin beli seragam dalam itu. Tapi, dia malu mengatakannya. Sudah begitu lama dia tidak belanja seragam dalamnya.

Tina juga membeli beberapa peralatan kamar mandi berupa sabun, sikat gigi, sabun cuci muka dan lainnya juga.

Sepasang sosok mata menangkapnya di sana, wanita itu melihat lebih dalam lagi apakah itu benar Tina atau bukan.

Iya, itu Herlina yang berada di mall itu juga. Akhirnya Herlina bisa tersenyum lebar begitu melihat adiknya ada di depan mata.

"Hey, kamu! Di sini kamu rupanya ya?" panggilnya.

"Kakak? Kau di sini? Apa yang kau lakukan di sini?" jawab Tina sambil memberingsut mundur.

"Iya untuk cari kamu lah. Ayo, sekarang ikut aku pulang desa. Ibu udah lama nunggu kamu tau. Kalau kau tidak kembali maka ibu dalam masalah. Ngerti gak kau!" hardik Herlina dengan begitu lantang.

"Tidak! Aku tidak mau pulang. Kau dan ibu sama saja. Lagian ayah ngutang banyak banyak juga karena sekolah kakak kan. Kamu sekolah begitu tinggi, seharusnya kakak yang nikah sama juragan itu. Iya, gantian bayar hutangnya. Masa aku."

"Heleh. Heleh. Masa kakak yang model ini harus nikah sama juragan rentenir itu. Ihh jijik aku. Udah tua pula, banyak istri lagi."

"Nah itu tau, kakak aja gak mau. Apalagi aku. Ogah!"

Herlina tak mau kehilangan jejak adiknya lagi. Karena spontan Tina menolak untuk ikut pulang dengannya, mau tak mau Herlina menarik paksa tangan adiknya itu.

"Sakit kak. Lepaskan aku kak. Aku tidak mau ikut!"

"Tidak ada alasan tidak. Kamu harus ikut aku pulang."

Herlina terus menyeret adiknya, hingga tangannya tertahan. Ternyata Nathan melihat dan mendengar semua itu. Karena Tina sudah bekerja di rumahnya, Nathan tidak mau kehilangan art nya lagi. Tentu, Nathan akan mempertahankan Tina tetap di rumahnya.

"Kau tidak bisa bawa dia!"

"Heleh. Siapa kau? Kenapa kau ikut campur urusanku dengan adikku?" bentak Herlina.

"Aku memang bukan siapa siapa. Adikmu ini sudah buat masalah dengan ku, dan adikmu harus membayarnya. Sebagai bayaran, adikmu harus bekerja. Dia sekarang bekerja di rumah ku dan tetap di rumah ku sampai hutangnya lunas. Paham!"

"Apa? Hutang? Kau berhutang lagi? Hutang ibu saja belum lunas dan kau berhutang lagi! Tidak! Kau tetap harus pulang. Ibu di ancam oleh mereka. Ngerti kau!"

Herlina seakan frustasi mendengar hutang lagi, kapan masalah hutang piutang ini akan selesai? Tidak! Dirinya tidak mau di jodohkan dengan juragan itu. Dia harus memaksa adiknya untuk pulang.

"Begini saja kak, kita bantu ngelunasin hutang ibu sama sama. Kita buat dulu perjanjian dengan juragan itu bahwa hutang kita bayar sesuai jumlahnya." jawab Tina kasih saran.

"Bagaimana? Juragan itu tidak mau. Dia tetap akan memilih menikahi antara kita sebagai pelunasan hutang. Itu sebabnya aku ganti nomor ponselku, supaya ibu tidak bisa menelpon ku lagi."

Herlina mulai panik dan frustasi, tidak di sangka masalah hutang orang tuanya menjadi masalah besar seperti ini. Herlina tidak mau di jodohkan.

"Pokoknya tidak ada yang bisa membawa Tina dari rumahku sebelum aku mengizinkannya. Sebelum hutangnya denganku lunas! Paham!" bentak Nathan dan lalu menarik paksa tangan Tina menuju mobilnya di parkiran.

Meninggalkan Herlina yang berdiri mematung di sana. Begitu mobil mewah itu menjauh, barulah Herlina tersadar dan seketika menjadi lemas. Bagaimana ini? Ternyata adiknya di sini punya hutang lagi.

Ya ampun. Herlina lupa menanyakan di mana adiknya tinggal sekarang ini? Seharusnya bisa dia menggantikan adiknya untuk tinggal di rumah itu. Sementara adiknya tetap harus pulang ke desa. Itu pikirnya.

Kembali dengan pikiran campur aduk, Herlina tidak bisa berpikir jernih. Tidur pun dalam posisi tidak tenang. Arrggghhhh...

Kenapa semua ini terjadi? Umpatnya.

Keesokan harinya, Herlina bangun terlambat. Padahal dia ada kerja pagi hari, tapi karena lupa dan kesiangan bangun. Orang-orang di sana sudah lama menunggunya. Begitu Herlina tiba di sana, langsung di marahi oleh mereka.

Herlina hanya bisa pasrah dan diam. Biasanya juga dia cerewet. Dia berusaha dian agar tidak di pecat dari pekerjaannya. Herlina sudah begitu nyaman kerja di sana.

Dia berusaha membuka bicaranya dengan suara selembut mungkin. Terus membujuk sang bos agar percaya padanya.

Apalagi bosnya itu orang tampan, walaupun sudah beristri. Herlina tidak peduli, yang penting baginya dapatkan kembali pekerjaan itu. Tidak masalah kan jika harus sedikit mengganggu bosnya. Merayu bosnya.

Bersambung...

Penasaran? Yuk lanjut baca bab berikutnya...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Strawberry
Karakter Herlina lucu kalau bicara oake heleh heleh ...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 24.

    Keesokan harinya, paman pulang kerumah dengan tatapan kosong. "Ada apa pak? Kenapa begini, bapak sakit?" Tanya bik Seri yang panik melihat kondisi sang paman. "Dimana Tina?" "Mereka masih di kamar. Kenapa pak?" "Mereka harus kembali pulang saja. Tidak ada guna juga tetap disini. Salma masih tidak berubah terhadapnya. Uang segalanya di depannya. Dasar serakah!" Dengan emosi yang mendalam, mata yang memerah, rahang mengeras, dengan tangan meninju. Paman mengepal kuat tangannya. "Sudah, jangan marah-marah dulu. Belum sarapan kan? Sana sarapan dulu biar tenang." Memang dari dulu dulu istrinya itu paling mengerti dirinya dan paling mudah untuk menenangkannya. Sang istri tidak takut sedikitpun padanya walaupun saat ia sedang marah. *** Kembali lagi ke Nathan dan Tina. "Lalu apa rencanamu?" Tanya Nathan datar. "Balik saja. Hari ini juga kita pulang." "Kenapa mendadak? Ibumu belum sembuh total dan masih dirumah sakit. Kenapa, nggak betah ya?

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 23.

    Tina menoleh sesaat lalu menunduk lesu. Tubuhnya yang gemetar perlahan membaik. Ia tak langsung menjawab, rasa takut masih menjalar di tubuhnya. "Ayo, istirahat. Kamu butuh banyak istirahat. Tidurlah." Tina sejenak termenung. Terkagum melihat sikap Nathan yang sekarang. Ada apa dengannya? Dan ada apa denganku? Tina langsung ikut merebahkan tubuhnya di samping Nathan. Namun, hatinya terus berdebar hebat tak karuan. Kini, Nathan malah berbalik lagi. Nathan tidur dengan menghadap langsung kearahnya. Tina semakin linglung dibuatnya. "Apa yang salah? Kenapa kamu?" Tanyanya dengan mata yang masih menatap lurus kearah Tina. "Apa maksudmu, Tuan?" "Entahlah. Apa yang kamu punya? Kenapa aku aku melakukan itu waktu itu? Kenapa aku harus menikahimu? Padahal begitu banyak cewek-cewek berkelas dan cantik yang selalu saja mengejarku. Tapi, kenapa kamu yang aku pilih?" "Kenapa kamu nanya itu padaku? Mana aku tau." "Apa mungkin karna anak yang tumbuh di rahimmu i

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 22.

    "Bik, siapkan barangmu juga. Kamu akan ikut dengan mereka." Bik Misna hanya bisa mengangguk pelan tanpa membantah apalagi bertanya. Tak lama kemudian, Nathan pun tiba di rumah. Ia melihat Tina yang sudah siap dengan barangnya begitu juga dengan pelayan mereka. "Cepat angkat ini ke mobil!" Titah Marissa lantang. Nathan memutar balek tubuhnya dengan malas dan segera mengangkat koper itu ke bagasi mobil. "Terimakasih, Tuan" Hmmm... Tina masih berdiri dengan alis mengerut. "Jawabannya begitu ya?" Sontak, Nathan segera berbalik menoleh menatap Tina dengan tatapan datar. "Capat masuk. Katanya terburu-buru." "Nathan. Langsung di suruh masuk aja, pintunya tidak kamu buka bagaimana dia bisa masuk. Dasar kamu!" Hhhffff.. Lagi lagi Nathan hanya menghela nafas. Setelah 6 jam di perjalanan, akhirnya mereka tiba di rumah sakit Bhayangkara. Itu rumah sakit yang tidak jauh yang terletak di pertengahan kota dan desa. Tina langsung turun dan ber

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 21.

    Kakinya melangkah mantap menuju rumahnya. Semakin jauh ke dalam tampak rumah rumah sudah sunyi. Mungkin sebagian orang sudah tidur. Herlina membuka pintu rumahnya yang ternyata tidak di kunci. Ibu Salma sudah berapa hari ini tidak kelihatan di komplek desa. Namun, mereka juga enggan mencarinya. Begitu syok, Herlina mendapati ibunya dalam keadaan menggigil di dalam rumah itu seorang diri. Tubuhnya kusut, kurus kering. Herlina menangis sejadi-jadinya. Sama siapa ia harus meminta tolong? Jika semua orang desa ini mengucilkan dirinya. Hanya dua orang yang terlintas di hati Herlina yaitu paman dan bibinya. Dengan panik Herlina menelpon pamannya. Dia menceritakan kondisi ibunya pada sang paman. Mendengar kabar itu, paman pun segera datang kerumah bersama istrinya. "Kita harus bawa dia kerumah sakit, ayo." Mereka pun langsung mengangkut ibu Salma ke atas kereta yang ada. Hanya satu kendaraan yang ada, hanya paman yang ambil alih berkendara dan istrinya yang dudu

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 20.

    Sang paman melihat adik iparnya yang sering kali mencari makanan bekas dan juga sering kali mencuri makanan orang. Melihat adiknya yang sudah hilang akal membuat dirinya tidak tega. Masih ada rasa welas asih terhadap adik iparnya tersebut. Untung saja sang paman mengingat dua keponakannya itu, jika tidak dia sudah lama tidak sudi menjalin hubungan dengannya. "Ini, makanlah." Ibu Salma melirik kakak iparnya sejenak, lalu langsung menarik kantong makanan yang di bawakan sang paman. "Terimakasih kak." Air mata berlinang saat menyuapkan nasi ke mulutnya. Ternyata kakak iparnya masih peduli padanya. Dia tidak benar-benar dibuang. Ada rasa haru sekaligus malu terhadap kakak iparnya. *** "Bagaimana bang? Apa yang terjadi dengan Salma? Benarkah yang di bicarakan orang-orang?" Tanya istrinya dengan lembut. Namun hatinya merasakan kekhawatiran yang mendalam. "Aku sudah melihatnya. Keadaannya persis seperti yang di bicarakan orang-orang. Sudahlah. Biarkan saja sepert

  • Mengandung Benih Majikan Arogan   Chapter 19.

    Herlina malahan pergi.. Seminggu kemudian, kehidupan mereka terasa tenang. Tampak Herlina pun tidak pernah muncul lagi mengganggu mereka. Lalu, kemana Herlina menghilang begitu saja? Bahkan ibu Salma pun tidak tau kemana perginya Herlina. Walaupun sudah satu minggu mereka menikah, tapi Tina masih takut berdekatan dengan Nathan. Begitu pula dengan lelaki itu, ia pun tidak memaksa Tina dengan hasratnya. "Makan malam dulu, Tuan." Ujar Tina. "Kamu yang siapkan makanan ini?" Belakangan ini, dan malam ini, Nathan pulang larut malam. Bahkan dia masih belum makan. Ada apa? Kenapa dia belum sudah jam segini? Melihat hidangan makanan di hadapannya, Nathan langsung mengambil sendok dan menyuapkan nasi itu ke mulutnya. Selesai Nathan makan, ia malah beranjak pergi begitu saja. Hal itu membuat Tina menjadi kesel. "Sifatnya tak pernah berubah. Hargailah sedikit bantuan orang. Ini malah pergi gitu aja. Ihhh." Decak Tina dengan mood emosional. Begitu Tina selesai

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status