Wajah Kania masih terlihat memerah akibat berusaha menahan malu saat membantu sang lelaki membersihkan diri. Devano memerintahkan perempuannya untuk membantu menggosok tubuh, kini dia sudah lama keluar dari bilik mandi. Kini wanita itu berada di kamar, sedangkan Devano tengah berpakaian di ruang ganti. Kania sudah memakai pakaian dan sekarang sedang duduk di ranjang sambil terus diserang pikirannya. Bahkan tangannya meremas seprai, rasa gelisah menyusup di hati. Menciptakan perasaan yang membuat perempuan ini campur aduk. "Apa yang harus aku lakukan?" gumam Kania pelan. matanya tak berhenti bergerak ke sana dan kemari, begitupun pikiran terus melayang. Ia tengah memikirkan kemungkinan yang terjadi jika ia bertindak. "Kira-kira dia bakal marah gak ya? Argh ... Aku bingung banget," desisnya pelan. Tepat pada saat itu, Devano keluar dari ruang ganti dengan langkah mantap. Tatapannya jatuh tepat pada Kania yang masih terdiam dalam lamunan, senyum muncul di bibirnya dan keningnya sed
Kania menarik napas dalam karena akhirnya bisa menghirup udara luar. Tangannya mencengkram erat tas selempang yang ia pakai. Wanita itu segera melangkah menuju luar, sedangkan ada satu pembantu terus menatap tanpa berkedip. "Aku harus balas dendam, enak aja sekarang dia bisa bebas pergi-pergian," batin perempuan tersebut. Tangannya terkepal tanda tengah menahan emosi, pandangannya tak lepas dari Kania yang tengah mengobrol dengan satpam. Terlihat wanita itu sedang menelepon Devano untuk bukti diperbolehkan keluar."Kalau gitu silakan, tapi ingat pulang secepatnya. Jangan membuat kesalahan sampai membuat Tuan Devano marah," nasihat lelaki itu. Wanita itu menganggukan kepala, ia melangkah keluar kediaman dengan tangan segera memasukan handphone dalam tas. Perempuan tersebut berjalan terus di jalanan, melirik ke sana kemari mencari kendaraan. Saat hendak memberhentikan alat transportasi. Gadis ini tersadar jika tidak memiliki uang sedikitpun. "Huh ... gimana ini, aku uang aja gak pun
Mata Kania melotot mendengar ucapan wanita itu, lalu perempuan tersebut berpamitan saat ada seseorang yang memanggilnya. "Nia, ayo masuk! Aku haus nih," ajak Yasmin. Dia berusaha membuyarkan pikiran Kania yang terlihat tengah melamun memikirkan perkataan wanita tadi. Mendengar ajakan Yasmin, perempuan tersebut segera memegang lengan sang teman lalu masuk ke kediaman. Mata gadis ini melirik setiap sudut kediaman mencari apakah ada kerusakan. "Makasih ya, Nia. Aku numpang istirahat sebentar," lontar Yasmin. Wanita itu menganggukan kepala lalu ia pamit untuk melihat sekeliling kediaman, sedangkan Yasmin saat sudah tak ada Kania di ruangan ini. Dia lekas memotret dan mengirim hasil gambar ke Devano. (Udah sampai Tuan.) Setelah mengirim pesan itu Yasmin segera memasukan handphone ke saku saat melihat kedatangan Kania yang membawa beberapa cemilan. "Ini ada sedikit cemilan, Yas. Kamu pasti lapar setelah bawa motor," ujar Kania. Yasmin menganggukkan kepala lalu tak sungkan memasukan
Yasmin merasa ada yang tak beres, ia lekas memegang lengan Kania. Wanita itu memandang dengan ekspresi khawatir, sementara para preman menyeringai melihat dua perempuan di hadapan mereka. "Bastian!" pekik Kania. Mendengar namanya keluar dari bibir Kania, lelaki itu menyeringai. Ia bersidekap dan memandang sang gadis dengan tangan bersidekap. "Senang mendengarmu memanggilku, kemana aja? Udah lama gak ketemu pasti kamu kangen ya," goda Bastian. Saat berkata demikian Bastian melangkah mendekat, membuat Kania membulatkan mata. Dengan spontan menunjuk lelaki itu dan berteriak. "Berhenti! Jangan macam-macam, kalian mau apa. Kalau enggak aku bakal teriak biar kalian dipukulin warga," seru Kania. Suaranya lumayan keras, nada suara menunjukan ketegasan dalam situasi yang tegang ini. Bastian langsung tertawa mendengar perkataan Kania, tawa lelaki ini menular pada sang bawahan. Membuat kedua perempuan ini melotot dan Kania mengigit bibir karena cemas. 'Jangan mendekat!" Yasmin berteriak
Sedangkan di tempat lain, dua perempuan itu kini berada di dalam gedung. Tubuh mereka didudukan ke kursi dan diikat dengan kencang. Ruangan tersebut banyak sekali debu dan sangat lembab karena tak terpapar sinar matahari. Sangat sepi tidak ada kendaraan berlalu lalang, tempat ini sangat pas untuk markas penjahat. "Bos, dia masih tidur. Apa kita bangunin?" tanya salah satu preman.Bastian langsung menoleh ke arah asal suara, lalu menggelengkan kepala. "Gak perlu, kita istirahat sebentar aja. Lagian dia gak bakal ada yang nyari, aku pernah liat Ibu dan adiknya pergi ke bandara," balas Bastian.Mereka menghela napas kecewa lalu menganggukan kepala. Semua segera meneguk air karena merasa haus, sedangkan orang yang memata-matain Kania baru saja sampai. Lelaki itu selalu melakukan video call dengan Devano, tak lupa memakai headset untuk mendengar perintah sang bos. "Cepatlah masuk! Apa yang lain belum sampai," seru lelaki itu.Mendengar perkataan Bosnya, ia segera menjawab lalu dia seger
Bastian mengeluarkan suara penuh amarah, bahkan nada suara gemetar saking emosinya. Sedangkan lelaki yang tadi hendak membuka ikatan pada Kania beralih ke Yasmin, ia segera melepaskan wanita ini walau sesekali mendesah akibat bersentuhan kulit. "Kau diberi obat perangsang," ucap lelaki itu.Yasmin hanya mengangguk lemas, ia sesekali meneguk ludah beberapa kali. Melihat wanita yang baru di bantu lepaskan, pakaiannya terkoyak segera ia melepaskan kaos dan memberikan pada Yasmin. "Cepatlah, pakai! Nanti kamu bakal menyesal kalau gak buru-buru," perintah lelaki itu.Wanita itu menggelengkan kepala beberapa kali, keringat bercucuran di tubuhnya. Melihat hal ini lelaki tersebut saat melihat seember air segera mengambil dan menyiram Yasmin, membuat perempuan ini memekik. "Apa yang kamu lakukan!" teriak Yasmin. Pria tersebut mengedikan bahunya, dia segera memegang pakaian yang di pakai mereka. "Cepat ikut aku, kalau enggak kalian kena tinju diperkelahian ini," serunya. Yasmin menatap mu
Setelah berkata demikian ia lekas memasuki handphone ke saku, dia memilih bangkit dan berkeliling melihat keadaan kediaman ini. "Rumah jelek gini kamu sampe segitunya," gumam Devano mencibir. Ia memandang kediaman Kania yang membutuhkan banyak renovasi, sedangkan sang wanita baru saja selesai berpakaian dan bergegas ke dapur untuk memasak. "Yah ... cuma ada mie instan," ujar wanita itu. Wanita itu terdiam sejenak, dia bingung harus bagaimana. Jika untuk diri sendiri gak masalah, sedangkan ini kan Devano yang meminta. "Kenapa kamu malah diam aja!" tegur lelaki tersebut. "Apa kamu gak tau aku kelaparan." Kania langsung menoleh lalu mendapati lelaki itu sudah di dekatnya. Jarak mereka hanya beberapa centimeter saja. Wajah Devano mendekat, membuat perempuan ini spontan mundur dan segera ditahan oleh lengan majikan yang memegang lehernya. "Kenapa mundur, hmm ...." Dengan ragu Kania menggelengkan kepala, membuat Devano menatapnya. Wanita itu lekas meraih mie instan lalu memperlihat
Sedangkan di tempat lain, lelaki yang membawa Yasmin itu kini ia membawa perempuan tersebut ke kediaman. Lekas menarik pembantu Devano menuju bilik mandi dan mengguyur hingga basah kuyup, bahkan teman bekerja Kania dulu ini memekik. "Dingin ...!" Lelaki yang mengguyur Yasmin tak menghiraukan, dia berusaha menahan diri agar tak menerkam wanita di hadapannya. "Kamu udah sadar?" tanya pria ini.Yasmin mengangguk lemah, membuat pria tersebut menghela napas. Dia segera mengambil handuk lalu melemparkan pada perempuan tersebut. "Cepat keringkan badanmu, jangan sampe sakit," serunya. Wanita itu segera mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, sedangkan pria tersebut lekas keluar dari bilik mandi dan menutup pintu. Sedangkan lelaki yang baru pergi itu langsung menyandarkan tubuh di dinding, ia memegang dada terasa berdebar lebih cepat. "Gila! aku kayanya harus mandi air dingin juga. Mendingan mandi di kamar satu lagi," gumamnya. Setelah berkata demikian lelaki itu lekas meraih handuk ya