Share

9 Tersisihkan

Author: Tetsuya_01
last update Last Updated: 2024-05-30 15:44:29

Pagi ini, gejolak dalam perut yang di alami Olivia sungguh terasa lebih parah dari hari-hari sebelumnya. Bangun dari tidurnya dengan tergesa, ia melangkahkan kakinya menuju toilet dalam kamarnya.

"Hoek, Hoek." Memuntahkan isi perutnya yang terasa sangat mual, namun tidak ada apapun yang ia keluarkan, hanya cairan bening yang meninggalkan rasa amat pahit pada tenggorokannya.

"Hoek.." lanjutnya berusaha mengeluarkan semua yang membuatnya mual.

Sedangkan Reynald, di atas ranjang besarnya itu merasa tidur lelapnya sangat terganggu dengan suara yang terdengar menjijikan.

"Aaaarrrggh, Menjijikan." Gumamnya dengan geram kala mendengar suara Olivia yang sedang muntah di dalam kamar mandi.

15 menit Olivia berada di dalam kamar mandi, tubuhnya kini terasa sangat lemah, lemas. membuka pintu di depannya, mata Olivia di kejutkan dengan sosok suaminya yang sudah berdiri didepannya dengan menampakkan wajah kesal menahan amarah.

"mm-maaf, apa aku mengganggu tidurmu, sayang?" Ujar Olivia terbata-bata.

"Masih nanya segala, udah jelas-jelas suara menjijikanmu itu pasti mengganggu tidurku. Kenapa juga kau masih berani tidur di kamar ini?" Bentak Reynald.

"a-apa maksud mu Rey?" Tanya Olivia.

"kau ini kenapa tiba-tiba saja berubah jadi bodoh ,Hah!" teriak lelakk itu di hadapan Olivia.

"Mulai malam ini, kau tidur di kamar bawah. Bukan kamar tamu, melainkan di paviliun khusus para pelayan. kau paham?" Tegasnya.

Olivia masih berdiri mematung, tak percaya akan segala ucapan suami nya kini.

'apa artinya ini?' bimbang Olivia dalam hati.

Reynald hendak memasuki kamar mandi di depannya, namun seketika menghentikan langkahnya seraya berkata pada Olivia,

"Mulai detik ini, hentikan panggilan itu untukku. hapus semua kata suami, sayang atau apapun itu. sangat memuakkan ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulutmu." Sarkas Reynald tanpa menolehkan kepalanya ke arah Olivia sedikitpun.

Membanting pintu kamar mandi, membuat tubuh Olivia terperanjat. tersadar dari rasa sakitnya, ia berusaha menerima semua perkataan kasar suaminya itu tanpa bisa membantahnya.

Meski masih merasakan lemas dan lelah ketika melangkah, namun ia tetap harus kuat. memasuki walk in closet, ia membereskan semua pakaiannya ke dalam koper kecil dan tasnya. hanya pakaian murni miliknya, hasil pembeliannya menggunakan uangnya, tidak dengan seluruh pakaian pemberian dari Reynald.

Olivia masih memiliki kesadaran diri, untuk tidak menggunakan semua fasilitas dari lelaki yang sudah dengan jelas tidak menginginkan dirinya.

Melangkahkan kaki keluar kamar besar itu, memandang sendu, menatap kamar yang menjadi saksi bisu pernikahannya, untuk terakhir kalinya.

Menutup pintu kamarnya, melangkah menuruni tangga. Saat melihat Nora sedang membersihkan guci-guci besar di bawah sana, Olivia pun mendekati pelayan wanita paruh baya itu dengan maksud menanyakan letak kamarnya.

"Bibi, maaf mengganggu,,aku mau tanya, letak kamar dekat paviliun para pekerja ada dimana yah?" Tanya Oliv sopan pada wanita itu.

Nora pun menjawab sambil menyunggingkan senyum smirk nya pada Olivia,

"Sudah waktunya rupanya, Kau keluar saja melalui pintu belakang dekat taman, ada jalan menuju gerbang kecil disana. Bangunan panjang disana adalah paviliun para pekerja. Untuk kamarnya sendiri, kau bisa cari saja sendiri." Jawab Nora yang masih sibuk membersihkan guci-guci seukuran dirinya itu.

Olivia tidak menghiraukan sikap pelayan itu padanya, kakinya tetap melangkah menuju taman belakang. setibanya disana, mengambil nafas sebentar, karena dirinya belakangan ini mudah sekali merasakan lelah.

kembali melangkahkan kakinya ketika matanya melihat sebuah gerbang kecil dekat taman belakang. Mendorong pelang pagar kecilnya, ia pun kini melihat sebuah paviliun panjang berwarna putih, ia duga itu adalah tempat semua para pekerja di rumah Reynald istirahat. pantas saja selama ini ia tidak melihat para pelayan di malam hari.

Memasuki pintunya, ia melihat hanya ada beberapa orang pelayan sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing. dirinya sangat ingin bertanya, namun rasa tidak percaya diri Olivia membuatnya enggan menyapa para pekerja itu.

Kala matanya masih menelaah isi rumah itu, nampak seorang pria seumuran dirinya menghampiri Olivia.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu Nyonya, mengapa Nyonya ada di paviliun pekerja?" Tanya pria itu dengan sopan.

"Sepertinya, mulai malam ini..sayaa-" Jawaban Olivia terpotong kala sosok Nora melanjutkan jawabannya. Tanpa disadari Olivia, sejak awal kakinya mencari paviliun, Nora mengikuti Oliv, hingga kini ia ada berada di belakang Olivia.

"Kau jangan memanggilnya Nyonya Ryan, tuan sudah membuangnya kesini. sekarang, tunjukan salah satu kamar kosong untuknya." Ucapnya pada pekerja yang bernama Ryan itu.

"Baik madam." Jawab Ryan tanpa membantah, meski kini di kepalanya bermunculan tanda tanya. 'kenapa bisa, istri tuan Reynald kini tidur di paviliun pekerja' gumam Ryan dalam hati.

Sampai di depan sebuah pintu berwarna putih, Ryan pun membuka pintu itu dan berkata pada Bella,

"Silahkan Nyonya,ehm-Oliv. ini kamar mu, kau bisa beristirahat disini." Ujar Ryan yang sedari tadi terus memandang wajah cantik Olivia.

ia benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa tuan Reynald membuang seorang Nyonya muda secantik Olivia.

"Baiklah, terima kasih. Ryan." Jawab tulus Olivia.

Ryan pun tersenyum, dan kemudian kembali berkata,

"Kamar disini memiliki kamar mandi masing-masing. jadi kau tidak perlu khawatir jika bercampur para pekerja pria yang bekerja disini." Tutur panjang Ryan hanya di balas senyuman oleh Olivia.

kini kakinya melangkah masuk, melihat ke sekeliling kamar itu, Olivia melihat tidak banyak properti di dalamnya.

Hanya ada sebuah ranjang kecil, lemari pakaian dari kayu berukuran sedang, serta nakas di samping ranjangnya yang terdapat sebuah lampu tidur.

Menarik nafasnya panjang, dan menghembuskannya dengan kasar, ia pun bermaksud ingin merebahkan tubuhnya sejenak yang sudah merasa cukup lelah.

Namun, suara ketukan keras di pintu kamarnya, membuat Olivia mengurungkan niatnya untuk tidur.

"Ya Allah,,yang kuat ya kesayangan ibu," ucap Olivia seraya mengusap lembut perutnya yang belumaa nampak memperlihatkan kehamilannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengapa Harus Anakku   20 Sosok William

    Olivia memasuki apartemen miliknya sepulangnua dari supermarket, langsung memasuki area dapurnya, ia membereskan seluruh barang belanjaannya kedalam kitchen set dan lemari es. "Huuft,,akhirnya selesai juga." Ujarnya, kemudian membuat secangkir teh hangat karena dirasa dirinya perlu merilekskan tubuh dan pikirannya. Membawa cangkir tehnya, Olivia duduk di ruang tamu. Membuka ponselnya dan mencari beberapa info lowongan pekerjaan, Hingga akhirnya ia menemukan sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, sesuai bekal pendidikannya dulu saat kuliah. Namun, hanya ada lowongan sebagai Office girl disana. ia pun tak banyak berpikir, ia akan memgambil jalan itu. tak mengapa ia menjadi Office girl, toh itu pekerjaan baik juga, tidak ada yang salah. Yang ada dalam pikirannya hanyalah, ia harus mendapat uang sebanyak-banyaknya agar bisa bertemu kembali dengan sang putra, Keenan. menyeruput teh hangatnya hingga cangkir itu kosong, ia pun berniat membersihkan diri

  • Mengapa Harus Anakku   19 Langkah Awal

    Tak menyangka, kini Olivia sedang terduduk dalam kursi penumpang di sebuah pesawat. mata nanarnya menatap keluar jendela di sebelahnya. "Semoga langkah yang ku pilih ini sudah tepat, dan selalu dalam lindungan Mu ya Allah." Gumam Olivia dalam hatinya. Memilih Los Angeles sebagai kota tujuannya untuk memperbaiki kehidupannya agar lebih baik lagi. dikenal dengan julukan City of Angels, kota tersibuk di Amerika serikat karena dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur. Ia sungguh berharap, bekerja di salah satu kota terbesar di Amerika serikat itu mampu membuat dirinya bisa kembali mengambil hak asuh sang putra. Tidak ada dendam dihatinya, karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah sang buah hati yang baru berumur 5 bulan itu. "Semoga jika kau sudah tumbuh besar nanti, kau masih menganggap bahwa ibu masih ada nak". kembali pada realita kehidupannya, begitu tiba di Bandar Udara Internasional Los Angeles, wanita itu sempat kebingungan harus pergi kemana terlebih dahulu.

  • Mengapa Harus Anakku   18 Modal Nekat

    Hari ini merupakan sidang perceraian pertamanya, masih ada beberapa kali lagi pertemuan. Namun, sulit bagi Olivia dapat memenangkan hak asuh anaknya. Karena, sudah dapat dipastikan keluarga besar mantan suaminya itu sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Terbukti dari tidak adanya keadilan kala hak asuh anaknya sepenuhnya jatuh ke tangan sang mantan suami, padahal tidak ada bukti kesalahan apapun yang dilakukan dirinya sehingga ia harus berpisah dengan anaknya yang baru berusia 5bulan itu. Hingga, tak terasa hari penentuan dirinya resmi menjadi seorang janda terjadi hari ini. Seharusnya ia mendapatkan bantuan Tuan Daniel, pengacara Almarhum Tuan besar Adijaya. namun entah, sosok pria paruh baya itu tidak hadir hingga persidangan terakhirnya ini. "Reyn, kumohon, beri aku keringanan agar selalu dapat bertemu dengan putraku." Pinta Olivia kala mereka telah selesai menjalani sidang perceraian mereka. "Jangan Harap Oliv, kau bilang sangat enggan menerima harta waris

  • Mengapa Harus Anakku   17 Ketuk Palu

    5 Bulan berlalu begitu cepat bagi seorang Olivia, tentu saja hal itu dirasa terlalu singkat untuk kebersamaannya bersama sang buah hati. Selama dalam pengasuhan Oliv, Keenan kecil sangat baik, tidak rewel sama sekali. Mungkin, karena instingnya bersama sang ibunda membuatnya merasa tenang, nyaman dan aman. Begitu pula dengan Olivia, kebersamaannya bersama Keenan membuatnya serasa sangat bahagia, tak ingin semuanya berlalu, tapi apa mau dikata, malang tak dapat ditolak. subuh ini, ia sudah bersiap membereskan semua pakaian dan perlengkapan miliknya. Ia harus menghadiri sidang perceraiannya siang ini di pengadilan agama. Apa yang diucapkan Reynald kala itu benar-benar terjadi, tepat 5 bulan sejak kejadian itu, suaminya benar-benar memberikannya surat perceraian. "kau harus menjadi anak yang kuat nak, ibu akan tetap menyayangi mu tak peduli dimanapun ibu berada." Bisik Olivia pada sang putra yang terlihat sedang tertidur lelap. "ibu harap kau tidak melupakan ibu nak jika suatu

  • Mengapa Harus Anakku   16 Waktu Istimewa

    Beberapa menit berlalu, tak terasa putra yang berada dalam dekapan hangatnya itu pun telah tertidur lelap. tersenyum hangat, tangan Olivia membelai lembut pipi halus putra tampannya itu. Tubuh oliv menegang kala mendengar suara teguran dari arah belakang, "Cepat masuk, taruh anak ku di kamarnya." Ucap dingin pria itu, "Reyn, apa, anak kita ini sudah di beri nama?" tanya Olivia pada Reynald, "Jangan, berani, sebut bayi ini anak kita di depan siapapun mulai saat ini. Paham!" Ancam Reynald, "tapi dia juga anak ku Reyn, sampai kapanpun itu, ini adalah darah dagingku, aku yang mengandungnya selama ini dan melahirkannya langsung Reyn!" Geram Olivia, dia merasa ini sudah sangat keterlaluan, putra dalam pelukannya inilah yang ia kandung selama 9 bulan kemarin. "setidaknya biarkan aku yang memberikannya nama pada putra ku Reyn, aku tidak akan meminta lebih." Bujuk Olivia, "Baiklah, ku beri kau waktu 5bulan untuk bisa bersamanya, namun, setelah waktu itu habis, jangan pernah mem

  • Mengapa Harus Anakku   15 Pelukan Pertama

    Hari-harinya Olivia kini terasa lebih hampa dari biasanya, perut besarnya kini sudah tidak ada, kegiatannya dalam bekerja memang terasa lebih ringan, tapi langkahnya selalu terasa lebih berat dari biasanya. Sedari subuh ia sudah beraktifitas di paviliun itu, membersihkan segala sesuatunya disana. Saat sedang serius membersihkan area dapur, tiba-tiba suara Lily yang menegurnya membuat kegiatannya terhenti. "Kau disuruh Nyonya untuk membuat sarapan di rumah besar saat ini juga." Ujarnya dengan ketus. "sekarang masih jam 6?" Tanya Olivia, "ya mana aku tau, nyonya besar sendiri yang tadi memintaku memberitahumu." Ucap Lily sambil melangkah keluar meninggalkan Olivia yang masih merasa bingung. Tapi, tanpa berpikir lama, ia pun beranjak dari paviliun itu menuju rumah utama. Baru beberapa langkah kakinya memasuki rumah besar itu dari area dapur, sudah terdengar jelas ditelinganya suara tangisan kencang bayi, langkah kakinya sontak terhenti, ia yakin bahwa itu adalah suara anaknya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status