*Happy Reading*
Tidak terima dengan perlakuan Alvaro. Bianca pun segera meraih ponselnya, dan memotret tumpukan Map yang ada di mejanya. Setelah itu langsung mengirimkan gambar tersebut pada Alvaro.
Bianca [Ini apa, Pak? Kok tega banget?]
Tidak lupa, Bianca juga menambahkan Emoticon mata berkaca-kaca agar Alvaro kasihan padanya.
Tring!
Tidak menunggu lama, chat balasan pun datang yang langsung Bianca buka, dengan sangat kepo akan jawaban Alvaro.
Alvaro [Maksud kamu apa? Saya gak ngerti]
Hilih! Sok polos dia. Lupa kayaknya kalau semalam udah Bianca polosin. Apa harus Bianca ingat, kan?
Bianca [Ih, kamu mah. Maksud aku ini kenapa kamu tega banget, kasih kerjaan banyak kayak gini? Mana di deathline lagi. Mana sanggup]
Bianca mencoba merajuk ceritanya, gaes! Siapa tahu si jutek udah lumer, yee kan?
Alvaro [Jangan manja. Itu kan memang tugas kamu. Udah kerjakan! Ingat kalau gak selesai tepat waktu, gaji kamu saya poton
Alvaro mengerjab satu kali saat mendengar penawaran dari Bianca. Apa Bianca bilang tadi? Duduk di pangkuannya? Wah, tawaran yang menarik sekali. Tapi ....“Jangan aneh-aneh. Ini masih di kantor, bukan di apartemen!” Sayangnya harus Alvaro tolak dengan berat hati.Alvaro harus menegaskan pada Bianca, siapa yang pegang kendali di sini. Jangan sampai dipermalukan di muka banyak orang kalau sampai ketahuan.“Kalau kamu nggak mau makan, ya sudah. Buang saja,” putus Alvaro secara mendadak.Tangannya bahkan sudah bergerak untuk membereskan makanan yang terlanjur dikeluarkan. Padahal sebenarnya dia sendiri juga kelaparan.Melihat itu tentu saja Bianca gusar. Karena jika boleh jujur, dia pun sudah sangat lapar sekali hari ini. Itulah kenapa, Bianca pun langsung melancarkan protesannya.“Ih, Bapak kok gitu? Maenannya ancaman!” protes Bianca, yang membuat Alvaro malah teringat dengan Aika, si Nyonya Bos.
“Kamu dari tadi mikir apa, Bi? Kok diem terus?” pancing Alvaro Akhirnya, setelah yakin jika mood Bianca sudah membaik.“Mikirin gaji yang mau disunat sama situ," jawab Bianca dengan jujur.Hah?! Ya ampun, jadi hanya karena itu? Astaga!“Emang kapan saya bilang gajimu mau dipotong?”Eh?“Lah? Kan laporan saya belum kelar. Katanya kalau gak kelar bakal potong gaji. Piye toh?” terang Bianca kemudian, mengingatkan Alvaro akan ultimatumnya pagi ini.Kasian ya, masih muda tapi udah pikun. Ck, ck, ck, Miris.“Kan, kamu sudah ngerjain laporan itu minggu lalu. Ngapain nulis ulang? Aku sudah anggap kamu selesai.”Hah? Maksudnya?Bianca pun mengerjap pelan, mencerna ucapan Alvaro seraya mengingat-ingat isi laporan tadi. Bener juga, sih! Bianca memang merasa famillier dengan laporan tersebut.Lah, Kalau gitu ngapain dia ketar-ketir sampai jari butuh catokan seperti t
“Lho, kok malah naik taksi online? Bukannya kamu yang antar aku pulang, Al?” tanya itu pun lolos dari mulut Bianca, saat melihat Al bukan membawanya ke arah mobil pria itu, melainkan ke tepi jalan dan menghampiri mobil yang Bianca kenali sebagai Taksi online, dari cara sang sopir menyapa mereka.Tatapan Bianca yang kecewa membuat Alvaro tidak sanggup untuk melihatnya. Hingga dia pun memilih dengan segera membuka pintu saja, dan membimbing Bianca masuk ke dalam taksi tanpa sepatah kata pun.Beruntung gadis itu tetap menurut helaan tangannya, dan mau masuk ke dalam Taksi meski dalam keadaan merajuk. Alvaro juga menjaga agar kepala wanita itu tidak terantuk saat hendak masuk. Bahkan memakaikan seatbelt pada tubuh Bianca dengan hati-hati."Al?" tuntut Bianca lagi.“Kamu pulang duluan, aku masih ada urusan” ucap Alvaro akhirnya, saat menutup pintu.Tidak ada yang bisa Bianca lalukan lagi, selain memandang ke belakang saat t
“Bi, Bi, kamu kok tidur sini?” Alvaro menyentuh lengan Bianca dengan lembut.Perlahan-lahan mata Bianca pun akhirnya terbuka. Merasa terganggu dalam tidur nyenyak yang membuai. Refleks Bianca menyeka ujung bibirnya yang terasa basah, saking nyenyaknya barusan.Dia bahkan masih sempat menyeruput ilernya sedikit, yang masih tertinggal dengan khidmat. Persetan dengan tatakrama, tidur ngiler itu nikmat tahu.Mengerjap sejenak, Bianca pun menemukan si pengganggu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alvaro. Cowok yang tengah di tungguinya hingga tumbang ke alam mimpi.Eh, Alvaro! Benar juga! Dia kan sedang menunggu pria itu untuk memperlihatkan hasil nyalonnya, ya? Sayangnya, terlanjur ketiduran dan sepertinya riasannya udah amburadul.Ah, bodo amat sama riasan. Penting Alvaro sudah datang dan membangunkannya. Itu berarti mereka bisa melakukan adegan mantap-mantap sekarang, kan?“Udah pulang, Al?” Bianca pun segera
*Happy Reading*Sumpah ya! Bianca sebal setengah mampus sama makhluk ganteng yang namanya Alvaro. Kalau mesra-mesraan nanggung banget, bikin kepalanya pusing saja.Tahu gini mending balikan sama Marcel saja. Kebutuhan jasmani dan rohani selalu tercukupi. Gak pernah ada istilah pusing kantong dan pusing kepala. Semuanya selalu aman sejahtera.Aarrgg ... Rasanya Bianca ingin teriak di depan jurang kalau begini terus. Sia-sia perawatan wajah yang dia lakukan. Hidup sama Alvaro membuat jerawat dan keriputnya selalu terpanggil untuk muncul.Duh ... Bianca benar-benar kesal luar biasa. Alvaro juga kenapa sih, susah banget di ajak ena-enanya. seperti bukan pria saja. Padahal tinggal goyang aja sampe lemes, susah amat.Huft ....Bianca membuang napas panjang entah untuk keberapa kalinya. Mengingat kejadian semalam benar-benar membuatnya selalu lelah hayati.Gak usah kepo, Soalnya tadi malam gak terjadi apa-apa dengan Bianca dan Al
*Happy Reading*Melihat deretan photo Aika di ponsel Alvaro. Dengan berbagai gaya dan sepertinya sudah lama tersimpan. Satu dugaan pun terlintas di benaknya.Alvaro menyukai Aika!Ck, sialan! Jadi, selama ini ia hanya dijadikan pelarian semata saja? Begitu? Atau, malah jembatan untuk Alvaro bisa mendekati Aika tanpa ketahuan si Pak Bos?Brengsek! Ternyata Alvaro tidak lebih bajingan dari Marcel!Tanpa sadar, Bianca mengapalkan tangan di pangkuannya dengan erat, seraya menggertakan rahangnya. Gadis itu benar-benar tidak terima dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui.Sementara itu di sisinya. Alvaro beberapa kali melirik-lirik ke arah Bianca, karena heran dengan kediaman Bianca yang tiba-tiba.“Kok diam saja? Tumben?” tegur Alvaro kemudian.“Udah selesai belum?” lanjut Alvaro saat tidak mendapatkan respon.Namun, BIanca memang tidak berniat untuk bersuara. Wanita itu hanya menyerahkan hp
*Happy Reading*“Non, sudah sampai,” ucap sopir yang membuat Bianca tersadar dari lamunan.Wanita itu menekan tombol penilaian untuk pelayanan yang sudah diterima, kemudian keluar dari taksi dan menerima koper yang sudah diambilkan dari bagasi.“Sini aku bawain.” Tahu-tahu Marcel sudah mengambil alih koper Bianca.Pria yang malam itu memakai setelan formal bahkan menyerahkan sebuket bunga cantik untuk Bianca. Kemudian meletakkan tangan kanan di punggung Bianca saat mereka masuk ke dalam kafe. Ini merupakan hal manis yang biasa dilakukan Marcel, ketika berada dalam mode baik.“Kapan kamu datang?” tanya Bianca saat Marcel menarik kursi untuknya.“Kebetulan aku berada di dekat daerah ini. Aku bahkan sudah memesan makanan kesukaanmu. Nah, ini sudah datang,” ucap Marcel sambil menunjuk pelayan yang sudah mulai menata pesanan mereka.Bianca terpaksa tersenyum saat melihat salad sayur yan
*Happy Reading*“Aku tahu kamu sengaja, Bi. Kamu memang berniat bikin aku gila,” desis Alvaro yang memperhatikan pintu butik.Tadi Alvaro memang sempat meradang saat melihat foto Bianca yang kelewat mesra dengan Marcel, tapi setelah mendapatkan ketenangannya kembali, Alvaro sadar kalau sudah masuk ke dalam jebakan Bianca. Wanita itu dengan sengaja membuatnya cemburu agar kembali mengejarnya.Jadi, di sinilah dia sekarang. Duduk di dalam mobil dan mengawasi Bianca dari kejauhan. Jangan heran bagaimana Alvaro bisa tahu keberadaan Bianca, ini semua karena status wanita itu yang terang-terangan mengatakan akan mengunjungi Butik Glamor.“Tenang ,Al, tenang. Kamu pasti akan bisa menguasai keadaan,” gumam Alvaro yang terus menerus mengetuk setir mobil.Sepuluh menit kemudian, terlihat Bianca keluar dari butik dengan menggandeng lengan Marcel. Wanita itu tampak tertawa dengan lepas tanpa tekanan.Alvaro membuka pintu mobil ke