"Abi, aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," bisik Lidya pelan dengan memainkan jemarinya di dada bidang Abimanyu.
Lidya berjinjit dan ingin menyentuh bibir pria itu dengan bibirnya. Tapi tak ada reaksi apapun dari Abimanyu. Lagi-lagi pria itu begitu dingin. Seakan tak menyimpan perasaan apapun terhadapnya dan hal ini selalu membuat Lidya kesal."Kau tidurlah lebih dulu, badanku cape, aku mau berendam air hangat dulu sebentar." Abimanyu melonggarkan pelukan Lidya dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Lidya mendesis kesal karenanya. Ia tidak tahu harus dengan cara apa lagi merayu pria itu agar mau tidur dengannya. Ia memang menggunakan cara kotor untuk menipu Abimanyu agar mau menganggap kehadirannya.Ia pikir setelah berhasil membuat Abimanyu terikat padanya, ia dengan mudah bisa menaklukan pria ini.Tapi ternyata tidak semudah itu. Abimanyu tetap dingin dan mengabaikannya. Tidak pernah ada cinta untuk Lidya. Gadis itu bisa merasakannya.Dan mereka bersama karena terdorong rasa bersalah dari Abimanyu karena telah memanfaatkan dirinya waktu itu.Kalau begini caranya, percuma saja dia menyewa seorang gadis suci untuk menggantikan dia tidur bersama Abimanyu malam itu. Lidya melemparkan guling dengan kesal ke lantai.*Malam itu di Yogyakarta.Lidya menemani Abimanyu meeting dengan klien. Seperti biasa Lidya yang berprofesi sebagai sekretaris Abimanyu akan selalu ikut kemanapun Abimanyu melakukan perjalanan bisnis.Kala itu, Lidya yang putus asa karena selalu mendapat penolakan dari Abimanyu, mengatur sebuah siasat. Ia memasukan obat ke dalam minuman Abimanyu dan membiarkan pria itu menderita dengan hasratnya. Ia sendiri mencari seorang gadis yang mau menjual kesuciannya demi uang.Setelah sang gadis melayani Abimanyu, dia pun masuk ke dalam kamar hotel Abimanyu untuk menggantikan posisi gadis itu. Lidya menyamar menjadi seorang gadis yang kesuciannya telah direnggut paksa oleh Abimanyu.Itulah sebabnya mengapa Abimanyu menjadi begitu perhatian pada Lidya dan berjanji akan menikah dengannya suatu hari nanti.Lidya berharga suatu saat nanti, ia akan mampu membuat Abimanyu bertekuk lutut di hadapannya. Tapi kenyataannya Abimanyu masih tidak begitu peduli kepalanya. Dan bagai pungguk merindukan bulan, cinta Abimanyu masih terlalu tinggi untuk ia raih.**Pagi ini perasaan Anyelir menjadi tidak menentu. Melihat hubungan Abimanyu dan Lidya yang terlihat begitu dekat, ia merasa hanya menjadi duri dalam daging dalam hubungan mereka berdua.Bahkan semalam saja Abimanyu tidak pulang. Mungkinkah lelaki itu tidur bersama Lidya?Anyelir mengerjapkan matanya. Tak boleh memikirkan pria itu. Hubungan mereka hanya sebatas pernikahan di atas kertas. Tidak usah terlalu pakai perasaan."Dimakan nasi gorengnya, Nyonya." Mbok Siwi menghampiri Anyelir dan bersikap lebih perhatian padanya.Anyelir duduk di ujung meja makan. Hanya sendirian karena Abimanyu tidak ada dan sepertinya langsung berangkat ke kantornya.Pernikahan macam apa ini. Sepasang suami istri yang tidak tahu kabar masing-masing. Bahkan ia tidak tahu posisi suaminya sekarang berada. Sungguh lucu.Iya, Mbok," jawab Anyelir lirih seraya menyendok nasi goreng ke dalam mulutnya.Tapi perutnya berasa tidak enak dari tadi. Ia ingin muntah tapi berusaha ia tahan."Ueeekk!"Anyelir merasa tak tahan lagi, ia mual pusing. Apakah ia masuk angin?"Saya sudah selesai Mbok, saya mau ke toilet dulu." Anyelir akhirnya menyudahi sarapan paginya. Ia bergegas masuk kembali ke kamar tidurnya. Ia tak tahan merasakan mual di perutnya.Di kamar mandi ia tumpahkan semua isi perutnya keluar. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya sangat pusing.Padahal hari ini ia berencana untuk mencari pekerjaan. Ada sebuah lowongan pekerjaan di sebuah restoran kemarin. Basicnya yang seorang waitress memudahkan dia diterima bekerja di restoran tersebut, dan hari ini Anyelir akan melakukan wawancara di restoran itu."Kenapa tiba-tiba saja perutku tidak enak?" gumam Anyelir sembari keluar dari kamar mandi.Wajahnya memucat dengan tubuh yang tiba-tiba tak bertenaga. Anyelir memegangi perutnya yang melilit.Ia merebahkan dirinya ke atas kasur. Ia baru teringat kalau bulan ini ia belum mendapatkan tamu bulanan. Mengingat hal itu, hati Anyelir tiba-tiba diliputi kegusaran. Jangan-jangan...Anyelir melompat dari tidurnya. Ia harus memastikan hal ini. Gadis itu segera keluar menuju apotek terdekat.Haidnya sudah terlambat sepuluh hari dari jadwal biasanya. Ini aneh, karena tidak biasanya Anye terlambat bulan. Ditambah lagi dengan perutnya yang selalu mual di pagi hari menambah kecurigaan Anye kalau ada yang tidak beres dengan dirinya.Anyelir duduk di atas closet duduk setelah ia menggunakan alat pendeteksi kehamilan yang baru saja ia beli.Jantungnya berdegup kencang. Ia terus berdoa agar hal yang ia takutkan tidak terjadi. Semoga saja ini hanyalah masuk angin biasa.Tangan Anyelir bergetar saat hasil dari alat deteksi kehamilan mulai terbaca.Kedua mata Anyelir membulat saat melihat hasil tespek di tangannya. Garis merahnya ada dua, itu berarti dia positif hamil.Seketika dunia terasa gelap. Hubungan satu malam dengan pria itu telah membuahkan janin dalam rahimnya. Bagaimana dia menjelaskan pada ibunya dan juga Abimanyu?"Tidak, alat ini pasti salah." Anyelir menggelengkan kepalanya dengan tatapan nanar. Kedua matanya memerah. Anyelir menangis nelangsa karena tidak menyangka sama sekali kalau saat ini di perutnya sudah ada mahluk kecil hasil hubungan satu malamnya dengan pria asing di malam itu."Jangan sampai Abimanyu tahu tentang hal ini. Hidup harus tetap berlanjut dan aku harus berhasil membuat ayah memberikan sepuluh persen sahamnya untukku." Anyelir mengusap air mata dengan punggung tangannya.Ia harus tegar dan tak akan menyerah karena masalah ini. Anyelir pun menyimpan tespek itu ke dalam tas lusuh yang berisi barang-barang pribadi miliknya. Lalu menyimpannya dalam lemari baju bersama dengan baju-bajunya yang lain."Apa yang kau sembunyikan?" Sebuah suara tiba-tiba terdengar dingin membuat Anyelir terlonjak kaget.Ia menoleh ke belakang. Tampak sosok pria bertubuh tinggi menjulang berdiri di ambang pintu. Sedang memperhatikan dirinya dengan sorot mata tajam menusuk jantung. Sejak kapan Abimanyu ada di situ?Anyelir terkejut melihat kehadiran Abimanyu yang begitu tiba-tiba itu. Dengan cepat gadis itu menutup pintu lemari pakaian agar Abimanyu tidak melihat tas lusuhnya. "Kau baru pulang?" tanya Anyelir berbasa-basi. "Kelihatannya?" jawab Abimanyu dengan ketus. Wajah tampannya sungguh terlihat dingin dan membuat atmosfer di dalam ruangan itu membeku. Lelaki itu ngeloyor pergi melewati Anyelir yang berdiri terpaku. Tercium bau parfum wanita yang beraroma manis. Pasti bau parfumnya Lidya, batin Anyelir. Abimanyu membuka kemejanya karena merasa tubuhnya lengket. Semalam ia terlalu banyak minum hingga mabuk berat di apartemen Lidya. Dan sepertinya hari ini ia akan terlambat pergi ke kantor. Tak akan ada yang memarahi dia karena datang terlambat, sebab Abimanyu adalah CEO dari perusahaan milik keluarga Sudibyo. Terlihat punggung kekar Abimanyu yang begitu kokoh dan menggiurkan saat pria itu membuka kemejanya. Anyelir yang berada di belakang pria itu hanya bisa menelan salivanya karena me
Anyelir membuka pintu kamarnya dengan perlahan sembari membawa segelas teh hangat di atas nampan. Namun pemandangan di dalam kamar membuat Anyelir terlonjak kaget. Abimanyu duduk di atas sofa dengan wajah diliputi kemarahan. Jantung Anyelir seakan berhenti berdetak melihat wajah Abimanyu yang tampak dingin. Seketika atmosfer yang menyelimuti kamar itu terasa mencekam seperti di dalam neraka. Kedua mata Anyelir membulat melihat benda yang berada di tangan Abimanyu. Dengan cepat Anyelir menaruh nampan di atas meja di depan Abimanyu. "Jangan sembarangan menyentuh barang orang lain!" Anyelir memburu Abimanyu untuk merebut benda di tangan lelaki itu."Kau bilang orang lain? Kau sudah lupa kalau kita sudah menikah kemarin? Cih, tidak kusangka kau berani menipuku seberani ini, siapa ayah dari bayi yang kau kandung itu?!"Abimanyu melemparkan tespek kehamilan Anyelir ke depan muka gadis itu."Bukan urusanmu." Anyelir menjawab dengan ketus. Ia memungut tespek miliknya yang jatuh di lantai.
Anyelir menyimpan kembali tas lusuhnya ke dalam lemari. Lalu ia menoleh ke arah pintu yang terus diketuk dari luar. "Masuk!" Pintu terbuka, kepala Mbok Siwi nongol dan terlihat begitu khawatir. "Nyonya, saya lihat kau sedang kurang sehat? Apa mau saya antar berobat?"Anyelir mengerjapkan matanya. Terharu dengan sikap perhatian yang ditunjukkan Mbok Siwi. Wanita paruh baya itu menghampiri Anyelir yang kini duduk di tepi pembaringan. Rasa mual di perutnya sudah tidak sehebat tadi. Hanya saja, ia masih shock karena Abimanyu mengetahui kehamilannya. Anyelir memijit pelipisnya yang berdenyut sakit. Kepalanya sekarang yang pusing. "Tidak usah Mbok, sepertinya aku hanya masuk angin." Anyelir beralasan. "Kalau begitu, Mbok bikinkan teh jahe untuk menghangatkan perutmu." Mbok Siwi membalikkan tubuhnya ke belakang. "Tidak usah, Mbok. Aku sudah bikin teh hangat tadi. Aku rasa itu saja sudah cukup." Anyelir melirik ke arah segelas teh yang masih utuh yang sejatinya teh itu sengaja ia buat
Anyelir menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Abimanyu sedang berdiri di depan ruang kerjanya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Anyelir terpaku. Ia kira lelaki itu telah berangkat ke kantor. Rupanya ia memutuskan bekerja dari rumah. Anyelir menelan salivanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika ia mengatakan akan bekerja, apakah Abimanyu akan marah padanya? "Jawab aku, kau mau kemana?" tanya Abimanyu dengan wajah dingin. "Apa kau mau menemui kekasihmu?" tanyanya lagi dengan tatapan penuh selidik melihat penampilan Anyelir yang begitu rapih. "Tidak... A—aku hanya ingin pergi ke rumah Ibu," jawab Anyelir asal. Abimanyu sepertinya tidak percaya begitu saja. Ia menghampiri Anyelir dan menelisik gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Secantik apapun kau berdandan, tetap saja kau tidak akan berhasil menarik perhatianku." Abimanyu berdecak dengan senyum yang penuh dengan ejekan. Hati Anyelir langsung panas mendengarnya. Ia tidak menyangka bisa menikah dengan
"Dasar wanita murahan!" bentak Abimanyu membuat Anyelir terkejut dan berdiri terpaku di dekat lemari baju.Wanita yang baru selesai mandi itu tertegun melihat Abimanyu yang tiba-tiba saja marah dengan kedua mata yang memerah. Abimanyu berjalan menghampiri Anyelir. Langkah berat dengan wajah dingin yang membuat Anyelir membeku dengan sejuta tanya. Kesalahan apalagi yang ia perbuat hari ini? Anyelir berusaha menahan gemuruh dalam hatinya. Perempuan murahan memang pantas ia sandang. Ia tak akan menyangkal akan hal itu. Tapi apakah harus, Abimanyu memanggilnya dengan sebutan itu secara terus menerus? Ia juga punya perasaan yang seharusnya Abimanyu bisa jaga. Cukup untuk tidak saling mengusik hidup masing-masing apakah sesulit itu bagi Abimanyu? "Siapa lelaki itu?" Abimanyu bertanya dengan wajah dinginnya. Aura mencekam langsung terasa saat Abimanyu hadir memasuki kamar. Semakin dekat lelaki itu ke arah Anyelir berdiri semakin Anyelir merasa tubuhnya bergetar takut. Raut wajah yang d
Hari itu sebelum bekerja, Anyelir pergi mengunjungi ayahnya. Hari masih sangat pagi dan waktu itu Tuan Hadi Wijaya baru saja selesai sarapan pagi. Istri dari Tuan Hadi, Nyonya Erika menyambut kedatangan Anyelir dengan ketua. "Ada apa kau kemari?" tanyanya sedikit kesal karena merasa terganggu dengan kehadiran Anyelir. Anak tirinya yang sangat ia benci dari dulu. Anyelir masih berdiri di depan pintu karena Nyonya Erika masih mencegahnya untuk masuk. Ia mendengar dari ibunya kalau Nyonya Erika dulu adalah sahabat ibunya, yang justru malah merebut Tuan Hadi dari ibunya. Menjadikan dirinya dan Nyonya Hera terlunta-lunta karena sengaja di buang ke Yogyakarta. Mengingat hal itu, wajah Anyelir pun menjadi suram. Ia marah dan benci pada wanita yang kini berada tepat di hadapannya itu. "Sudahlah Ma, biarkan Anyelir masuk." Tuan Hadi Wijaya yang baru saja selesai sarapan keluar dari dalam dan menyuruh Nyonya Erika membiarkan Anyelir masuk. Nyonya Erika masih terlihat tidak rela membiarka
"Abimanyu...?" Anyelir menghentikan langkahnya sejenak sebelum mengumpulkan keberaniannya untuk menghampiri Abimanyu yang datang bersama Lidya, kekasihnya. "Selamat siang, mau pesan apa Tuan? Silakan dilihat dulu buku menunya." Anyelir memberi salam dan melayani layaknya tamu biasa lainnya. Abimanyu yang merasa familiar dengan suara Anyelir, mendongak dan melihat wajah gadis yang berdiri di depannya itu. "Anyelir...." lirihnya dengan tatapan tak percaya melihat Anyelir berada di restoran ini. Berdiri dengan pakaian pelayan dan melayani dia hari ini. "Sedang apa kamu di sini?" serangnya kesal."Kau tidak lihat kalau aku sedang bekerja?" Anyelir masih menampakkan senyumnya karena ia tidak boleh terlihat bersikap ketus pada pelanggan. Abimanyu makin kesal mendapatkan sikap seperti itu dari Anyelir. Ia menganggap Anyelir tidak menghargainya sama sekali. Pria itu melihat pakaian yang dikenakan oleh Anyelir saat ini. Rok dengan panjang di atas lutut menampilkan kakinya yang jenjang, h
Lidya menajamkan lagi penglihatannya untuk memastikan gadis itu bukanlah Anyelir. Tapi semakin dilihat semakin banyak kesamaan yang dimiliki Anyelir dengan gadis di malam itu. "Ada apa?" Tangan Abimanyu yang merayap memegang tangannya membuat Lidya tersadar dan segera mengalihkan pandangannya dari Anyelir. Ia menatap Abimanyu yang juga tengah menatapnya dengan sorot mata dalam. "Ti—tidak apa-apa." Suara Lidya terdengar sedikit gugup. Senyum simpul ia sematkan di bibirnya untuk menutupi rasa gugupnya di hadapan Abimanyu. Pria pemilik senyum yang mampu membuat kaum hawa tergila-gila padanya itu mengusap jemari Lidya dengan lembut. Seakan mengerti dengan keresahan yang gadis itu rasakan sekarang. Ia mengira Lidya sedang cemburu pada Anyelir karena ia tadi memarahi gadis hanya karena pakaiannya yang terlalu seksi. Padahal itu pakaian seragam yang sejatinya tak bisa Anyelir tolak untuk memakainya. Abimanyu merasa kalau dirinya telah bertindak sangat bodoh tadi. "Kau tenang saja, aku