Share

Perasaan Yang Baru Disadari

"Lo apa-apaan sih?!" Axel menghempaskan tubuh Sherly untuk menjauh. Tadi mereka sedang cekcok karena lagi-lagi Sherly tidak terima diputuskan Axel begitu saja. Masih dalam obrolan tiba-tiba saja Sherly memajukan wajahnya. Beruntung Axel mengeles, sehingga bibirnya tidak bertemu dengan birai berlipstik nude tersebut.

"Kita udah putus,ya!" tekan Axel menunjuk Sherly lalu pergi.

Sampai siang hari Axel tak pernah lagi menemui Agni di kampus. Biasanya semarah apapun mereka. Axel dan Agni tak akan pernah berpisah begitu lama.

"Eh, Ta... Lo lihat Agni gak?!" tanya, Axel pada Metta, teman satu jurusan Agni

"Agni.., kayaknya dari pagi gak masuk kelas deh," ujar Metta mengingat-ingat

"Apa, Agni gak masuk kelas?" gumam, Axel. Bukan tadi Agni jutek padanya beralasan ada kelas?

"Egh, kalau gitu makasih,ya, Ta" Axel segera berniat pulang. Ia ingin menanyakan perubahan Agni.

Axel sampai di rumah Agni. Ia menghentikan laju motor di pelataran rumah sahabatnya itu

Sampai disana tak ia dapati Agni dimana pun. Axel sudah berusaha mencari disemua ruangan. Bahkan dengan lancang ia membuka kamar Agni.

"Agni!" matanya terbelalak, meski masih diambang pintu. Ia berjalan masuk lebih dalam. Tak ada foto-foto mendiang ayah dan ibunya yang biasa Agni pajang di atas nakasnya. Perlahan langkah Axel semakin tergesa.

"Agni!" desis Axel hambar. Ia memindai ranjang Agni yang rapi. Perasaannya begitu kuat untuk membuka lemari Agni. Karena ia berfikir suatu hal.

"Enggak... Enggak mungkin Agni pergi,kan?!" ia terkekeh tak percaya. Tapi firasatnya mengatakan itu semua. Pada akhirnya Axel memutuskan membuka pintu lemari yang kebetulan tidak terkunci.

"Hah!" Ia menghembuskan nafas berat seraya menejamkan matanya. Agni betul-betul pergi darinya. Dari hidupnya. 'Agni, lo kemana?!'

***

Axel berjalan gontai ke ruang makan. Rasanya dunianya jadi jungkir balik tanpa Agni disisinya. Kembali ia mengenang semua ucapannya ke Arkan yang sengaja ia kencangkan demi menyakiti hati Agni. Dan sekarang Axel sudah berhasil. Agni sakit hati lalu memilih pergi tanpa memberi tahunya. Perasaan Axel begitu perih hingga membuat matanya berkabut kesedihan. Tetapi Axel menyadari di depannya ada sebuah surat. Surat yang sepertinya di tujukan untuknya. Ia menenggakkan dirinya. Meraih surat yang bertuliskan namanya di depan amplop. Axel membuka surat tersebut,

Teruntuk sahabatku, Axel

Maaf, karena aku tak memberitahumu atas kepergianku. Lagipula ku fikir apa itu penting bagimu. Apa kamu masih mau peduli padaku. Aku menimbang, lalu aku putus,'kan tetap meninggalkan surat ini. Gimanapun kamu adalah satu-satunya orang yang dekat denganku. Aku mau katakan kalau aku harus kembali ke kampung segera. Dan mungkin aku tak akan pernah lagi kembali.

Salam

Agni

Axel meremas surat itu. Hah, semudah itu Agni mengatakan perpisahan. Apalagi ia bilang dalam suratnya kalau ini untuk selamanya. Tangis Axel berurai dengan bahu yang bergetar

"Ni.., gue peduli sama lo, gue sayang sama lo!" cicitnya, sangat menyesal.

---

Satu jam sebelumnya...

Agni sampai di rumah. Ia menatap rumah dengan pandangan nanar. Agni kembali menyentuh dadanya. Ia harus berusaha mengeluarkan Axel dari hatinya jika tidak mau terus digerogoti perasaan sakit ini. Sepertinya doanya di ijabah Tuhan. Damar, Omnya menelpon Agni disaat yang tepat.

"Halo, Om," sapa Agni setelah menerima panggilan.

"Agni.., kamu kapan bisa pulang. Ada sesuatu yang ingin Om sampaikan sama kamu," ucap beliau sumbringah. Lelaki itu juga mengatakan kalau ia rindu Agni, ponakannya. Tanpa fikir panjang. Agni menyanggupi pulang kampung siang ini juga. Sebelum Axel mencarinya. Meski Agni ragu apa Axel-yang sedang bermesraan dengan Sherly peduli padanya.

Luapan emosinya membuat Agni memutuskan lenyap dari kehidupan Axel selamanya.

Tak lupa gadis itu meninggalkan secarik surat. Surat yang ia buat dengan deraian airmata. Axel hadir disepertiga hidupnya. Dan melepaskan lelaki itu sama saja ia menyakiti hatinya.

Tetapi inilah keputusan yang Agni buat, ketika segala rasanya tak mampu ia bendung, disaat rasa itu tak berbalas dengan manis dan justru menancap ke hatinya bagaikan pisau berkarat. Yang bisa ia lakukan adalah merangkul, mengambil serpihan kecewa itu untuk ia bawa pergi bersama raganya. Tak perlu lagi kompromi, karena Agni menyadari cinta tak harus memiliki. Membiarkan orang ia cintai hidup bahagia bersama yang lain pun bisa disebut cinta. Cinta tanpa pamrih.

Agni membawa sebagian bajunya melangkah ke stasiun kereta. Rumah yang dulu ia tinggalkan ia titipkan kepada tetangga untuk di kontrakkan. Agni sama sekali tak mengatakan kemana ia ingin pergi. Lewat ponselnya, Agni juga meminta pindah kuliah. Ia nampaknya begitu yakin untuk menghilang dari Axel.

***

Di dalam gerbong kereta yang ramai, Agni hanya memandangi jalanan dengan tatapan kehampaan. Seakan ia tak terpengaruh dengan keriuhan para penjaja jualan serta penumpang lainnya yang saling serobot untuk masuk. Yah, Agni tidak peduli. Fokusnya kembali pada kenangan-kenangan bersama Axel. Ia merasa sebatang kara di tengah kerumunan orang, sebab orang yang ada di dalam hatinya, satu-satunya penguasa kalbunya sudah hilang darinya. Seharusnya Agni tahu konsukuensi ketika ia mengatakan mau melupakan Axel. Yaitu kemungkinan besar ia gagal melenyapkan bayang Axel darinya

Suara kereta terdengar, membawa Agni semakin jauh dengan tanah yang dipijaki Axel. Itu artinya jarak mereka semakin melebar. Perasaannya semakin gelisah seakan tidak terima berjauhan dengan Axel

'Haah...! Fikir apa sih, Ni. Inikan mau lo' ucapnya bermonolog

***

Axel mengangkat kepalanya yang sempat ia rebahkan di atas meja. Meski tak tahu jelas alasan Agni pergi, tapi Axel tak ingin menyerah. Ia berfikir untuk mencari Agni.

"Yah, Agni gak boleh pergi gitu ajah. Gue belom bilang sama dia kalau gue sebenernya sayang sama dia dan gak marah sama dia" tekad Axel.

Tak ada jarak yang terlalu jauh, dan tak ada waktu yang terbuang percuma demi mencari gadis yang menawan hatinya selama ini. Axel merasa bodoh karena baru menyadari hal tersebut. Tetapi ia tak ingin terus-terusan meruntuki sikapnya. Ia ingin segera memberi tahu perasaannya pada gadis itu. Tak peduli Agni akan menolak atau malah mencemoohnya. Axel cuma mau mengkonfirmasi jika getaran ini adalah cinta untuk Agni.

Kedua orang tersebut berjuang dengan caranya. Yang satu memperjuangkan rasa. Dan yang satu lagi berjuang untuk lupa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status