[VIRAL: Seorang Aktris Pendatang Baru Terlibat Skandal, Menjadi Selingkuhan dari Seorang Pria yang Telah Memiliki Tiga Istri!]
Wushh!
Kabar itu menyebar secepat angin. Hampir semua penduduk di negeri ini nampaknya sudah tahu perihal gosip panas yang beredar. Ya, bagaimana tidak gempar jika subjek dari gosip ini adalah Cassandra Calista, si aktris pendatang baru yang langsung melejit berkat bakat akting dan citra baik yang selalu ditunjukannya.
Hujatan demi hujatan terus dipanen Cassandra di akun media sosialnya. Hanya sedikit yang masih denial, namun lebih banyak yang langsung percaya karena berita itu juga menyertakan beberapa bukti berupa foto Cassandra yang tengah tertidur lelap di kamar hotel kemarin.
“One more, please,” pinta Cassandra lemah sambil menyerahkan gelas seloki kosong ke hadapan bartender.
“Sepertinya sudah cukup Nona, Anda terlalu banyak minum,” ucap Lili khawatir. Tak terbilang sudah berapa gelas minuman yang Cassandra minum malam ini. Lili sepenuhnya tahu bahwa pikiran bosnya itu tengah kacau, tapi tidak perlu merusak dan menyakiti diri sendiri seperti ini.
“Kau terlalu cerewet, Lili. Tak bisakah kau membiarkanku untuk kabur sejenak dari permasalahanku ini?” ucapnya pelan, kata-kata Cassandra seakan redam oleh suara musik yang menggema dan memekakan telinga, “Hei kau, apa kau tidak dengar? Beri aku segelas lagi, aku ingin kabur sejenak dari hidupku yang menyebalkan.”
Bartender itu tak bisa berbuat banyak, dia pun menuangkan kembali sebotol tequila ke dalam seloki kosong milik Cassandra.
Semua permasalahan ini begitu mengguncang Cassandra. Tak ada yang mau percaya bahkan setelah Cassandra mencoba membela diri. Semua tawaran pekerjaan langsung dibatalkan secara sepihak, hal itu membuat Cassandra pusing setengah mati.
Karirnya, mimpinya, terancam.
Cassandra meneguk minuman itu dalam satu kali tegukan, one shoot istilah kerennya.
Sampai ia pikir sudah cukup pusing, Cassandra langsung berdiri dan tiba-tiba menari heboh di lantai dansa. Cassandra terus menari, tak peduli tatapan mata orang-orang yang cepat sekali berubah, dari yang dulunya tatapan penuh kagum dan pendambaan menjadi tatapan jijik sejijik-jijiknya. Tapi Cassandra tak peduli, yang ia tahu bahwa dia hanya ingin lari sejenak dari kehidupan dan segala problematikannya yang memuakan.
Musik terus berdentum dengan keras, membuat Cassandra semakin terhipnotis untuk menggerakan tubuh cantiknya sesuai irama. Sampai tiba-tiba, di tengah-tengah gegap gempita pesta, musik tiba-tiba berhenti, membuat Cassandra yang tak terima langsung berteriak.
“Hei kenapa berhanti hah? Kau tak tahu aku masih perlu suara itu untuk menghentikan suara berisik di kepalaku?”ucapnya dengan jalan sempoyongan, tak ada gempa di bumi saat ini, namun Cassandra seakan tak bisa lagi menyeimbangkan dirinya sendiri, “Payah! Dasar payah! Ayo mainkan lagi musiknya, aku masih ingin menari dan menikmati semua ini sampai pagi!”
Cassandra terus meracau, sampai tak menyadari bahwa kerumunan orang-orang mulai terbelah, membuat gadis yang tengah mabuk itu seakan-akan berada di pusat lantai dansa.
“Cepatlah mainkan lagi musiknya, bodoh!”
Cassandra terus meracau, kali ini beragam sumpah serapah ke luar dari bibir mungilnya. Cassandra terus mengumpat, tanpa sadar bahwa sedari tadi ada seseorang yang terus memandangnya dengan tatapan kecewa.
Orang itu berdiri di sana, jubah putih dan kain sorban yang melilit di kepala nampak sangat kontras dengan pakaian para pengunjung club malam itu.
“Mainkan lagi musiknya atau kau akan-“
“Nayla Zahrana Putri!”
Demi mendengar nama itu, Cassandra langsung mengedarkan pandangan, berusaha mencari tahu siapa orang yang dengan lancang menyebut nama aslinya itu.
“Nayla Zahrana Putri!” suara itu terdengar lagi dengan nada suara penuh kemarahan dan kekecewaan. Cassandra akhirnya menoleh, dan menemukan seseorang yang berdiri di sana sambil menatapnya kecewa.
Menyadari siapa yang datang, Cassandra seketika membulatkan mata, efek tequilla yang diteguknya barusan, seakan hilang tak tersisa.
“Ab-Abah?”
“Ikut Abah pulang!” intruksi itu begitu menuntut tanpa menerima penolakan.
“Tap-Tapi Bah?”
“Se-ka-rang!”
Seperti hari penghakiman, Cassandra duduk gelisah di tempatnya. Dia tak henti-hentinya meremat jemarinya pertanda bahwa semua yang terjadi merupakan realisasi dari mimpi buruk yang tak pernah sekalipun dia harapkan akan terjadi, setidaknya secepat ini.“Ayolah Om, sama aku aja Om, dijamin puas,” suara manja dari televisi berukuran 100 inch di depannya, membuat Cassandra kembali meringis. Suara itu berasal dari cuplikan film yang dibintanginya selama berkarir sebagai selebritis di ibu kota. Dia tak pernah menyangka jika ‘kenekatannya’ mengambil peran berani, membuatnya dalam masalah besar hari ini.“Mau jadi seksi dan langsing kayak aku? Minum jamu ini, dijamin badan langsung singset, dan jadi rebutan para lelaki,” seolah tak cukup, televisi itu juga menampilkan potongan iklan yang Cassandra bintangi. Di sana terlihat Cassandra yang memakai pakaian minim, memamerkan lekuk tubuhnya yang sempurna dan selalu dipuji, sambil berlenggak-lenggok mengiklankan sebuah produk jamu pelangsing yang
Byurr!Tampa aba-aba, seember air dingin disiram ke wajah dan tubuh Nayla, membuat gadis itu terlonjak kaget dari tidurnya. Mata pandanya menandakan bahwa semalam dia tak bisa tidur sama sekali, dan hanya menghabiskan waktu untuk marah-marah dan tak terima dengan keputusan kakeknya.Semalam, sekitar pukul satu dini hari, abah membawa Nayla masuk ke sebuah kamar asing dengan lemari kayu kecil dan ranjang bertingkat. Demi mencegah cucunya kabur, abah memutuskan untuk mengurung dan mengunci Nayla di kamar yang biasa para santriwati tempati untuk beristirahat.“Bangun!” bentak orang itu lagi sambil menarik kain satin yang dikenakan Nayla dan memaksanya untuk berdiri.Nayla yang masih belum sadar betul, tak bisa berbuat banyak. Walaupun dalam hati, ia tengah mengumpulkan niat untuk bisa menghajar orang itu dengan benda apapun yang bisa ia jangkau.Hal pertama yang dilihatnya ada seorang perempuan seumurannya, dengan wajah sinis, mata melotot, bibir manyun, dan warna kulit sawo matang, teng
“Nih!”“Maksud lo apa?!” Lagi dan lagi, Nayla tak mampu membendung emosinya, ketika melihat sebuah benda kecil dan mungil di tangannya.“Gunakan ini untuk melaksanakan hukumanmu!” Laila menampilkan ekspresi penuh kemenangan. Ia senang ketika melihat Nayla berada dalam fase ‘frustasi tingkat tinggi’. Bukannya tega, hanya saja Laila sangat benci ketika harus berurusan dengan orang yang melanggar peraturan, apalagi dalam kasus ini, baru kali ini ada santri yang memberontak dan berani melawannya. Semakin membara-lah niat Laila untuk memberi santri kurang ajar ini pelajaran berharga yang tak akan pernah dilupakannya.“Lo gila!” sumpah serapah itu sudah puluhan kali diucapkan Nayla sepagi ini. Menjadi rekor baru sebagai, jumlah umpatan terbanyak yang diucapkannya hanya dalam jangka waktu satu jam saja.“Masa gue harus bersihin rumput di lapangan ini cuman pakai gunting kuku!”Ya, benda kecil nan imut yang diberikan Laila adalah sebuah gunting kuku. Laila memberikan benda itu sebagai hukuman
“Toiletnya pasti terlewat.”Laila berjalan ke arah pojok kamar mandi, memeriksa toilet jongkok berwarna hijau di sana.“Loh? Kok-““Udah bersih kan?,” Nayla berdiri di ambang pintu kamar mandi, dengan suara lembut dan senyum manis yang senantiasa terpatri sejak tadi.Melihat senyum yang tak biasanya terbit di bibir Nayla, membuat Laila merinding sendiri.Ada apa dengan gadis itu? Tak biasanya mulutnya berkata selembut kain sarung putra yang baru dicuci? Biasanya hanya dua kata yang keluar dari bibirnya, umpatan dan sumpah serapah.“Ah, kamu pasti lupa menguras tempat air-“ Laila tertegun ketika ia membuka tutup penampungan air, dan hanya satu kata yang dapat mewakilinya, bersih, tempat itu benar-benar bersih, sampai-sampai tak ada satupun lumut dan jentik nyamuk yang biasanya bersarang di sana.“Udah gue bersihin, bahkan sudah kugosok pinggirannya, plus keran-kerannya sekalian,&rdq
“Matanya coklat indah, bak permata yang berkilau ditimpa sinar mentari,” mata Nayla menatap ke atas, mencoba mendeskripsikan kembali ‘surga dunia’ yang kemarin dilihatnya.“Gurat wajahnya sempurna. Dengan rahang tegas, alis tebal, bulu mata lentik, dan mata yang menenggelamkan dalam pesonanya,” rupa-rupanya puisi dadakan itu masih belum tamat.“Tubuhnya tinggi, bahunya lebar, sangat pas buat dijadiin sandaran hidup gue.”“Hemm,” hanya deheman itu yang mampu Nisa ucapkan. Pasalnya, doia tak tahu harus merespon dengan cara apalagi. Sejak pagi tadi, ah tidak, pukul tiga tadi, Nayla membangunkannya dengan alasan ‘Pengen curhat soal masalah penting’. Nisa mana tahu kalau ‘Masalah penting’ yang dimaksud gadis itu adalah memuji seseorang dengan puisi dadakan yang terdengar alay.“Punggungnya tegap, sangat cocok dijadiin tulang punggung buat gue dan anak-anak gue kelak.”HuhNisa menghembuskan napas lelah, ia sudah tak tahan lagi. Ia sudah muak. Sepertinya sahabatnya itu terlalu berlebihan da
“Perjanjian Hudaibiyah. Seharusnya itu jawabannya,” Nisa menghela napas, tak tahu harus berbicara apa pada sahabatnya yang kini terus berjalan terpincang-pincang sambil terus menggosok-gosok dahinya yang sakit.Sebenarnya Nisa pun merasa kasihan, tak tega dia melihat Nayla yang dihukum berjalan jongkok mengelilingi lapangan sebanyak 3 putaran di tengah terik panas matahari siang tadi. Tapi, apa mau dikata, salahnya juga menjawab asal-asalan pertanyaan Bu Diah dan bermain-main dengan guru yang menduduki peringkat kedua teratas sebagai orang yang harus diwaspadai di pesantren Nurul Huda.“Mana gue tahu, soalnya aja gue gak ngerti,” Nayla cemberut. Dia sudah muak dengan semua kesialan yang terus mendatangi hidupnya akhir-akhir ini. Mulai dari skandal yang menjatuhkan karirnya sampai hancur tak bersisa, kemarahan Abah, sampai akhirnya dia terjebak di sebuah tempat antah berantah yang sangat ia benci ini.“Seharusnya Nona tahu, lagipula, siapa juga yang menjawab soal sejarah islam dengan j
“Kenapa bisa gini?” Nisa mengusapkan lagi kapas yang telah diberi obat merah ke lutut Nayla yang terluka.“Gue gagal masuk ke area itu,” jawabnya sambil meringis merasakan perih dan sakit di lututnya yang berdarah ketika obat itu bereaksi. “Area itu dijaga, malahan gue yang dimarahi.”Nisa menghela napas lelah. Se-tergila-gila itu kah sahabatnya sampai nekat melakukan segala cara untuk bisa mengejar lelaki itu? Tak tahukah Nayla bahwa obsesinya ini mungkin akan membuatnya berada dalam zona ‘bahaya’? Yang terpenting, tak sadarkah Nayla bahwa saat ini ia mengejar-ngejar manusia yang sebenarnya tak pantas mendapatkan cintanya? Manusia itu memiliki hati yang terlalu keras untuk bisa dipecahkan Nayla begitu saja. Dan gadis itu malah seakan memberi kesempatan, menyerahkan diri sendiri untuk dapat dihancurkan oleh lelaki itu.“Itu pondok khusus laki-laki, tentu saja dijaga. Mustahil santri lain, apalagi perempuan bisa masuk ke sana.”Nisa tak paham jalan pikiran Nayla. Sejauh ini, 20 tahun
Pagi ini, sekitar lima belas menit lagi menuju adzan pertama sholat subuh, Laila sudah berjalan dengan gagahnya menelusuri setiap jengkal pondok putri. Seperti tugasnya setiap hari, Laila akan melaksanakan pemeriksaan intensif dan berkala di seluruh area demi memastikan tidak ada santri lain sejenis Nayla yang bersembunyi dan bolos sholat subuh berjamaah. Tuk Tuk Tuk Ketukan sepatu boots berwarna coklat kebanggannya, nampak berbunyi setiap kali ia melangkah, seakan memberi peringatan bagi para santri yang berniat bolos, untuk jangan macam-macam dengan Laila. “Sepertinya sudah aman, lorong-lorong tempat persembunyian mereka pun kosong,” gumamnya pelan setelah meninjau area yang biasa digunakan para santri untuk bersembunyi. Merasa udara semakin dingin, Laila membenarkan posisi jasnya, sebuah jas dengan warna hijau neon yang mencolok, yang menjadi ciri khas dari si penanggung jawab keamanan pondok putri itu. Laila dikenal memiliki gaya berpakaian yang unik, dia lebih senang memadu