Berbagai hidangan lezat telah tersaji di meja. Bi Mirna sengaja memasak makanan spesial untuk mereka. Alina dan kedua anaknya yang melihat meja makan hampir penuh dengan makanan menjadi bingung.“Ayo, Bu silakan,” ucap Bi Mirna dengan wajah berseri. Semenjak kedatangan Alina dan kedua anaknya, senyum wanita itu kembali. Bahkan, Bi Mirna tak sabar ingin memberikan pelayanan terbaik untuk mereka. “Zyan sama Zea harus makan yang banyak, biar tambah gede.”“Terima kasih, Bi,” jawab Alina sambil menggeser kursi, kemudian duduk di sana. “Nanti enggak perlu menghidangkan makanan sebanyak ini. Mubazir jika enggak habis.”“Ini perintah Bapak, Bu, agar Ibu dan anak-anak makan enak.”Alina hanya tersenyum. Pandu pasti mengira kalau selama ini mereka tak bisa makan enak. Padahal, Zyan sering membelikan mereka makanan lezat setiap kali gajian, walaupun tidak banyak ragamnya.***Pandu masuk ke kamar Rosa yang tak terkunci. Matahari mulai meninggi, tetapi wanita itu belum juga bangun. Pria itu meng
Keseriusan Fusena patut diacungi jempol. Tanpa ragu, ia menemui Zyan guna membicarakan maksud kedekatannya dengan Alina. Pria itu sangat menghargai Zyan. Meskipun masih muda, tetapi posisinya tak bisa dipandang sebelah mata, karena Zyan adalah wali nasab yang memiliki hubungan darah dengan Alina. “Mama sudah banyak mengeluarkan air mata, Om. Saya enggak mau Mama kembali menangisi kehidupan yang seharusnya membuat ia bahagia.”Fusena mengangguk. Putra Pandu ini sangat dewasa dalam bersikap dan mengerti keadaan yang dialami orang tua mereka. “Kamu bisa pegang kata-kata saya. Saya bukan mencari istri untuk sesaat, tetapi sampai menua.”Zyan menyelami kesungguhan Fusena untuk meminang mamanya. Ia bisa melihat pria ini serius dan akan memperlakukan Alina dengan baik. Zyan pun tak akan membelenggu Alina untuk hidup tanpa suami. Wanita itu masih muda dan ia punya kesempatan bahagia, meski bukan dengan Pandu. “Sebagai seorang anak, saya akan mengikuti keinginan Mama, jika itu yang terbaik un
“Dengar-dengar, usaha Bu Rosa makin maju, ya?” tanya Ratu, istri Bram, salah seorang pengusaha yang hadir.“Alhamdulillah, Bu. Allah sangat baik pada saya, hingga memudahkan seluruh langkah saya,” jawab Rosa sambil melirik Pandu yang duduk di sampingnya.“Apa ada produk baru lagi yang akan di produksi?” tanya salah satu sosialita bermata sipit.“Insyaallah, sekarang saya sedang memproduksi gamis syar’i dengan warna lembut dan enak dipandang. Sasaran pasarnya adalah anak muda, agar mereka mulai tampil syari dari sekarang tanpa ketinggalan mode.”“Wah, Bu Rosa sangat hebat,” puji Astuti.Pujian dan ucapan selamat bertebaran untuk Rosa, kecuali Regina yang hanya diam. Bahkan, ia tak tertarik bicara dengan wanita itu.“Pak Fusena belum datang?” tanya Bagas mengambil alih pembicaraan.“Mungkin beliau ragu, karena belum punya istri,” ucap Bram.Regina yang melihat peluang untuk mengingatkan Pandu segera angkat bicara. “Pak Fusena itu seorang yang cerdas dan berwibawa. Banyak wanita yang me
Senyum dan keramahan yang ditampilkan Alina membuat hati Pandu ketar-ketir. Bukannya ia tak senang dengan kedatangan wanita itu, tetapi ada pria lain yang membawa Alina ke ruangan ini. Pandu terlalu percaya diri. Dulu ia beranggapan bahwa kesendirian Alina selama ini karena cinta wanita itu terlalu besar padanya. Namun, ternyata salah.Alina mengikuti langkah Fusena dan menangkupkan kedua tangan di dada, ketika berkenalan dengan rekan-rekan Fusena. Sesaat, sorot mata Alina dan Pandu bertemu. Namun, wanita itu segera mengalihkan pandangan. Ia terlihat santai dan mampu mengatasi gejolak di hati. Alina sudah memprediksi dan mempersiapkan kejadian ini dari awal. Namun, tidak dengan Pandu. Ia terlihat syok, mukanya mendadak pias. Berkali-kali ia meraup udara, agar bisa menahan rasa yang membuatnya menjadi lemah.Rosa hanya terdiam. Pandangan Rosa beralih pada Pandu yang dari tadi tak putus menatap Alina. Rosa cemburu, karena di saat bersamanya, pria itu menatap Alina tak berkedip. Sorot m
Sepanjang jalan, Pandu tak bersuara. Beberapa kali Rosa mengajaknya bicara, tetapi pria itu tak menanggapi. Meskipun Rosa sudah berulang kali diabaikan, tetapi ia tahu bahwa sikap Pandu kali ini karena pengaruh wanita masa lalunya.“Ternyata semua yang kamu berikan pada Alina, ia gunakan untuk berkencan dengan pria lain.” Ucapan Rosa mampu membuat Pandu terusik. “Aku pikir, ia adalah wanita terhormat yang selalu menjaga harga dirinya untuk enggak berkhalwat dengan pria yang enggak halal dengannya. Ternyata, ia enggak sebaik yang kamu ucapkan.”“Alina enggak berduaan dengan Fusena, tetapi menghadiri jamuan makan malam dengan banyak orang. Kan, kamu juga ada di sana.”Rosa tersenyum sinis. “Selama jamuan makan malam, mereka memang enggak berdua. Lalu, bagaimana dengan perjalanannya dari rumah ke sini? Kemudian kembali lagi ke rumah. Bisa saja, kan, mereka singgah ke mana atau melakukan sesuatu di dalam mobil.”Pandu tersulut, lalu menginjak rem kasar hingga decit ban terdengar beradu as
Pandu duduk termenung di sudut masjid. Tetes demi tetes air matanya jatuh. Sejak pertemuan dengan Alina, pria itu merasa patah hati. Ternyata ia tak bisa kehilangan Alina untuk kedua kalinya. Doa yang ia lantunkan setiap malam pada Sang Khalik membuatnya takut. Pandu takut Allah tak meridai, karena wanita itu terlalu baik untuk dirinya yang berlumur dosa. Inikah hukuman yang harus ia bayar? Kehilangan Alina lebih menyakitkan, daripada kehilangan seluruh harta yang telah ia kumpulkan. “Saya mencintainya, Ustaz, tetapi langkah saya terbatas untuk memilikinya,” lirih Pandu. Ustaz Ahmad yang baru saja bergabung menatap pria yang tertunduk itu lekat. “Cinta itu fitrah. bersama cinta, akan ada keindahan, kedamaian, dan pengabdian. Pada saat seseorang mengetuk hatimu, biarkan akal yang membukanya. Jangan biarkan hati yang membuka. Jadikan akal yang menguasai perasaanmu, jangan jadikan perasaan yang menguasai akalmu.”Pandu terdiam. Dulu ketika ia mencintai Rosa, perasaannyalah yang menguas
Pandu bahagia. Setelah beberapa lama, ia kembali menikmati kebersamaan dengan kedua buah hatinya, mesti hal itu tak lengkap. Namun setidaknya ia bersyukur, Allah memberinya kesempatan untuk menjadi ayah yang baik. “Kapan kamu ke kantor, Papa?” tanya Pandu pada Zyan.“Aku enggak berminat, Pa. Aku ingin berdiri di atas kakiku sendiri dan menjadi seorang arsitek.”“Bisnis Papa sangat cocok dengan pendidikanmu. Lagi pula, untuk siapa Papa bekerja keras kalau bukan untuk kalian. Bryan sudah mulai membantu papanya di kantor. Papa juga ingin kamu melakukan hal yang sama.”“Sekarang Papa tinggal di mana?” Zea bertanya.Pandu tersenyum. Ia bahagia, putrinya memanggilnya papa. “Di tempat yang bagus, yang selalu membuat Papa mengingat kalian.”Pandu menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia menatap kedua anaknya yang makan dengan lahap. Seulas senyum tercipta. Dulu mereka masih kecil, sekarang sudah besar. Enam tahun telah membuat mereka tumbuh dengan cepat. “Apa mamamu akan
Rosa memijat kepala yang terasa pusing. Deretan angka yang ia baca membuatnya harus berpikir keras, bagaimana untuk menanggulanginya. Meningkatnya jumlah konsumen, membuat penjualan gamis ‘Rose’ makin laku di pasaran. Follower beberapa akun media sosial Rosa juga naik drastis. Ini merupakan peluang bagi Rosa untuk mengepakkan sayap bisnisnya dengan membuat gamis dan hijab syar’i terbaru. Tema yang ia usung adalah pakaian syar’i untuk remaja putri. Para desainer telah merancang sebaik mungkin, dengan perpaduan warna-warna lembut favorit gadis remaja.Model untuk brand gamis ‘Rose’ telah ditentukan. Rosa memilih seorang artis remaja yang sedang naik daun sebagai brand ambassador. Sebuah hotel bintang lima telah ia booking untuk launching produk terbarunya tersebut, serta penambahan beberapa butik di daerah telah siap memasarkan gamis terbaru ‘Rose’. Selain itu, Rosa juga membekali reseller yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga untuk siap bersaing dengan produk serupa. Semua memerlukan