Share

Mengemis Maaf Istriku
Mengemis Maaf Istriku
Penulis: Rifatul Mahmuda

Bab 1

Penulis: Rifatul Mahmuda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-02 12:20:47

"Mas, pulang sekarang, ya? Yazeed demam tinggi, temenin aku bawa ke dokter." Suara Livia terdengar panik saat menghubungi Hakam –suaminya.

"Ck, kenapa harus aku, sih? Kamu sendiri tau kalau aku lagi kerja, kan?" Hakam berdecak, hati Livia teriris mendengar ucapan suaminya.

"Kalau bukan sama kamu, pada siapa lagi aku minta tolong, Mas? Kamu itu ayahnya Yazeed!" tekan Livia dengan suara bergetar menahan marah.

"Halah, kamu pergi sendiri aja. Aku lagi banyak kerjaan!" sahut laki-laki itu santai.

"Tapi, Mas–"

Tut! Panggilan diakhiri oleh Hakam tanpa mau menunggu istrinya bicara. Livia menghempaskan napas kasar, untuk kesekian kalinya Hakam lepas tangan terhadap keadaan putra mereka.

Yazeed kembali menangis, Livia tersadar dan langsung menghampiri sang anak yang ia tiduri diatas ranjang. Tubuh bayi berumur 9 bulan itu menggeliat, wajahnya memerah dengan suara tangis melengking.

"Ya Allah, Nak. Tenang, ya, Sayang. Kita berangkat berdua saja, mama siapin keperluan kamu dulu." Livia menggendong bayinya dengan kain jarik, kemudian ia bergegas meraih tas kecil dan mulai memasukkan barang yang sekiranya diperlukan.

Yazeed masih saja menangis ditengah kesibukan sang mama. Livia berusaha menenangkannya, tapi tetap saja tak mempan. Suhu badan anak itu semakin terasa panas.

"Hey! Dasar perempuan bodoh! Mendiamkan anak saja kamu tak becus!"

Livia yang tengah berusaha menenangkan Yazeed dikejutkan dengan kedatangan sang mertua. Darah perempuan itu mendidih, disaat dia yang tengah dipusingkan dengan keadaan sang anak, emosinya kembali dipancing oleh sang mertua yang datang dengan marah-marah.

"Kalau mama niatnya ke sini cuma buat maki-maki aku, mending sekarang mama pulang!" usir Livia tanpa menoleh, dia masih sibuk menenangkan putranya yang masih menangis.

Dania– mertua Livia membelalak mendengar ucapan sang menantu yang terkesan berani. Ada apa dengan menantunya itu? Tak biasanya Livia berani bicara agak kasar padanya.

"Sudah berani menjawab kamu sekarang, ya? Dasar menantu durhaka!" Umpat Dania kesal.

Livia tak lagi menjawab, kali ini dia memilih meraih tas kecil yang sudah ia siapkan, kemudian menentengnya dan berjalan keluar melewati Dania yang terus menatapnya.

Melihat tingkah menantunya, Dania benar-benar dibuat kesal. Dia berjalan cepat kemudian menarik kasar tangan Livia hingga perempuan itu menghentikan langkah.

"Apa-apaan, sih, Ma? Lepas!" sentak Livia tak terima.

"Mau kemana kamu bawa cucuku, hah?! Kamu nggak liat cuaca lagi panas-panasnya?" Nyinyir Dania.

Karena mendengar suara Livia yang agak keras tadi, Hana–kakak iparnya keluar dari rumah yang berada tepat disamping rumah Livia. Wanita single parents itu menghampiri ibu dan adik iparnya.

"Ada apa, nih?" tanya wanita itu melirik Livia kemudian ibunya.

"Si Livia, nih, mau bawa Yazeed panas-panasan. Udah tau anak lagi nggak enak badan." Dania menyahut sembari menatap Livia sinis.

"Yazeed demam tinggi. Kalau aku nggak bawa dia keluar buat berobat sekarang, memangnya kalian mau membantu?" balas Livia tak kalah sinis.

Dania dan Hana saling pandang. Keduanya terdiam membuat Livia terkekeh sinis.

"Enggak, kan? Jangankan kalian, ayah kandungnya saja tidak peduli. Dia lebih mementingkan pekerjaannya dibanding kesehatan anaknya sendiri. Benar-benar manusia tak punya hati!" sindir Livia.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Livia langsung melangkahkan kaki dengan cepat. Dia berjalan keluar dari gang rumahnya menuju persimpangan. Sesampainya di sana nanti dia akan menunggu angkutan umum yang akan membawanya ke puskesmas.

Sementara itu, Dania dan Hana sama-sama meledak mendengar ucapan Livia tadi. Mereka kesal sebab merasa jika Livia sedang merendahkan mereka dan juga Hakam.

"Lihat saja perempuan itu, akan kubuat Hakam marah besar padanya," tekad Hana penuh dendam.

*

Hampir setengah jam Livia berdiri dipinggir jalan sambil menggendong Yazeed yang sudah tertidur. Teriknya matahari tak mengurungkan niat perempuan itu untuk membawa putranya berobat seorang diri. Livia berteduh dibawah pohon mangga yang lumayan besar, matanya tak henti melihat kearah jalan berharap angkutan yang ia tunggu segera datang.

Tin! Tin!

Livia yang tengah fokus menyeka keringat yang mengucur di pelipisnya tersentak saat mendengar klakson mobil didepannya. Perempuan itu menyipitkan mata begitu kaca mobil diturunkan.

Mata Livia membeliak sempurna begitu menyadari siapa yang duduk dibalik kemudi mobil mewah itu. Dadanya berdentum, terlebih saat seseorang itu turun dan berjalan menghampirinya.

"Masuk."

Suara datar itu menyentak Livia, perempuan itu mengucek mata seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
laki.. mertua.. ipar... anyinggg semuaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mengemis Maaf Istriku    110 (Ending)

    Setahun setelah pernikahannya dengan Gheza, Livia hidup dalam kedamaian yang tak pernah ia bayangkan. Namun, satu ikatan dari masa lalu masih belum terselesaikan, keluarganya.Saat menikah dengan Gheza, Livia sengaja tak ingin menghubungi Sofian atau pun Karim. Livia dinikahkan oleh wali hakim setelah beberapa kali memohon, permintaannya diterima begitu tau permasalahannya dengan keluarganya.Sejak detik itu juga, Livia tak sedikit pun punya niat untuk bertemu lagi dengan keluarganya, termasuk ibu kandungnya, meski awalnya Livia berniat mencari keberadaan wanita itu.Dia ingin mengubur habis tentang masa lalunya yang pahit. Sebab, setelah menikah dengan Gheza dia hanya ingin merasakan kebahagiaan dengan orang baru tanpa harus melibatkan orang-orang dari masa lalunya.Suatu sore, Livia menerima pesan dari kontak tak dikenal. Pesan itu dari Hernita, ibu kandungnya, yang memohon untuk bertemu. Setelah Gheza dan Nia meyakinkannya, Livia setuju.Awalnya, Livia kaget setengah mati. Kenapa d

  • Mengemis Maaf Istriku    109

    Setahun kemudian.Livia dan Gheza menikah secara sederhana, hanya disaksikan oleh Ghani, Nia, Ghaida, Muis, Masitah, dan Alia. Rumah yang dulu dibeli Hakam untuk menjamin keselamatan Livia, kini menjadi rumah bagi tiga anak, Yazeed, Hanan, dan Hanin.Gheza mengajak Livia pindah dan sudah berencana membelikan rumah baru, tapi Livia menolak untuk saat ini. Gheza mengalah, dia memilih tinggal di rumah peninggalan Hakam bersama Livia dan anak-anak.Dania, yang akhirnya mendapat perawatan dan dukungan emosional dari keluarga Gheza, tidak lagi hancur. Ia sering datang mengunjungi cucu kembarnya, meskipun ia masih menjaga jarak dan bungkam di hadapan Livia. Namun, di matanya, ada sedikit rasa terima kasih yang tidak terucapkan.Hana, di penjara, menjalani konsekuensinya. Ia tahu, satu-satunya alasan Hanan dan Hanin hidup nyaman di bawah perlindungan hukum adalah karena kebesaran hati perempuan yang ia benci, Livia.Livia, yang dulunya adalah menantu yang tak pernah mendapat tempat di hati me

  • Mengemis Maaf Istriku    108

    Penangkapan Hana dan kehancuran Dania datang seperti hukuman ilahi. Kabar itu menyebar dengan cepat, melenyapkan semua fitnah yang pernah disebar Hana. Kebenaran tentang pekerjaan gelap Hana—pengedaran narkoba dan menjadi simpanan pria beristri—membuat Dania terisolasi total. Kebencian Dania terhadap Livia lenyap, tergantikan oleh rasa malu yang mematikan dan kepedihan melihat putrinya ditahan.Dengan Dania yang bungkam dan Hana di penjara, urusan warisan Hakam berjalan mulus. Livia, didampingi Gheza dan Pak Wibowo, berhasil memastikan semua aset Hakam—rekening bank, asuransi, dan beberapa investasi lain—dialihkan sepenuhnya atas nama Yazeed, yang diwakili oleh Livia.Ghani dan Nia menawarkan bantuan logistik penuh. Mereka bahkan menyarankan agar Dania mendapatkan bantuan hukum untuk kasus Hana, bukan karena iba pada Dania, tetapi demi menjaga citra keluarga besar. Livia, dengan kebesaran hati, setuju untuk mencabut gugatan pencemaran nama baik, asalkan Dania tidak pernah lagi mengusi

  • Mengemis Maaf Istriku    107

    Siang itu, di kantor hukum Pak Wibowo, suasana terasa mencekam. Di satu sisi meja, duduk Gheza, Livia didampingi Alia, dan Pak Wibowo, yang terkenal sebagai pengacara yang dingin dan tanpa kompromi. Di sisi lain, Dania dan Hana datang dengan pengacara mereka yang terlihat kurang berpengalaman.Dania mendengus begitu melihat Livia. "Jadi ini pengacara yang kau pamerkan, Livia? Kau pikir kau bisa menakuti kami?"Namun, senyum Dania langsung luntur saat melihat Gheza duduk tegak di sebelah Livia."Gheza?" Dania terkejut. "Apa urusanmu di sini? Bukannya kau sepupu suami Hana?""Justru itu urusanku, Tante Dania," jawab Gheza dingin. "Suami Hana sudah meninggal. Dan sekarang, aku bertindak sebagai penanggung jawab hukum untuk Livia dan Yazeed. Kau sedang berhadapan dengan pengacaraku, bukan hanya Livia."Dania memandang pengacara Livia, Pak Wibowo. Mendengar nama Pak Wibowo saja sudah membuatnya gentar, sebab ia tahu reputasi Pak Wibowo yang tak pernah kalah.Pertemuan itu dimulai dengan Pa

  • Mengemis Maaf Istriku    106

    Livia akhirnya menerima tawaran Gheza. Ia tahu risikonya besar—risiko dicap "merebut" Gheza di masa berkabung, risiko Gheza memanfaatkan situasi, dan risiko terbesarnya: keselamatan dan pekerjaan Alia serta Nenek Masitah. Namun, ketegasan Gheza meyakinkannya."Baiklah, Gheza. Aku terima," ujar Livia, tatapannya tegas. "Tapi ini hanya hubungan profesional. Aku butuh perisai hukum. Dan tolong, pastikan Mbah dan Alia aman dari papamu."Gheza tersenyum lembut. "Syarat diterima. Mari kita urus ini."*Malam itu, di rumah mewah keluarga Gheza, suasana tegang menyelimuti meja makan. Ghani telah mendengar kabar burung tentang putranya yang secara terbuka membantu Livia."Jadi, kau berani-beraninya membantu mantan ART yang sudah kita pecat, Gheza?" desis Ghani, suaranya dipenuhi amarah. "Kau bahkan menggunakan pengacara terbaik perusahaan kita untuk urusan sepele seorang janda?"Nia dan Ghaida hanya diam, menyaksikan. Nia tahu Gheza memiliki perasaan yang kuat untuk Livia, dan Ghaida, yang leb

  • Mengemis Maaf Istriku    105

    Langkah Livia terhenti di depan pintu pagar. Rasa penasaran itu cepat berganti menjadi ketakutan saat ia melihat Dania dan Hana duduk di kursi teras, seolah mereka adalah pemilik sah tempat itu. Wajah Dania terlihat dingin, sementara Hana menyeringai tipis."Hanya sebulan, sudah berani berjalan-jalan dengan bunga. Duka macam apa itu?" sambut Dania, menghilangkan semua basa-basi.Alia melangkah maju, tangannya menggenggam lengan Livia erat, melindungi. "Bunga itu dari makam Mas Hakam, Tante. Bukan untuk berjalan-jalan."Dania mengabaikan Alia, matanya fokus pada Livia. "Aku sudah tidak sabar lagi, Livia. Kami sudah menunggu cukup lama. Ini waktunya kau angkat kaki dari rumah ini."Livia menyerahkan Yazeed pada Alia, lalu berjalan menuju teras. Ia menanggapi dengan ketenangan yang sudah ia latih selama sebulan terakhir."Aku sudah bilang, Ma. Rumah ini atas namaku. Hukum melindunginya," jawab Livia tegas.Dania berdiri, raut wajahnya menahan amarah yang meletup-letup. "Hukum? Kau pikir

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status