Share

Hadiah Pernikahan

( Hadiah Pernikahan )

"Del, apa kau tak rela dan berat hati untuk meninggalkan rumah ini?" Aditya menghampiri Delindra yang saat ini sedang duduk di ranjang menata pakaiannya kedalam koper.

Delindra tak menjawab, hanya tersenyum samar. Namun Delindra rasa itu sudah cukup untuk menjadi jawaban dari pertanyaan Aditya. Bahwa apa yang ditanyakan Aditya itu adalah benar. Dirinya sangat berat meninggalkan dua pria yang begitu dicintainya, yaitu Pak Hendra sebagai Bapaknya, dan Angga sebagai pria pujaannya, meski kini statusnya sudah suami orang, tepatnya suami dari sepupunya, Dahlia.

"Del," panggil Aditya yang kini sudah duduk di depan Delindra.

"Seandainya aku jawab tidak apa Mas Aditya akan mengubah niat Mas Aditya untuk pergi ke kota Sega membawaku yang statusnya saat ini aku adalah istri dari Mas Aditya?" Sekilas Delindra melirik ke arah Aditya.

Aditya bergeming dengan pandangan masih menatap Delindra yang tangannya kembali sibuk dengan pakaiannya.

Delindra tersenyum kecut." Diammya sudah menjadi jawaban dari pertanyaanku, Mas." Delindra berucap dengan tanpa menatap Aditya.

Aditya mendesah." Maaf kan aku, Del…aku lemah di keputusan ini. Meskipun terdapat pilihan, tapi aku tetap tak bisa memilih." Aditya berucap dengan Rina penuh ke tak nyamanan pada Delindra.

"Kamu tahu sendiri kan, Del. Aku ini hanya anak tunggal di keluargaku. Satu-satunya anak untuk kedua orang tuaku dan cucu untuk Kakek dan Nenekku. Oleh karena itu aku tak bisa untuk tinggal di sini bersamamu."

Delindra hanya bisa tersenyum kecut tanpa menatap Aditya.

"Sebenarnya ingin sekali aku tak ingin membuatmu jauh dari keluargamu lebih-lebih Bapak, namun aku tak berdaya, Del…bisa saja sebenarnya aku bermohon-mohon pada keluargaku, agar aku bisa keluar dari mereka dan tinggal disini bersamamu. Namun ada satu lagi yang tak bisa ku tinggalkan, Del. Yaitu bisnis keluargaku yang sekarang semuanya sudah jadi tanggung jawabku."

Delindra kembali tersenyum kecut." Lalu untuk apa kau menanyakan hal itu jika Mas Adit sendiri sudah tahu jawabannya." Delindra mengangkat wajahnya menatap Aditya. " Aku juga tak punya pilihan, Mas. Sama sepertimu." Delindra berucap dengan masih menatap Aditya dengan lekat.

Tangan Aditya bergerak meraih tangan Delindra dan menggenggamnya.

Delindra menariknya, namun Aditya menahannya.

"Terimakasih, Del. Aku tak akan menyia-nyiakan pengorbananmu untukku. Dengan kamu telah mau ikut tinggal bersamaku di kota, itu sudah jadi pengorbanan besar untukku." Aditya berucap dengan nada serius.

Delindra hanya bisa tersenyum simpul sambil menarik tangannya dari genggaman Aditya.

Tangan Delindra kembali menyentuh koper dan menutupnya setelah semua bajunya dimasukkan ke dalam koper.

"Aku tahu kau tak mencintaiku, Del."

Delindra yang awalnya ingin berdiri ia urungkan mendengar kata-kata Aditya.

"Lalu…apa kau sendiri mencintaiku?" Delindra menatap Aditya dengan tatapan tajam.

Aditya bergeming dengan mata masih menatap Delindra.

Karena tak mendapat jawaban dari Aditya, Delindra kembali ingin melanjutkan niatnya untuk berdiri, namun Aditya menahan lengan Delindra.

"Aku menyukaimu, Delindra."

Sedikit terkejut dengan pernyataan Aditya, namun segera ia singkirkan. " Kenapa?" tanya Delindra.Terdengar datar.

Aditya ikut berdiri. Ditatapnya wajah Delindra." Aku tak punya alasan kenapa aku bisa menyukaimu."

"Sejak kapan?"

" Apa kau marah?"

"Sejak kapan?" Delindra keras kepala.

"Sejak pertama kali aku melihatmu."

Delindra tersentuk kecut sambil mengalihkan pandangannya ke samping.

"Mungkin terdengar konyol, Del. Tapi percayalah, dengan pernikahan kita ini aku tidak main-main, Del. Aku akan benar-benar menjadikanmu istriku di sepanjang hidupku. Hanya kamu satu-satunya. Aku akan meluapkan semuanya ke kamu."

Delindra bergeming dengan tangan dilipat ke dada.

"Entah kamu percaya dengan apa yang aku katakan ini aku tak peduli, Del. Yang jelas akan ku curahkan segalanya yang aku punya untuk kamu."

Andai Angga yang mengatakan itu pada dirinya, sudah pasti Delindra bahagia dan dalam sedetik kemudian ia menghambur ke dalam pelukan Angga.

Namun nyatanya, harapan tak sesuai kenyataan, sekuat apapun Delindra dan sebesar apapun Delindra mencintai Angga, ia tak mampu melewati garis takdirnya.

****

"Delindra pamit, Pak." Delindra segera memeluk Pak Hendra yang saat ini berdiri di teras rumah untuk mengantar kepergian Delindra dan Aditya.

"Sudah, jangan menangis…percayalah, kau sudah menemukan harta karun. Aditya bukan sembarang pria. Dia orang baik, semenjak Bapak mengenalnya untuk pertama kalinya, Bapak sudah punya feeling bahwa dia baik." Pak Hendra berbisik di telinga Delindra.

Mendengar nasehat Bapaknya, air mata Delindra terjatuh.

"Bapak bahagia dan bisa bernafas lega, sebab Bapak sudah melepaskan kedua putri Bapak pada para pria yang baik." Pak Hendra masih mengusap pelan kepala Delindra yang kali berbalut jilbab.

"Sudah jangan menangis, kau itu pergi hanya karena ikut suamimu, bukan karena di usir." Pak Hendra melepas pelukannya.

Delindra segera bergeser, kali ini berdiri di hadapan Dahlia." Titip Bapak, Mbak," ucap Delindra pada Dahlia.

"Kamu jangan khawatir, Del. Bapak sudah aku anggap seperti Bapak sendiri," balas Dahlia.

Makasih, Mbak."

"Sama-sama," balas Dahlia.

Selanjutnya Delindra membalikkan badan untuk pergi ke mobil. Namun sebelum itu, tatapan Delindra tak sengaja bertubrukan dengan Angga yang berdiri di belakang Dahlia.

Angga menatap Delindra dengan tatapan tajam.

Awalnya Delindra ingin menghampiri Angga, namun ia urungkan setelah mengingat kejadian di waktu malam pengantin Angga, karena telah lancang mencoba untuk mengintipnya.

****

Selama dalam perjalanan, Delindra hanya diam saja. Apabila diajak bicara atau ditanya sesuatu oleh Aditya, Delindra hanya menjawab dengan anggukan arau gelengan kepala.

Sekitar jam delapan malam, mobil Aditya sudah sampai di tempat tujuan.

"Nah, kita sekarang sudah sampai." Aditya berseru sambil mematikan mesin mobilnya.

"Tunggu sebentar, ya." Aditya segera turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Delindra.

Setelah keluar dari mobil, Delindra menatap bangunan rumah yang sangat besar di depannya. Baru kali ini Delindra melihat rumah semewah yang dilihatnya sekarang ini.

"Ini rumah orang tuamu, Mas?" Delindra bertanya dengan masih menatap rumah besar yang bak istana di depannya tersebut.

"Bukan," jawab Aditya.

"Lalu?" Delindra bertanya dengan masih tanpa melihat Aditya.

"Rumah kita."

Sontak Delindra mengalihkan pandangannya menatap Aditya.

"Maksudnya?" Delindra tak mengerti.

"Ini hadiah pernikahan, untukmu."

"Darimu?" tanya Delindra lagi.

Aditya bergeming.

Dan itu membuat hati Delindra bertanya-tanya mengenai hadiah pernikahan yang Aditya berikan.

Kenapa ini semua seperti sudah di sediakan dari jauh-jauh hari, sedangkan pernikahan mereka baru saja terjadi dengan secara tiba-tiba.

Dan tiba-tiba saja Aditya sudah punya hadiah untuk nya.

Hati Delindra bertanya-tanya, ada apa ini?

_____________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status