Share

Sah

"Pak, apa tidak ada cara lain untuk mengatasi masalah ini. Delindra tak mau menikah dengan Pria asing, Pak." Delindra menangkup kedua tangannya pada Pak Hendra sebagai tanda permohonannya.

Pak Hendra menggelengkan kepalanya." Tidak bisa, Nak. Ini salah satu caranya agar kau tak di usir dari desa ini. " Pak Hendra mengusap sudut matanya yang berair.

"Tapi Delindra tak mau menikah dengan Mas Aditya, Pak." Delindra terisak di depan Pak Hendra yang duduk di depan tangga depan masjid menunggu kedatangan Pak Penghulu yang nantinya akan menikahkan Aditya da Delindra.

Sedangkan Delindra sendiri berada di tangga tepat di bawah Pak Hendra.

"Apa alasanmu, Del?" tanya Pak Hendra menatap putri satu-satunya tersebut dengan sayu.

"Delindra tak mencintainya, Pak." Delindra menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Setelah kau dicurigai berbuat hal yang tercela dengan seorang apa kau masih berpikiran untuk menikah dengan Pria lainnya, Del?"

Delindra tak menjawab, malah semakin menundukkan wajahnya. Malu.

"Tak hanya itu, Del. Kau tak hanya akan menanggung rasa malu, namun kau juga akan di usir secara tak hormat oleh warga dari desa ini."

"Delindra lebih baik di usir dari desa ini, Pak, daripada harus menikah dengan pria yang sama sekali tak Delindra cintai." Kali ini Delindra berucap dengan mengangkat wajahnya menatap Pak Hendra.

Pak Hendra tersenyum kecut sambil mengusap kepala Delindra yang berbalut jilbab. " Dengarkan nasehat Bapak baik-baik. Saat ini Bapak tak sedang berbicara pada Delindra Hanum Zura, melainkan pada Putri kebanggaan Bapak. Dengar, Delindra…kau mungkin bisa lupa dengan kejadian ini dan rasa malu mu akan hilang dengan seiring berjalannya waktu. Tapi di sini Bapak? Tak cukup setahun dua tahun bahkan seumur hidup Bapak bisa menghilangkan rasa trauma dan malu ini dengan kejadian ini, Del?"

"Tapi, Pak—"

"Dan setelah kau diusir dari Desa ini, jangan harap kau akan bisa kembali lagi ke desa ini atau sekedar berkunjung ke desa ini untuk menemui Bapak. Beda halnya dengan kamu pergi dari desa ini karena ikut suamimu, Aditya."

Delindra tersenyum kecut mendengar kalau yang akan jadi suaminya adalah Aditya, padahal akad saja belum dilakukan, tapi Bapaknya sudah membicarakan tentang pergi mengikuti suami.

Delindra benar-benar panik saat ini. Ingin sekali ia kabur demi menghindari pernikahan yang dianggapnya petaka ini. Petaka sebab dirinya telah mengintip kamar pengantin. Yaitu kamar Dahlia dan Angga.

"Apa kau ingin melupakan Bapakmu ini, Delindra?"

Sontak Delindra mengalihkan pandangannya kembali menatap Pak Hendra.

Delindra menangkap raut kesedihan di mata Bapaknya yang berkaca-kaca tersebut.

"Kenapa Bapak bicara seperti itu?" Delindra menatap Pak Hendra juga dengan mata berkaca-kaca.

"Sebab, dengan kay memilih diusir dari desa ini dibandingkan menerima hukuman dengan kau menikah dengan Aditya, itu sama saja kau ingin melupakan Bapak dan meninggalkan Bapak, Del."

"Tidak, Pak. Sungguh tidak." Delindra segera membenamkan wajahnya di pangkuan Pak Hendra.

"Jangan pernah mengatakan sesuatu yang bisa hati Delindra sakit dan sedih, Pak. Delindra tak ada maksud apalagi keinginan untuk meninggalkan Bapak dan melupakan." Delindra terisak di pangkuan Pak Hendra.

"Delindra akan mengikuti semua saran Bapak….Delindra sayang Bapak." Delindra masih terisak.

"Kalau begitu, menikahlah dengan Aditya, Del."

Delindra menghentikan isakannya mendengar kata-kata Pak Hendra.

*****

"Saya terima Nikahnya Delindra Hanum Zura binti Hendra Irawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi, Sah?"

"Sah!"

Delindra menundukkan kepalanya dalam-dalam bersamaan dengan air matanya yang jatuh.

Bukan pernikahan yang seperti ini yang Delindra inginkan bukan jalan dan bukan suami yang seperti Aditya yang Delindra impikan, melainkan suami seperti Angga yang Delindra idamkan.

Namun semuanya Delindra harus kubur dalam-dalam bersamaan dengan para saksi mengatakan 'sah'.

"Del, kok ngelamun, sih?" Dahlia yang ada tepat di samping agak ke belakang menepuk pelan pundak Delindra, hingga membuat Delindra tersadar dari lamunannya.

"Iya, ada, Mbak?" tanya Delindra masih bingung, menatap Dahlia dengan mata memicing.

Dahlia menunjuk ke samping Delindra." Salim sama suami," ucap Dahlia. Lirih.

Delindra Pun menoleh ke samping, dan langsung mendapati tangan Aditya yang terukur ke arah Delindra.

Delindra tak segera menyambut uluran tangan Aditya, hanya menatapnya.

"Del, Salim." Pak Hendra berbisik di telinga Delindra. Barulah setelah itu Delindra menyambut uluran tangan Aditya dan menciumnya walaupun dengan keterpaksaan.

Delindra terhenyak kaget, saat tiba-tiba saja Aditya mendaratkan bibirnya di kening Delindra.

Hampir saja Delindra ingin mendorong tubuh Aditya kalau saja ia tak ingat kalau Aditya mulai saat itu sudah resmi menjadi suaminya.

Delindra benar-benar tak menyangka kalau dirinya dan Aditya, pria asing yang baru tiga hari menginap di rumah sebagai tamu, namun kini telah menjadi suaminya. Dirinya dan pria asing tersebut sudah sah menjadi suami istri.

Ingin menangis? Sudah pasti, tapi Delindra rasa sudah percuma.

****

Aditya berjalan berdampingan dengan Delindra dari masjid menuju ke rumahnya.

Sesekali Aditya melirik ke arah Delindra yang sedari tadi hanya diam saja, di mulai dari selesainya akad.

Pandangan Delindra lurus ke depan, fokus ke jalan.

"Del…!" Setelah mengumpulkan keberanian, Aditya memberanikan diri memanggil Delindra.

Delindra tak menjawab panggilan Aditya, ia terus berjalan dengan pandangan kosong menatap ke depan.

"Delindra, aku tahu kamu tak menginginkan pernikahan ini." Aditya berusaha berbicara pada Delindra, yang saat ini sudah resmi menjadi istrinya.

"Namun apa mau dikata, kita sekarang sudah sah."

Ucapan Aditya kembali di cuekin oleh Delindra.

"Aku tahu ini semua salahku."

Kembali Aditya di cuekin.

"Tapi aku tak menyesali sama sekali pernikahan ini, Del," ucap lagi Aditya, meskipun semua kata-katanya di cuekin oleh Delindra.

"Tapi aku juga percaya bahwa suatu saat nanti kamu—"

Kata-kata Aditya terhenti saat sebelah tangan Delindra terangkat sebagai isyarat agar Aditya tak berucap lagi.

Selanjutnya Delindra kembali melangkah, menaiki tangga rumah. Sebab saat ini mereka sudah sampai di tempat tujuan, yaitu rumah Pak Hendra.

Saat tiba di pintu, akan masuk ke dalam rumah, Delindra tak sengaja bertabrakan dengan Angga yang tadinya ingin keluar.

Tatapan Angga dan Delindra pun bertemu.

Lama mereka bersitatap….

Awalnya Delindra ingin segera memutuskan kontak matanya, namun ia urungkan saat melihat tatapan yang berbeda dari Angga.

Tatapan Angga kali ini Delindra rasakan agak berbeda. Lain dari biasanya yang selama ini Delindra dapati.

Tatapan Angga kali ini seperti ada arti, namun Delindra tak tahu apa itu.

Dan…entah kenapa hal itu membuat dada Delindra berdebar-debar…juga lain dari biasanya, saat Delindra bertemu dengan Angga dengan segala pesonanya hingga membuat dada Delindra berdebar-debar karena cintanya…pada Angga.

Delindra menoleh kebelakang, menatap Aditya yang saat ini berdiri tepat di belakangnya…juga sama menatap dirinya.

___________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status