Share

Pesona Delindra

"Del…!"

Delindra segera tersadar dari lamunannya saat Aditya memanggilnya.

"Eh, iya. Ada apa?" Delindra menyudahi aktivitasnya yang memandangi rumah mewah nan besar di depannya.

"Kamu ngelamun?" tanya Aditya.

Delindra menggelengkan kepalanya.

"Tapi kenapa dari tadi aku panggil-panggil kamu gak dengar?"

"Hah!" Delindra tergeragap. " Benarkah?"

Aditya menganggukkan kepalanya pelan.

"Maaf, aku hanya heran saja," ucap Delindra.

"Heran kenapa?" tanya Aditya, masih menatap Delindra.

Delindra menggelengkan kepalanya.

"Katakan saja, jangan ragu. Lagian aku kan suamimu."

Delindra terdiam, memikirkan kata-kata Aditya barusan.

"Kenapa kamu menghadiahi rumah ini untuk pernikahan kita?"

Aditya tersenyum." Kita bahas nanti saja, ya. Sekarang kita masuk dulu." Aditya mengeluarkan koper dari dalam mobil dengan tangan satunya, sedangkan tangannya yang lain meraih tangan Delindra.

Delindra sempat kaget, namun segera ia kuasai saat menyadari bahwa ia dan Aditya adalah sepasang suami istri.

"Masuk, yuk." Aditya mengajaknya dengan nada lembut.

Tanpa menjawab, Delindra mengikuti Aditya, berjalan ke arah rumah besar yang bak gedung putih tersebut.

Setibanya di dalam, Delindra dikejutkan dengan keberadaan orang ramai, sekitar delapan orangan, mereka menyambut kedatangan Delindra dengan hangat.

"Apakah ini menantu Mama, Adit?" tanya seorang wanita yang masih terlihat muda di usianya yang sudah berumur. Dia Hilda, Mama Aditya.

"Iya, Ma. Dia Delindra, istri Adit."

Delindra melirik ke Aditya, saat mendengar ucapan Aditya yang mengakui dirinya sebagai istrinya dengan antusias.

"Ya, Tuhan…dia cantik sekali, Adit. Mama sampai ngiri, lho." Hilda mengusap lembut pipi Delindra..

"Iya, istri Mas Adit sangat cantik, padahal dari Desa lho, tapi ngalahin para wanita yang tinggal di kota." Maya, sepupu Adit menyahuti.

"Pintar juga ya kamu, Dit. Cari istri." Paman Adit menyahuti.

"Siapa dulu dong, Adit gitu." Aditya terkekeh sambil melirik ke arah Delindra yang hanya diam saja.

"Yasudah, Papa rasa mereka masih perlu istirahat, mereka baru saja tiba dari perjalanan jauh. Biarkan mereka istirahat dulu, kita lanjutkan besok saja perkenalan kita dengan istri Adit." Pak Arfi, Ayah Aditya memberikan usul.

"Yang dikatakan Ayah benar, istri Adit harus istirahat dulu," timpa Aditya dengan mata tak lepas menatap Delindra yang masih setia menundukkan wajahnya.

"Oh iya, Mama lupa, Sayang, kalau menanti Mama ini dari perjalanan jauh, Maafin Mama ya, Sayang." Hilda mengusap lembut dagu Delindra sambil tersenyum.

Delindra hanya menanggapi dengan senyuman simpul.

"Yaudah, kalian boleh istirahat dulu, kami malam ini akan menginap di sini untuk mempersiapkan sebuah ritual untuk kalian berdua," ucap Hilda.

"Ritual?" Delindra tampak terkejut sambil me.i dai wajah keluarga Aditya secara satu persatu.

"Duh, jangan salah paham dulu ya, Sayang." Hilda menyahuti.

"Kedengarannya memang horor, ya. Ada ritual di malam pengantin. Tapi sebenarnya bukan, kok. Di keluarga kami, ada tradisi turun temurun dari orang tua kami yang terdahulu meskipun kami hidup di kota, tapi kami masih memakainya. Setiap ada pengantin baru dari anak-anak kami, kami para orang tua harus menginap di rumah sang anak dan menantu. Oleh karena itu kami malam ini akan menginap di rumah sang pengantin hingga besok pagi, acara ritual pengantin berakhir." Hilda menjelaskan pada Delindra dengan penuh kelembutan.

"Sampai di sini paham, Sayang." Hilda menyentuh dagu Delindra.

Delindra hanya tersenyum simpul sambil mengangguk kecil sebagai jawaban.

*****

Delindra sempat menghentikan langkahnya saat baru saja memasuki kamar Aditya ternyata kamarnya sudah dihias dengan sedemikian rupa indahnya.

Ranjang yang dihiasi dengan bunga sedap malam dengan di bentuk kelambu menjuntai sampai menyentuh lantai.

Sedangkan di tengah-tengah ranjang tidur yang berseprai putih tersebut terdapat bunga-bunga mawar berwarna merah menyala bertaburan di atas seprai putih.

Keadaan tampak remang-remang, sebab pencahayaan hanya dari lilin yang berjejer di lantai.

"Apa ini?" Delindra bertanya dengan mata masih fokus memindai rupa kamarnya.

"Kamar pengantin kita!" jawan Aditya.

"Siapa yang merencanakan ini?" tanya nya lagi.

"Aku!"

Kali ini Delindra menatap Aditya.

"Apa maksudmu?" Nada pertanyaan Delindra terdengar sengit, begitupun juga dengan tatapannya. Begitu tajam menatap Aditya.

"Jangan salah paham dulu, aku membuat kamar ini dengan hiasan ala-ala kamar pengantin seperti biasanya bukan karena ingin menyinggungmu pada kejadian malam itu."

"Malam apa?"

Aditya tak menjawab, sebab ia yakin, Dindra tahu apa yang dimaksud dirinya tersebut.

"Perihal mengintip kamar pengantin pada malam itu?" Nada pertanyaan Delindra bukan seperti bertanya, melainkan lebih ke mencebik.

"Del, dengar—"

"Ini salahku." Delindra memotong ucapan Adit.

"Maksudnya?" Aditya tampak bingung.

"Seandainya pada malam itu aku—"

"Delindra aku minta maaf jika niatku yang ingin menyenangkan mu Malah membuat kamu tersinggung." Aditya menyela.

"Sungguh, aku kira kamu bakalan senang dengan hiasan ini, sebab saat melihatmu mengintip kamar pengantin saudaramu pada malam itu aku kira kamu penasaran dan suka dengan desain kamar pengantin tersebut. Oleh karena itu aku membuat kamar pengantin kita seindah kamar pengantin seperti yang lainnya."

Delindra termangu mendengar kata-kata Adit.

Lain yang ada di pikirannya, lagi pula yang ada di pikiran Aditya.

*****

"Del, ini dari Mama." Aditya mengulurkan sebuah gaun malam sedikit transparan berwarna merah berenda pada Delindra yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Maksudnya?" Delindra menatap Aditya. Datar..

"Kata Mama gaun itu sudah biasa di pakai oleh seorang wanita di malam pengantinnya," jelas Aditya.

Delindra yang sudah mengerti, tanpa berkata-kata segera mengambil gaun malam itu dari tangan Aditya dan kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti.

Tak berapa lama Delindra keluar dari kamar mandi dalam keadaan sudah berganti gaun yang diberikan Hilda, Mama Aditya.

Aditya yang mulanya duduk di pinggir ranjang segera berdiri, terperangah dengan penampilan Delindra yang terkesan berbeda dengan gaun malam pengantin yang dipakainya sekarang.

Mata Adit tak berkedip menatap Delindra yang berdiri tak jauh dari ranjang tidur.

Entah apa karena Delindra yang saat ini tak memakai jilbab dan menggerai rambut indahnya atau karena gaun malam pengantin yang dipakainya, Delindra saat ini begitu mempesona.

Dan tak dapat dipungkiri, Aditya terbius oleh pesona yang disajikan oleh Delindra pada malam pengantinnya ini.

Secara perlahan, Aditya melangkahkan kakinya mendekati Delindra yang masih berdiri mematung di tempat.

Kedua tangan Aditya menangkup wajah ayu Delindra.

"Aku tersihir oleh pesonamu, Del," ucap Aditya sambil terus menatap wajah Delindra yang semakin terlihat cantik nan mempesona saat diterpa cahaya lilin dari bawah lantai.

"Dan aku tak bisa menahan ha*rat ku lagi untuk memilikimu malam ini." Aditya terus menatap wajah Delindra yang seperti memiliki sejuta pesona malam ini di mata Aditya.

___________

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status