Bagi Bahtiar Gema, ini tentang menciptakan kenikmatan. Sedang bagi Alara Senja, ini tentang mengumpulkan kenangan. Dan bagi para juri yang memberi nilai, ini tentang simbiosis mutualisme. Di mana keduanya sama-sama membutuhkan dan saling menguntungkan. Gema dengan kebutuhan biologisnya dan Alara dengan rekaman terindah dalam memorinya. Sebatas itu saja—mestinya.
Tapi hal semudah ini pun masih di ributkan terus-menerus. Bukan lewat tuturan kata sarkas atau kasar. Bukan juga saling meneriaki satu sama lain. Hanya lewat tatapan mata yang memancarkan sinyal masing-masing, sudah tercipta sinyal penolakan di salah satu pihak. Manusia—terkadang—bertindak di luar nalar. Memperumit keadaan yang jelas-jelas mudah saja untuk dilakukan. Gema pelaku utamanya. Bukan bermaksud menolak hanya saja ini gila. Sepanjang perjalanan hidupnya menjadi seorang pengacara yang bergonta-ganti asisten, hanya Alara yang berani berlaku kurang ajar. Ah, tidak juga. Oho! Bagaimana enaknya Gema katakan ini. Karena jika dianggap lancang, ya, Alara masuk ke dalam kategorinya. Tapi jika boleh Gema acungkan jempol dan memberi nilai, Alara ini cukup berani dan bernyali. Alara semestinya tahu—atau malah sudah tahu—karena dengan menawarkan apa yang di milikinya adalah suatu risiko riskan di mana Gema tidak melibatkan perasaan di dalamnya. Oke. Nilailah Gema rusak. Memang begitu adanya cara pandang beberapa orang. Dan Gema, tidak sekali pun mau berpusing-pusing ria memikirkan penilaian orang terhadap dirinya. Apa yang dirinya punya dan apa yang telah dirinya capai, semuanya tak lepas dari peran orang tua dan dukungan keluarganya. Jadi, seburuk apa pun nama dan citranya di mata masyarakat luas, selama dorongan dari keluarga menjadi penopang kemajuannya, semuanya takkan menjadi masalah.Namun karena Bahtiar Gema juga menyombongkan diri … tidak tahu saja dia apa yang menjembatani Alara Senja sehingga berbuat yang demikian. Tentunya demi kata simbiosis mutualisme tadi. Dasar manusia!Begini. Bahtiar Gema akan menceritakan sedikit tentang seorang Alara Senja. Karena ini bab pembuka, tidak etis jika secara menyeluruh harus Gema tuangkan. Otaknya takkan bisa menampung keseluruhan bagaimana Alara yang sebenarnya. Hanya lewat kaca mata besarnya yang terlihat di kehidupan sehari-harinya.Tuh, 'kan, manusia memang kebiasaan sekali begitu. Menilai cuma dari sampulnya doang. Heran!Perempuan itu masih muda. Gema lupa berapa umurnya. Ketika melamar menjadi asistennya di kantor pengacaranya yang baru, jujur saja, Gema asal comot. Bukan tanpa sebab. Hari itu, baru terjadi kehebohan yang mengharuskan Gema mengganti asistennya langsung tanpa penghalang. Masalahnya sederhana. Ada banyak kasus yang harus Gema urus, segera dan secepatnya, mengingat menumpuknya item yang harus dirinya jamah. Belum lagi sidang yang menyita waktunya. Maka, kandidat Alara Senja, Gema setujui.Dan selama tiga bulan berada di sini, Alara cukup berguna mengingat perempuan itu masih berstatus sebagai mahasiswa. Tidak bisa Gema bayangkan—awalnya—bagaimana Alara membagi waktu antara bekerja dan berkuliah belum lagi dengan tugas-tugas yang minta di belai. Ehm, sekarang Alara sedang mencari pelampiasan lain untuk di belai. Gema targetnya. Setan di otak Gema memang patut di ceburkan ke jahanam.Tapi … tetap saja. Kehadiran Alara yang mengunjungi ruangannya di mana kondisi kantor sudah sepi total dan hanya tersisa mereka berdua. Mau tahu apa yang diinginkan Alara? Ini gila. Itu saja. Lebih gilanya lagi, Gema tidak bisa menolak. Bukankah mereka berdua sama-sama gila?Bayangkan saja dulu. Dua orang gila bertemu, kira-kira apa yang akan terjadi. Selain … yeah, you know what I mean?“Kenapa?” Alara mengaburkan berbagai penilaian Maha tentangnya yang sudah setara dengan ‘Classy Woman’. Yang begitu mandiri dan tidak pernah merengek mengenai pekerjaan yang selalu Gema berikan. “Kamu muda dan cerdas. Kenapa Alara?”Diam. Bibir Alara terkunci rapat. Jika ditanyai macam itu, jawaban Alara pun tidak ada. Di samping nekat dan alih-alih ingin mencoba adrenalinnya—uhh, atasannya itu menggiurkan. Menyilaukan pasang mata perempuan dalam sekali pandang. Dari awal mendaftar ke kantor ini, Alara sudah tergila-gila pada atasannya yang duda. Iya duda. Bayangkan! Selera Alara unik. Lain dari yang lain. Di saat semua teman-temannya mengejar yang pure melajang—bukan artinya duda tidak sendirian—tapi maksudnya yang perjaka gitu loh. Dan otak cantiknya dengan waras menginginkan si duda yang ada di hadapannya kini.“Karena saya suka.” Spontan jawaban Alara mengerutkan dahi Gema. Aigoo! Panas dingin di buatnya tubuh Alara. Merinding disko melihatnya. Kerutan dahi Gema di mata Alara seolah sedang mendesahkan namanya dan mengerangkan kenikmatan yang tercipta di dalamnya. Travelingnya kejauhan atau Alara yang terlalu dekat dengan dosa? Entahlah. “Otak kamu kotor.”“Eh?”“Kamu … bisa-bisanya membayangkan sesuatu yang jorok ketika saya ada di depan kamu.”Oke, sip. Alara ketahuan. Tapi kalau sudah ketahuan mau di elak pun percuma. Jadi lanjutkan saja walau dalam diam.Bibir Alara mengerucut ke depan. Yang dalam pandangan Gema itu sangat menggiurkan. Ingin segera dirinya terkam, merajut benang-benang saliva di sana, menggerayangi seluruh inci di tubuhnya dan—STOP! Sama kotornya. Mari kita bengek bersama. Tidak bisa! Ini larangan. Alara bukan tipenya. Tapi sesuatu yang kenyal bersentuhan dengan telapak tangan besarnya. Uhm, itu apa ya? Kok rasanya tidak asing dan oke baik, mata Gema melotot sempurna. “Ini pas, 'kan?”Ya Tuhan! Hukum saja Gema. Yang mesti menyebutkan serapah dalam hati tapi enggan menyingkir dari sana. Ekspresi wajah Alara memberinya dukungan mengundang Gema untuk menjamah lebih jauh lagi. Semburat kemerahan yang tercetak di wajah putih Alara di sertai buliran keringat yang mengucur kian mempersilakan Gema menikmati.Apa ini sudah waktunya berbuka puasa? Lah, kok? Perasaan bulan ramadan masih jauh deh. Masa ujug-ujug waktunya berbuka saja. “Kamu keterlaluan!”“Dan bapak menikmatinya.”Sialan, itu benar. Sesuatu yang berada di kedua pahanya juga terbangun. Terasa mengganjal dan sempit. Dan gerakan Alara yang tanpa di duga-duga membuat Gema sesak napas. Perempuan itu duduk di atas pangkuannya, menggesekkan bokongnya dengan gerakan sensual. Hei, tunggu?! Ini gimana bisa cuma di senggol dikit langsung—Gusti. Gema malu tapi juga suka sensasinya. Bahkan jantungnya sudah jedag-jedug berdisko. Dan tahu-tahu itu karena Alara Senja. “Turun, Ara!”Terabaikan. Dan Alara terus melakukan pekerjaannya dengan baik. Hingga terdengar geraman tertahan dari tenggorokan Gema, barulah perempuan itu berhenti. Sialnya, belum sempat Gema membuka kedua matanya, bibirnya sudah teraup sempurna dalam bibir hangat yang membungkamnya. Alara juga menjalankan jari-jari lentiknya untuk membuat bulatan-bulatan abstak di dada Gema. Ini benar-benar pembukaan yang tiada taranya untuk Gema tolak.“Bapak terlalu banyak membuang waktu,” bisiknya serak. “Harusnya kita sudah di menu utama dan nggak perlu terlalu lama bernegosiasi.”Negosiasi katanya. Gema mendengus. Tapi rekaman memorinya sungguh baik saat menangkap desahan tertahan dari Alara. Perempuan ini sangat jago membuat dirinya gila. Benar-benar perempuan gila. Dan dirinya jauh lebih gila lagi jika tidak menyentuh Alara detik ini juga.“Kamu melemparkan sesuatu yang nggak seharusnya.”“Saya tahu.”“Risikonya?”“Lebih dari siap.”Ah, kenapa kata-kata yang Gema ajukan justru memberi Alara dukungan untuk maju? Sedang hati dan otaknya tak bisa bekerja sama dengan baik. Hatinya menginginkan penolakan sedang otaknya memberi dukungan untuk menyeret Alara ke dalam ruang pribadinya. “Jangan melibatkan perasaan.”“Oke.” Kembali jari-jari Alara menyusuri kulit rahang Gema. Menghantarkan desiran aneh di dadanya.“Ini tentang seks bukan bercinta.”“Aku tahu.”“Terikat?”Terlipat Alara berpikir dan menimang. Membutuhkan waktu berapa lama untuk mencapai tujuannya. “Tiga bulan, bagaimana?” Meski begitu Alara ragu-ragu ketika menyampaikannya. Karena … apakah bisa secepat itu?“Deal!”Dan sore itu, resmi Alara miliki ‘Abang Dudanya’ yang menjadi sumber obsesinya sejak beberapa bulan yang lalu. Yang dengan bangga Alara gaungkan dalam hati perasaannya—walau salah telah melanggar perjanjiannya. Namun ini tidak ada hitam di atas putih untuk Alara memakai perasaannya. Selama Gema tidak mengetahui isi hatinya. Lalu setelah ini apa?Sudah Alara dapatkan Bahtiar Gema—meski tidak untuk selamanya.Sudah Alara bulatkan obsesinya—walau hanya sebentar.Sudah ada di depan matanya bahwa impiannya akan segera tercapai.Setelahnya apa?Alara pernah mendengarkan semua teman-temannya membahas tentang pernikahan. Pun dengan mereka yang sebagiannya telah menikah. Lantas, bagaimana dengan Alara? Jika pertanyaan itu ditujukan untuk Alara, maka jawabannya ‘ya dan ingin’. Alara perempuan. Tentunya mencintai dan dicintai menjadi satu kesatuan yang takkan terpisah. Alara ingin melakukannya. Sungguh, bahkan sebelum bertemu dengan Bahtiar Gema, Alara ingin menikah. Dengan seseorang yang bersamanya bisa Alara percayai tentang kata-kata jatuh cinta di setiap harinya. Sayangnya, setiap jalan saja memiliki titik di mana bisa menjatuhkan para pengendara mobil, motor, bahkan yang bermuatan besar. Maka sama halnya dengan Lara yang mempunya titik terlemah dalam hidupnya. Di samping harus mengalah dan mengakui kekalahannya di medan perang, Lara tutup semua pintu untuk mengakses hatinya. Ketika menyukai seseorang, hanya ada di sebatas mengagumi yang diam-diam Alara pendam. Ketika ada yang datang untuk mendekati, akan Alara coba sekuat t
Memiliki seseorang yang mengirimimu pesan setiap hari, memberi motivasi setiap saatnya, setia dalam mendengarkan seluruh keluh kesah yang kamu punya, benar-benar peduli dalam segala hal, mengingatkan kamu untuk makan tepat waktu, dan mengonsumsi obat saat kamu sakit adalah berkah terbaik. Setiap orang membutuhkan orang semacam itu dalam hidupnya. Yang tidak semuanya bisa mendapatkan secara adil. Dan jika kamu memiliki satu di antara jajaran manusia itu, artinya kamu beruntung. Di kala orang di luar sana mengejar apa yang menjadi haknya, kamu mendapatkannya dengan mudah. Meski demikian, ada satu waktu yang akan kita temui atas penantian panjang. Bukan saat menemukanmu melainkan saat di mana aku tahu; selama ini doa-doa terbaikku untuk menjemputmu akhirnya telah bersatu bersama doa-doa baik yang Tuhan ijabah. Dan yang tersisa dari kita hanyalah bahagia serta amin dari orang-orang yang turut mendoakan cinta kita.Sayang sekali itu hanya karya tulisan tangan di selembar kertas putih. Yan
Tidak hanya merayakan kebahagiaan atas ‘jadian’ bersama orang yang kita idam-idamkan. Patah hati pun wajib di rayakan bagi para perempuan barangkali—sebenarnya—hari sedang merasakan kehilangan. Teruntuk hari ini saja. Usai itu, kita harus bangkit menuju perubahan yang lebih baik dan nyata.Coba pahami sejenak. Mungkin kamu hanya kehilangan dia yang kamu sayangi. Tetapi dia kehilangan kamu seseorang yang mencintai dengan ketulusan. Dan cintamu terlalu baik untuk tidak dihargai. Jadi tidak apa-apa jika mengambil langkah ini dan mengklaim patah hati karena itu memang perlu. Seseorang sebelum menuju puncaknya, akan melakukan segala cara guna bisa mencapai tujuannya.Patah hati ini akan mengajarkan kamu bahwa jangan sampai kamu dan harga dirimu tidak dihargai hanya karena dia meninggalkanmu begitu saja. Terlebih sisa luka yang masih melekat. Memberikan bekas yang tak kunjung luntur meski waktu terus melaju. Tidak apa-apa—sekali lagi kuatkan hatimu. Semuanya akan baik-baik saja dan percaya
Ini sih namanya Alara mengumpankan dirinya sendiri untuk dijadikan tumbal. Sudah tahu Bahtiar Gema sangat tidak tahu diri. Tetap saja hatinya berpihak ke sana untuk menggapai lelaki duda itu. Padahal tidak mungkin. Tidak akan pernah. Jangan ngarep!Gaungan semacam itu juga tidak berguna. Tidak mempan bagi hatinya yang sudah bebal. Memang ya, sekali bodoh tetap bodoh. Dan ngomong sama orang bodoh, ya capek. Hanya di dengarkan tapi tidak di praktikkan.Begini penjelasan yang akan kita kupas di bab ini.Di luar sana, banyak wanita yang sanggup dan mampu menerima masa lalu prianya. Sedangkan pria menganggap mudah soal masa lalunya dan mengatakan seburuk apa pun mereka dulu, tidak akan ada pengurangan baginya. Sangat berbeda dengan wanita, kan? Mau protes kalau ini tidak adil juga rasanya percuma. Karena wanita … jika mahkotanya sudah jatuh, maka ia bukan ratu lagi. Wanita adalah insan yang sangat istimewa dan teramat indah dimata pria. Maka ketika ia ternoda, keindahannya sirna.Tidak he
Bahtiar Gema kembali ke keluarganya di hari sabtu dan minggu. Itu hari khusus untuk dirinya menikmati quality time. Yang tidak mau diganggu gugat apa lagi di riwehkan oleh tetek bengek pekerjaan. Maka seluruh aktivitas dan komunikasi yang bersangkutan dengan masalah para klien, akan langsung menghubungi asistennya—Alara Senja.Dan ngomong-ngomong perihal Alara, perempuan itu sangat eksotis di mata dan merasuk dalam pikiran Gema. Gila, sih. Gema bahkan tidak percaya sama sekali. Perempuan seperti Alara—“Om.” Panggilan dari arah sampingnya menyeret Gema dari lamunnya. “Di panggil nenek.”Kepala Gema terangguk dan lekas beranjak setelah mengelus puncak kepala sang ponakan. Langkah kakinya sedikit berat. Berurusan dengan mamanya bukan hal yang pelik—sebenarnya—jika bukan pertanyaan semacam: cucu mama mana?Aduh! Minta cucu seperti beli gula-gula di pasar malam sebelah lapangan komplek rumahnya sana. Tinggal bilang dan menagih. “Ma.” Gema mendekat. Duduk di samping sang mama. Gazebo bela
Mata Alara mengerjap. Ini sudah lewat dari beberapa hari usai ciuman itu terajut. Sayangnya, semua yang terjadi di hari itu masih sangat membekas di memori Alara. Terlebih ucapan Gema yang tak Alara pahami maksudnya. Sama sekali Alara bodoh. Mirip keledai dungu yang di cucuk induknya. “Baju Abang mana?”Tersentak kaget dari lamunannya. Segera Alara mendekat ke pintu kamar mandi di mana kepala Gema menyembul. Dapat di pastikan, di balik pintu putih itu, tubuh Gema polos total. Dan entah mengapa, otak Alara traveling ke berbagai tempat di neraka.“Aku sudah masakin pesanan abang.”“Oke. Bentar lagi turun. Sama sambalnya juga, kan?” Kepala Alara mengangguk dan bergegas lari. Matanya melihat sesuatu yang yahud. Yang sebenarnya sah-sah saja karena mereka punya perjanjian untuk ‘memegang satu sama lain’. Yang artinya, Alara milik Gema dan Gema milik Alara. Itu mutlak dan paten tak terbantahkan.Mendadak Alara ingin mengumpati dirinya sendiri. Bisa-bisanya punya perasaan lebih atas apa yan
Gema pelajari materi yang di kirimkan Alara lewat emailnya. Sesekali kedua matanya melirik ke arah sudut ruangan di mana eksistensi Alara sangat fokus membolak-balikkan kertas berkas yang bertumpuk. Segaris senyum Gema tunjukkan—samar. Belum pernah Gema rasakan bahagia sedamai hatinya saat ini. Jika harus meraba, ada titik perbedaan antara jatuh cintanya yang dulu atau yang sekarang dengan banyak wanita di luaran sana.Keluarganya begitu gigih mengharapkan Gema menikah lagi. Dengan alasan untuk jangan sendirian karena itu menyakitkan. Tapi sekeras kepala itu Gema menolak berdalih trauma yang terus mengitari. Hingga Gema manfaatkan banyak waktu untuk bersenang-senang sebagai alasan. Siapa yang ingin menyangka jika kehadiran Alara cukup menyita waktunya?Bahkan hatinya sudah tidak bisa Gema tanyakan kabarnya. Semuanya terasa benar dan memang ini yang harus Gema lalui. Tapi melihat Alara yang begitu gigih dengan perjanjian yang diajukan, Gema penasaran. Ada kisah apa di balik mata canti
Bahtiar Gema bukan ingin bersikap kepo. Tahu batasannya dan sadar ada sekat yang selalu Alara Senja ciptakan. Entah apa itu, tapi menemukan sebuah buku catatan yang tersembunyi, jiwa Gema menggelora. Meronta ingin tahu dan tangannya bergerak cepat membolak-balikkan halaman per halaman.Di awali dengan:‘Sejak kamu pergi, aku hampir lupa caranya untuk membuka hati kembali. Tanpamu, aku merasa sepi. Mungkin ini terlihat kekanak-kanakan. Tapi begitulah adanya. Kamu yang dulunya menjadi tujuanku untuk menggapai sesuatu. Sekarang, kamu sudah tak ada lagi. Sekarang, aku hanya berkawan dengan luka-luka dan kesunyian.’Baik. Gema menghela napas perlahan. Tahu bahwa isi dalam coretan tangan itu banyak dirinya temukan berlalu lalang di dunia maya. Tapi seakan-akan memang sangat pas di kehidupan yang saat ini Alara jalani. Sebenarnya, tujuan macam apa yang sedang diraihnya sehingga kehilangan mampu membuatnya terpuruk?Pergi yang dimaksud juga ke manakah itu?Kenapa hal sesederhana ini tidak bis