Home / Romansa / Menikah dengan Musuh / 8. Little white lie

Share

8. Little white lie

Author: Pandanello
last update Last Updated: 2021-05-11 13:47:20

"Dav, bentar deh." Putri memanggil Davin yang hendak keluar kamar.

Setelah Davin berhenti, Putri berjalan mendekat dan tak disangka-sangka, dia langsung mengancingkan jas navy yang dikenakan Davin sambil tersenyum manis. Davin menatap Putri sesaat, kemudian balas tersenyum. Di belakang mereka, Kaori mengamati sambil mendelik sebal.

Apaan sih, Putri! Sok-sokan manis gitu ke Davin! Sori ya, bukannya cemburu atau apa. Kaori tidak mau saja kalau Putri dengan bodohnya ikut jatuh pada modusnya Davin, lalu bukan tak mungkin mereka akan berakhir di atas ranjang. Sebenarnya, tidak masalah Davin mau kencan dengan siapa saja, asalkan itu bukan sahabatnya.

"Okey, udah," kata Putri kemudian.

"Thanks," balas Davin sekenanya dan berlalu.

"Oi!" Kaori langsung mencolek pundak sahabatnya itu. "Ngapain lo ngurusin dia?"

"Kenapa, sih?" Putri mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Biar dia kelihatan rapih aja. Eh, Ri, Davin tuh beneran ganteng banget ya? Mukanya itu loh, bersih banget. Untung aja tadi gue nggak khilaf buat elus-elus."

"Gila ya lo! Jangan coba-coba deh, Put. Davin itu bisa aja manfaatin kebucinan lo."

"Gue lihat-lihat, Davin nggak seburuk itu. Dia itu perfect husband banget tau, Ri," ujar Putri dengan wajah berbinar-binar.

Kaori menggeleng tak percaya. "Perfect apaan sih? Orang tengil kayak gitu juga."

"Hahaha, bodo amat sih. Gue rela jadi pelakor kalo lakinya kayak Davin."

Sejenak, Kaori termangu, mencoba memahami apa yang dikatakan Putri barusan. Ketika Putri mulai melangkah, Kaori menahan pergelangan tangannya.

"Nggak apa-apa, Put. Kalo lo mau, lo bisa ambil Davin dari gue. Seenggaknya, itu bisa jadi alasan gue besok buat ninggalin Davin kalo ditanya."

Putri tersenyum. "Satu tahun, Ri. Lo nggak akan bisa menebak apa yang akan terjadi selama itu di dalam pernikahan kontrak kalian. Cinta, bisa datang kapan aja. Dan kalo saat itu tiba, gue yakin, lo nggak akan lepasin Davin buat gue."

Kaori tergelak. "Enggak, enggak. Gue bukan tipikal orang yang mudah jatuh cinta, apalagi sama cowok kayak Davin."

"Okey, terserah lo. Kita lihat aja nanti. Seiring berjalannya waktu, lo akan tahu seperti apa Davin sebenarnya. Mungkin aja, dia nggak seburuk yang selama ini lo pikirkan."

"Terserah deh. Lo puji aja terus dia." Kaori lantas beranjak, meninggalkan Putri yang kemudian mengulum senyum penuh arti.

***

Malam harinya, pada saat menjelang tidur, baik Davin dan Kaori masih saja adu bacot mengenai siapa yang berhak tidur di atas ranjang malam ini.

"Kemarin kan lo udah. Sekarang gantian dong gue yang tidur di sini!" Davin tidur terlentang di atas kasur. Tak dipedulikannya air muka Kaori yang siap menerkamnya.

"Bukannya lo kemarin curang, ya? Bangun-bangun aja lo udah di samping gue. Itu artinya, kemarin lo juga udah tidur di situ!"

"Kemarin gue kedinginan, makanya gue pindah ke sini."

"Nggak mau tau, pokoknya, lo tidur di sofa sekarang juga! Pindah nggak?!" Kaori menarik-narik kaki Davin, namun cowok itu justru berpegangan di kepala ranjang, sehingga usaha Kaori untuk menjatuhkan Davin sia-sia.

Capek berdebat dengan cowok nggak punya hati seperti Davin, akhirnya Kaori mengalah. Dia lantas mengambil selimut, satu buah bantal, lalu berjalan menuju sofa. Davin melihatnya, dan memutuskan untuk bersikap bodo amat. Dia lalu membelakangi Kaori dan mencoba untuk tidur.

Di sisi lain, Kaori naik ke sofa, merebahkan tubuhnya di sana dengan kesal.

Dasar cowok nggak punya hati! Teganya dia membiarkan cewek secantik Kaori tidur di sofa sekecil ini. Benar-benar minta disedot tuh ubun-ubun.

Davin nyebelin, nyebelin, nyebeliiiiin! Kaori tak henti-hentinya menghujat Davin dalam hati.

*

Satu jam kemudian, Davin mulai merasa kedinginan lantaran tak ada selimut yang bisa dipakainya. Dia lantas bangkit mendekati Kaori yang sudah tertidur pulas. Dipandanginya wajah Kaori dengan perhatian penuh.

"Nyebelin sih, tapi kasihan juga." Perlahan-lahan, Davin mengangkat Kaori, menggendongnya menuju ranjang. "Berat banget sih nih cewek! Kebanyakan ngemil batu kali, ya?"

Sialnya, pada saat Davin membaringkan tubuh Kaori ke atas spring bed, keseimbangannya kacau dan tak sengaja ia justru mencium Kaori, nyaris di bibirnya.

Selama beberapa detik, Davin tidak bergerak, was-was dengan reaksi Kaori. Bagaimana kalau Kaori bangun dan melihat posisi mereka saat ini? Davin tidak mau kalau dirinya dituduh yang bukan-bukan lagi. Tapi, untungnya saja, Kaori tidak terbangun. Davin lantas bangkit dengan perasaan lega. Namun, godaan lagi-lagi datang. Matanya menangkap sepasang gundukan yang agak menyembul dari balik piyama yang dikenakan Kaori.

Kaori itu, sebenarnya cantik. Berkulit kuning langsat dengan bentuk tubuh yang sintal. Rambutnya panjang bergelombang melewati punggung. Di kampus dulu, Kaori termasuk gadis yang sering diperbincangkan. Banyak teman sekelas mereka yang ingin mendekatinya, namun sayang, kala itu Kaori sudah menjadi pacar Kafka.

Dan pada malam hari ini, Davin merasa, ia melihat sisi Kaori yang berbeda. Ia terlihat sangat polos, lembut, dan seksi...

Davin merasakan ada sesuatu di dalam dirinya yang tengah hidup. Ketika Davin menoleh ke bawah, ah, sial, sesuatu itu lagi-lagi bangun. Namun kali ini terjadi secara alami, bukan karena obat kuat yang diberikan maminya kemarin.

Sebenarnya, menyentuh Kaori tidaklah dosa. Dia istrinya. Tapi...

Davin menggelengkan kepalanya. Dia lalu menyelimuti Kaori. Setelah itu, Davin beranjak mendekati sofa, lalu tidur di sana, memeluk guling. Dingin tak lagi dihiraukannya. Yang terpenting, dia berjauhan dengan Kaori yang tak disangka-sangka mampu membangkitkan hasratnya.

Jika terus seperti ini, Davin ragu apakah selama satu tahun pernikahan nanti, dia bisa melewatinya dengan aman. Davin khawatir tak bisa menahan dirinya untuk tidak menyentuh Kaori. Bagaimana pun juga, dia adalah pria normal dan Kaori adalah istrinya. Bisa saja, dia khilaf suatu hari nanti.

***

Keesokan paginya, ketika Kaori bangun dari tidurnya, dia terkejut mendapati dirinya berada di atas kasur, sementara Davin ada di sofa. Padahal, kemarin malam, Kaori yang tidur di sana. Apa Davin yang memindahkannya ke ranjang? Kok bisa? Kenapa?

Kaori turun dari ranjang, membuka jendela kamar sehingga cahaya matahari masuk sepenuhnya sehingga Davin terbangun.

"Tadi malem lo ya yang mindahin gue?" tanya Kaori.

"Lo pikir siapa? Nggak mungkin setan, kan? Ya guelah."

"Mungkin aja sih, kalo setannya masuk ke tubuh lo."

"Sekali-kali bilang makasih."

"Makasih ya udah sadar diri. Emang seharusnya gue yang tidur di sana."

Davin mendecih. Tiba-tiba merasa menyesal karena sudah bersikap baik. Toh, Kaori tak peduli sama sekali.

"Tapi, lo tadi malem nggak ngapa-ngapain gue, kan?" Kaori mengangkat alisnya, curiga.

Davin mengerjapkan matanya. "Ya enggaklah!"

Kaori mengangkat bahu. "Okey."

Untungnya, Kaori percaya begitu saja. Kalau saja dia tahu Davin tak sengaja menciumnya tadi malam, mungkin Davin sudah dikebiri sama dia.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah dengan Musuh   40. Rujuk

    "Berapa kali gue bilang, jangan bawa sepatu ke dalam kamar!" Davin yang pagi menjelang siang itu masih berada di atas ranjang, perlahan membuka matanya karena samar-samar mendengar ada suara. Suara milik seseorang yang belakangan ini membuatnya sulit makan dan tidur. Seseorang yang dia rindukan siang dan malam. Dan satu-satunya orang yang mampu memporak-porandakan hatinya. "Itu juga isi lemari berantakan banget! Kalo ngambil apa-apa itu ditarik, jangan diangkat!" Suara itu terdengar semakin nyata. Davin sontak terduduk, kemudian melihat sekitar. Tepat di depan lemari pakaiannya, Kaori berdiri menghadapnya dengan bertolak pinggang. "Rumah berantakan! Sampah-sampah makanan berserakan! Bukannya dibersihin malah dibiarin!" Davin mengerjapkan matanya. Itu.... Kaori? "Habis pake handuk itu, digantung di tempatnya. Masa yang gitu-gitu harus diingetin mulu, sih?" Sesaat Davin terpelongo, mengucek mata berkali-kali lalu dengan tiba-tiba

  • Menikah dengan Musuh   39. Setelah talak

    "Ri.... Kamu kenapa? Mama perhatikan sudah seminggu ini kamu di kamar aja. Nggak mau keluar gitu jalan-jalan? Shopping, yuk, sama Mama?" bujuk Bella.Sudah seminggu Kaori terlihat murung. Dia lebih suka mengurung diri di dalam kamarnya sejak dia dan Davin bercerai. Hal itu tentu saja membuat Bella merasa khawatir, dia takut kalau lama-lama dibiarkan anaknya itu malah jadinya stres lantaran terlalu larut dalam kesedihan. Belum lagi Kaori juga jarang makan. Bagaimana kalau nanti dia sakit?Sampai sekarang pun, setiap ditanya apa alasan sebenarnya yang membuat mereka berpisah, Kaori tidak menjawabnya."Enggak pa-pa, Ma. Lagi males aja."Kaori juga sudah berhenti bekerja dan memutuskan untuk membuka usaha sendiri, yaitu membuat sebuah wedding organizer."Ri, tau nggak? Mama sama Papa dulu juga sempat berpisah, loh. Waktu itu kamu masih berumur dua tahun."Kaori terkesiap mendengarnya. "Mama serius?""Iya, Papamu itu jatuhkan talak ke Mama

  • Menikah dengan Musuh   38.

    Di kedai kopi miliknya, Davin duduk di meja paling pojok dekat jendela bersama Putri. Mereka memang sudah membuat janji untuk bertemu di sana sebelum jam makan siang.Davin memandangi undangan berwarna gold di tangannya lama-lama sambil tersenyum. Huruf inisial P & D jelas terpampang di bagian depannya, didesain sedemikian rupa sehingga tampak elegan.Davin tidak menyangka bahwa sebentar lagi Putri akan menjadi seorang istri, sementara dirinya baru saja menjadi duda. Kadang-kadang, takdir memang selucu itu.Diliriknya Putri yang tiba-tiba melepaskan cincin berlian yang melingkar di jari manisnya."Gue nggak bisa, Dav. Gue benar-benar nggak bisa," kata Putri sambil menggeleng kuat."Kenapa? Jangan dilepas cincinnya!" Davin menarik tangan Putri dan kembali memasukkan cincin tersebut ke jarinya. "Jangan sia-siakan orang yang sayang sama lo."Putri menarik napas dalam, memandangi jarinya yang tersemat cincin permata. "Tapi, gue nggak—"

  • Menikah dengan Musuh   37. Hari terakhir

    Hari ini, adalah hari terakhir pernikahan Kaori dan Davin. Mereka menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, persis seperti yang mereka lakukan beberapa bulan yang lalu. Pergi ke pantai, menonton film di bioskop, dan makan di tempat yang romantis.Namun, pada hari itu, Kaori tidak se-happy kemarin. Dia lebih banyak melamun, dan tentu saja hal itu membuat Davin bertanya-tanya. Meskipun kadang-kadang ada tawa yang keluar dari mulut Kaori, Davin bisa merasakan ada sesuatu di sana, tepat di matanya, yang seperti tidak sinkron dengan apa yang dilakukannya.Hingga malam pun tiba. Saat itu hujan lebat ketika mereka sampai di rumah. Keduanya sempat terkena hujan lantaran tadi berlari menuju mobil. Menunggu hujan reda punpasti akan memakan waktu yang lama, itu sebabnya mereka memilih menembus hujan demi tiba di dalam mobil lalu bergegas pulang.Di depan cermin besar di dalam kamarnya, Kaori bisa melihat kemunculan Davin yang

  • Menikah dengan Musuh   36.

    ****Tepat jam sepuluh malam, Davin pulang ke rumah. Biasanya, jam-jam seperti itu Kaori sudah mengunci pintu jika Davin pulang agak telat. Namun tadi, sewaktu Davin memasukkan kunci cadangan, pintu itu justru membuka ketika Davin tak sengaja mendorongnya."Ck! Kebiasaan banget Kaori nggak ngunci pintu. Padahal ini kan udah malam," gerutu Davin lalu melangkah masuk.Disampirkannya kemejanya yang tadi dipakainya ke bahu lalu celingukan, mencari keberadaan Kaori.Sebelum memanggil nama Kaori, Davin sudah lebih dulu mendapati wanita itu tengah tertidur pulas di atas sofa tepat di depan TV."Tuh, kan! Kebiasaan banget tidur pas pintu nggak dikunci gitu. Kalau ada orang jahat, gimana coba?" ujar Davin lalu mengambil posisi bertimpuh di sisi Kaori dan memandangi wajahnya lama-lama."Semoga setelah semuanya berakhir, lo dipertemukan sama orang yang tepat.

  • Menikah dengan Musuh   35. Sweet

    DAVIN penggemar film action, tetapi pada saat Kaori memintanya untuk menonton film komedi romantis, Davin mengiyakannya. Davin sebenarnya sudah akan menolak, namun tidak mungkin juga merusak suasana hati Kaori yang sedang baik hari ini. Lagipula, sebelum ke sini, Kaori juga sudah bilang kalau dia akan menonton film dengan genre itu. Jadi, ya sudahlah, tujuan liburan kilat ini kan juga buat Kaori….Tapi, masalahnya…. Davin tidak mengira kalau akan ada banyak adegan mantap-mantap di film yang akan mereka tonton itu. Bukan hanya memperlihatkan kedua pasangan yang nyaris telanjang, juga adegan ranjang yang benar-benar membuat darah Davin berdesir dan setika dia merasa suhu di ruang bioskop itu menjadi meningkat. Belum lagi suara desahan yang membuat Davin berkali-kali menahan napasnya.Davin melirik Kaori yang tampak serius menyaksikan adegan ciuman yang sedang berlangsung. Matanya tidak berkedip sama sekali dan dia tampak terkag

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status