/ Romansa / Menikah dengan Musuh / 9. Tiket bulan madu

공유

9. Tiket bulan madu

작가: Pandanello
last update 최신 업데이트: 2021-05-11 13:47:59

Setelah resepsi hari ketiga selesai diadakan dengan konsep yang sama dan berkesan mewah, rencananya mereka semua akan kembali ke Jakarta pada hari ini. Namun, sebelum itu, Kintan dan Bella meminta mereka semua untuk berkumpul. Katanya, ada sesuatu hal penting yang ingin mereka sampaikan. Entah apa.

“Jadi, Mami mau kasih kejutan buat kalian berdua!” seru Kintan dengan semangat.

“Kejutan apa, Mi?” tanya Davin, penasaran.

Kintan tersenyum lebar, begitu pun dengan yang lainnya.

“Mami sama Papi udah beliin tiket bulan madu ke sepuluh negara untuk kamu dan Kaori!”

Kaori terbatuk-batuk, tersedak minuman yang sedang diteguknya ketika ibu mertuanya itu berbicara.

“HA? Sepuluh negara?” seru Davin, terkejut.

“Waaaah! Enak banget sih jalan-jalan gratis!” timpal Disha, adik perempuan Davin.

“Aku juga mau dong!” Giliran Karel, adik laki-laki Kaori yang duduk di bangku tahun ketiga di SMA yang berkomentar.

“Iya, Rel, ikut aja, yuk!” kata Disha pada Karel.

“Gue sih, ayok aja,” ucap Karel.

“Hei, hei, kalian ngomong apa, sih? Ini tuh kado spesial dari Mami buat Kak Kaori dan Mas Davin. Kalian nggak usah ikut-ikutan deh.”

“Yah, Mami.... Sesekali doang, Mi. Lagian itu banyak banget sih sampe sepuluh negara. Itu namanya mubazir tau, Mi,” tukas Disha tak terima.

“Nanti kalau kamu udah nikah, Mami juga pasti kasih tiket bulan madu juga ke sepuluh negara.”

“Idih, apaan, sih? Aku kan masih sekolah, masa Mami ngomongnya gitu.” Disha memasang wajah cemberut yang langsung ditertawai oleh Davin.

“Maaf, Mi, tapi Disha bener deh. Kayaknya kalo sepuluh negara itu, kebanyakan. Capek kan harus terbang sana, terbang sini,” sambung Kaori.

Kalau saja bulan madunya bukan dengan Davin, Kaori tidak akan menolak hadiah itu, sumpah. Bayangin deh, honeymoon ke sepuluh negara? Gratis pula! Siapa yang nggak mau? Uuuuh, Kaori pengen deeeeh. Tapi, kalau sama Davin? Idiih, ogaaaah! Sekian dan terima kasih.

“Iya, Mi, kebanyakan. Lagian aku juga banyak kerjaan besok.”

“Ya ampun kalian ini gimana, sih? Ini kan momen spesial di pernikahan kalian. Harusnya, kalian meluangkan waktu untuk jalan-jalan bareng, quality time gitu loh. Lagian, urusan kerjaan udahlah entar-entar aja. Yang penting, kalian honeymoon dulu. Okey?”

“Tapi, Mi—“

Ucapan Kaori dan Davin langsung dipotong begitu saja oleh Kintan dengan tegas. “Nggak ada tapi-tapian, ya. Mami udah beli semua tiketnya, tinggal kalian atur aja waktu kapan mau perginya. Mami rasa sebulan cukup deh buat keliling sepuluh negara.”

Kaori dan Davin saling melempar pandang. Bingung bagaimana harus menolaknya. Tapi, sepertinya keputusan itu sudah bulat, dan mau tak mau mereka memang harus menerimanya.

“Jangan ditolak dong, Kaori, Davin… itu kan hadiah dari Mami Kintan. Dia udah siapin itu dari jauh-jauh hari loh.” Bella buka suara.

Kaori memaksakan seulas senyum. “Ya udah, Kaori mau kok. Iya, kan, Dav? Kamu juga mau, kan?” tanya Kaori pada Davin yang tampak kaget dengan pertanyaan Kaori tersebut.

“Oh?” Davin terbata. “Oke, oke, aku mau. Makasih, ya, Mi, Pi….”

Kintan tersenyum puas. “Kami harap, pulang dari honeymoon, kalian bawa kabar baik buat kami semua, hehehe.”

Davin dan Kaori kembali berpandangan dan sama-sama tersenyum. Tapi, baik Kaori dan Davin sama-sama tahu apa maksud senyuman mereka itu.

*

“Gimana dong, nih? Gue nggak mau pergi,” ujar Kaori, setelah mereka berada di dalam kamar.

“Gue juga. Lo aja sana yang pergi, ajak siapa kek.”

“Ya nggak bisa dong, Dav. Gimana sih lo!"

“Terus, maunya gimana? Lo mau honeymoon sama gue? Enggak, kan? Pasti lo mendingan jadi monyet ketimbang pergi bulan madu sama gue. Pasti.”

“Ya nggak jadi monyet jugalah!” ujar Kaori sengit.

“Ya udah, gini deh. Kita refund aja tiketnya."

Kaori menganga. "HA? Entar kalo mereka tau gimana? Habislah kita."

"Ya jangan sampe taulah. Pokoknya, biar masalah ini gue yang urus."

"Yakin lo?"

"Yakin," tandas Davin.

Kaori bernapas lega. Baiklah, mungkin tidak ada salahnya dia mempercayai Davin. Toh, ini demi kebaikan mereka berdua. Kaori memang sedih kehilangan kesempatan untuk berlibur ke luar negeri, akan tetapi, rasanya tak nyaman jika harus pergi bersama Davin yang super menyebalkan itu. Bukan tidak mungkin jika Davin melakukan yang tidak-tidak padanya jika mereka berada dalam satu kamar terus-menerus. Buktinya saja, kemarin dia nekat mencium Kaori. Bisa saja kan besok-besok, dia melakukan hal yang lebih lagi?

***

Satu minggu kemudian...

Booking tiket sudah dibatalkan. Kaori dan Davin, diam-diam tinggal di Puncak, di villa pribadi milik Davin. Ponsel sengaja mereka matikan selama di sana demi menghindari telepon dari keluarga. Hanya sekali Davin menelepon dan mengatakan kalau mereka baik-baik saja dan sedang menikmati honeymoon. Untungnya saja, Kintan percaya. Davin memang sudah mengatur semuanya dengan sangat baik sehingga pembatalan tiket pesawat pun bisa diatur tanpa sepengetahuan Kintan. Davin sudah mengambil alih semua pengurusannya sebelum mereka meninggalkan Bali.

"Nyet!" Davin tiba-tiba muncul di belakang Kaori yang sedang menonton.

"Apaan?" tanya Kaori malas-malasan.

"Masakin gue mi rebus dong. Laper nih!"

"Enak aja! Lo pikir gue siapa lo suruh-suruh?"

"Istri guelah. Belajar jadi istri yang baik kenapa, sih! Kan, kalo pun entar lo punya jodoh, lo udah tau caranya ngelayani suami dengan baik dan benar."

"Itu mah gampang, nggak usah lo ajarin," ucap Kaori, seolah tak peduli dengan khotbah penting Davin.

Davin mendecih, lantas melompat ke sofa dan langsung merebahkan tubuhnya di sana, dengan kepala berada di atas paha Kaori.

"Ihhh! Ngapain sih lo?!" Kaori terkesiap, sambil menoyor-noyor kepala Davin yang ada di pahanya.

Davin menggeleng. "Nggak. Sebelum lo masakin gue mi rebus."

"Ya elah! Manja banget, sih?!"

"Bodo amat." Davin menyeringai.

"Ya ampun! Iya, iya gue masakin! Minggir dulu sana!" Kaori mendorong Davin sampai-sampai cowok itu jatuh ke karpet bulu yang ada di kaki sofa.

"Brutal banget sih jadi cewek?" ucap Davin seraya bangkit.

Kaori hanya mendelik dan pergi menuju dapur. Setibanya di dapur, dia mulai memasak mi instan untuk Davin. Davin mengamatinya, secara diam-diam tentunya. Seminggu tinggal bersama, pertengkaran pun kerap terjadi. Kaori kesal dengan kebiasaan Davin yang tidak menaruh sepatu ataupun sandal di tempatnya, begitu pun dengan handuk, dan pakaian kotor. Kebiasaannya tersebut tentu saja bertentangan dengan Kaori yang perfeksionis dan higienis.

Kaori mencintai kebersihan dan kerapihan. Itu sebabnya, dia sering mengomeli Davin kalau-kalau cowok itu membuang puntung rokoknya sembarangan, meskipun itu di halaman rumah sekali pun.

"Apa susahnya sih buang ke tong sampah doang?" tegur Kaori suatu pagi ketika dilihatnya Davin melemparkan puntung rokok ke halaman yang baru saja Kaori bersihkan.

"Mager," jawab Davin enteng.

Dan melayanglah satu buah sandal jepit ke kepala Davin. Sejak hari itu, Davin selalu membuang puntung rokoknya ke bawah meja, ataupun sekat-sekat tersembunyi yang tidak mungkin terlihat oleh Kaori jika dia tidak memeriksanya. Tapi, karena Kaori sangat jeli, Kaori selalu menemukannya dan dia akan langsung marah-marah pada Davin dan mengancam akan mengebirinya jika masih melakukan perbuatan jorok itu.

Dan sejak hari itu pula, Davin bertekad untuk memakan habis puntung rokoknya.

"Nih, habisin!" ucap Kaori, meletakkan satu mangkuk mi rebus ke atas meja di depan Davin.

"Makasih, Beb," balas Davin dengan senyum manis yang dibuat-buat.

Kaori merespons dengan mendelik sebal.

Tak disangka-sangka, terdengar suara dering ponsel dari bawah bantal di samping Kaori. Kaori mengambilnya dan betapa terkejutnya dia begitu melihat layar ponselnya.

"Mati, Dav! Mami ngajak video call!"

"HA? Mati." Davin lantas merebut ponsel milik Kaori tersebut dan melihat nama yang tertera di layarnya. "Gimana dong? Lo ngapain sih pake ngaktifin HP segala? Kan gue udah bilang, nggak usah ngidupin Hp selama kita di sini."

"Ya tadi tuh, gue lagi ini...." Kaori tampak bingung bagaimana cara menjelaskannya. Apa reaksi Davin kalau Kaori bilang dia baru saja chatting-an dengan Kafka?

"Okey, matiin aja!" Davin langsung menekan tombol merah dan lekas-lekas menonaktifkan ponsel tersebut.

Beberapa detik kemudian, setelah hening sempat menyergap, Kaori buka suara. "Lo merasa bersalah nggak sih, Dav?"

Davin menoleh menatap Kaori. "Ya jelaslah gue ngerasa bersalah. Tapi, ini juga keinginan lo, kan? Semua ini terjadi gara-gara lo. Lo yang minta gue terima perjodohan ini. Dan semua kebohongan ini, lo yang ciptakan." Davin lantas menyerahkan ponsel milik Kaori dan beranjak dari sana.

Eh? Dia marah? Cuih, baperan.

***

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Menikah dengan Musuh   40. Rujuk

    "Berapa kali gue bilang, jangan bawa sepatu ke dalam kamar!" Davin yang pagi menjelang siang itu masih berada di atas ranjang, perlahan membuka matanya karena samar-samar mendengar ada suara. Suara milik seseorang yang belakangan ini membuatnya sulit makan dan tidur. Seseorang yang dia rindukan siang dan malam. Dan satu-satunya orang yang mampu memporak-porandakan hatinya. "Itu juga isi lemari berantakan banget! Kalo ngambil apa-apa itu ditarik, jangan diangkat!" Suara itu terdengar semakin nyata. Davin sontak terduduk, kemudian melihat sekitar. Tepat di depan lemari pakaiannya, Kaori berdiri menghadapnya dengan bertolak pinggang. "Rumah berantakan! Sampah-sampah makanan berserakan! Bukannya dibersihin malah dibiarin!" Davin mengerjapkan matanya. Itu.... Kaori? "Habis pake handuk itu, digantung di tempatnya. Masa yang gitu-gitu harus diingetin mulu, sih?" Sesaat Davin terpelongo, mengucek mata berkali-kali lalu dengan tiba-tiba

  • Menikah dengan Musuh   39. Setelah talak

    "Ri.... Kamu kenapa? Mama perhatikan sudah seminggu ini kamu di kamar aja. Nggak mau keluar gitu jalan-jalan? Shopping, yuk, sama Mama?" bujuk Bella.Sudah seminggu Kaori terlihat murung. Dia lebih suka mengurung diri di dalam kamarnya sejak dia dan Davin bercerai. Hal itu tentu saja membuat Bella merasa khawatir, dia takut kalau lama-lama dibiarkan anaknya itu malah jadinya stres lantaran terlalu larut dalam kesedihan. Belum lagi Kaori juga jarang makan. Bagaimana kalau nanti dia sakit?Sampai sekarang pun, setiap ditanya apa alasan sebenarnya yang membuat mereka berpisah, Kaori tidak menjawabnya."Enggak pa-pa, Ma. Lagi males aja."Kaori juga sudah berhenti bekerja dan memutuskan untuk membuka usaha sendiri, yaitu membuat sebuah wedding organizer."Ri, tau nggak? Mama sama Papa dulu juga sempat berpisah, loh. Waktu itu kamu masih berumur dua tahun."Kaori terkesiap mendengarnya. "Mama serius?""Iya, Papamu itu jatuhkan talak ke Mama

  • Menikah dengan Musuh   38.

    Di kedai kopi miliknya, Davin duduk di meja paling pojok dekat jendela bersama Putri. Mereka memang sudah membuat janji untuk bertemu di sana sebelum jam makan siang.Davin memandangi undangan berwarna gold di tangannya lama-lama sambil tersenyum. Huruf inisial P & D jelas terpampang di bagian depannya, didesain sedemikian rupa sehingga tampak elegan.Davin tidak menyangka bahwa sebentar lagi Putri akan menjadi seorang istri, sementara dirinya baru saja menjadi duda. Kadang-kadang, takdir memang selucu itu.Diliriknya Putri yang tiba-tiba melepaskan cincin berlian yang melingkar di jari manisnya."Gue nggak bisa, Dav. Gue benar-benar nggak bisa," kata Putri sambil menggeleng kuat."Kenapa? Jangan dilepas cincinnya!" Davin menarik tangan Putri dan kembali memasukkan cincin tersebut ke jarinya. "Jangan sia-siakan orang yang sayang sama lo."Putri menarik napas dalam, memandangi jarinya yang tersemat cincin permata. "Tapi, gue nggak—"

  • Menikah dengan Musuh   37. Hari terakhir

    Hari ini, adalah hari terakhir pernikahan Kaori dan Davin. Mereka menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, persis seperti yang mereka lakukan beberapa bulan yang lalu. Pergi ke pantai, menonton film di bioskop, dan makan di tempat yang romantis.Namun, pada hari itu, Kaori tidak se-happy kemarin. Dia lebih banyak melamun, dan tentu saja hal itu membuat Davin bertanya-tanya. Meskipun kadang-kadang ada tawa yang keluar dari mulut Kaori, Davin bisa merasakan ada sesuatu di sana, tepat di matanya, yang seperti tidak sinkron dengan apa yang dilakukannya.Hingga malam pun tiba. Saat itu hujan lebat ketika mereka sampai di rumah. Keduanya sempat terkena hujan lantaran tadi berlari menuju mobil. Menunggu hujan reda punpasti akan memakan waktu yang lama, itu sebabnya mereka memilih menembus hujan demi tiba di dalam mobil lalu bergegas pulang.Di depan cermin besar di dalam kamarnya, Kaori bisa melihat kemunculan Davin yang

  • Menikah dengan Musuh   36.

    ****Tepat jam sepuluh malam, Davin pulang ke rumah. Biasanya, jam-jam seperti itu Kaori sudah mengunci pintu jika Davin pulang agak telat. Namun tadi, sewaktu Davin memasukkan kunci cadangan, pintu itu justru membuka ketika Davin tak sengaja mendorongnya."Ck! Kebiasaan banget Kaori nggak ngunci pintu. Padahal ini kan udah malam," gerutu Davin lalu melangkah masuk.Disampirkannya kemejanya yang tadi dipakainya ke bahu lalu celingukan, mencari keberadaan Kaori.Sebelum memanggil nama Kaori, Davin sudah lebih dulu mendapati wanita itu tengah tertidur pulas di atas sofa tepat di depan TV."Tuh, kan! Kebiasaan banget tidur pas pintu nggak dikunci gitu. Kalau ada orang jahat, gimana coba?" ujar Davin lalu mengambil posisi bertimpuh di sisi Kaori dan memandangi wajahnya lama-lama."Semoga setelah semuanya berakhir, lo dipertemukan sama orang yang tepat.

  • Menikah dengan Musuh   35. Sweet

    DAVIN penggemar film action, tetapi pada saat Kaori memintanya untuk menonton film komedi romantis, Davin mengiyakannya. Davin sebenarnya sudah akan menolak, namun tidak mungkin juga merusak suasana hati Kaori yang sedang baik hari ini. Lagipula, sebelum ke sini, Kaori juga sudah bilang kalau dia akan menonton film dengan genre itu. Jadi, ya sudahlah, tujuan liburan kilat ini kan juga buat Kaori….Tapi, masalahnya…. Davin tidak mengira kalau akan ada banyak adegan mantap-mantap di film yang akan mereka tonton itu. Bukan hanya memperlihatkan kedua pasangan yang nyaris telanjang, juga adegan ranjang yang benar-benar membuat darah Davin berdesir dan setika dia merasa suhu di ruang bioskop itu menjadi meningkat. Belum lagi suara desahan yang membuat Davin berkali-kali menahan napasnya.Davin melirik Kaori yang tampak serius menyaksikan adegan ciuman yang sedang berlangsung. Matanya tidak berkedip sama sekali dan dia tampak terkag

  • Menikah dengan Musuh   34. Rival

    "Mama sakit apa, Ma? Kok baru bilang sama Kaori kalau Mama lagi sakit?" Kaori duduk di sisi ranjang ibunya dan menangis."Kolesterol Mama kemarin tinggi, Ri. Tapi, sekarang udah nggak lagi, kok. Kamu ngapain malam-malam ke sini? Pasti disuruh papa, ya?"Kaori berhenti menangis lalu menggenggam jemari ibunya yang mulai keriput meski wajahnya masih menawan."Maaf, ya, Ma, belakangan ini Kaori sibuk kerja dan jarang ke sini. Kaori jarang perhatiin Mama dan Papa.""Kamu kok ngomongnya gitu sih, Ri? Kamu kan sekarang udah jadi seorang istri, kamu harus lebih memprioritaskan suami kamu.""Tapi, kalau lihat Mama sakit gini, Kaori nggak tega. Rasanya nggak mau jauh-jauh dari Mama.""Namanya Mama ini sudah tua, Ri. Ya wajarlah kalau sakit-sakit sedikit.""Mana pasti makannya sembarangan, ya? Kaori kan udah bilang, jangan sering makan-makanan yang mengandung koleste

  • Menikah dengan Musuh   33. Just

    Cafe milik Evan terlihat ramai selama lima bulan terakhir ini. Setelah melakukan renovasi dan menambah beberapa menu baru seperti yang disarankan Kaori, cafe ini menunjukkan kemajuan yang signifikan. Evan benar-benar berterima kasih pada Kaori karena sudah membawa angin segar untuk cafenya yang sudah dirintisnya sejak dua tahun lalu itu."Ri, thanks, ya? Gara-gara lo cafe gue jadi rame lagi, hehehe," kata Evan dengan wajah sumringah. "Gue juga udah naikin gaji kalian. Nih, gaji lo bulan ini!" Evan mengangsurkan sebuah amplop pada Kaori.Namun, seperti biasanya, Kaori justru mengembalikan amplop berisi upahnya itu ke hadapan Evan."Gue titip buat Sista, ya? Tapi seperti biasa, jangan bilang kalo itu dari gue.""Ri, sejak lo kerja sama gue, lo nggak pernah mau terima gaji dari gue. Lagian, lo kok baik banget sih sama Sista?"Apa yang dikatakan Evan, benar adanya. Sudah hampir setengah tahun

  • Menikah dengan Musuh   32. Debaran

    Kaori sedang mengambil minum di dapur ketika dia mendengar suara pintu diketuk. Ditaruhnya cangkir yang sudah kosong ke atas meja makan lalu dia berjalan menuju pintu sambil mengira-ngira siapa yang datang.Itu pasti Davin, siapa lagi, pikirnya."Davin?" seru Kaori, memastikan. Namun anehnya tidak ada jawaban.Kaori mulai deg-degan, apalagi mengingat obrolannya dan Davin beberapa saat yang lalu di telepon. Mana Davin sempat menakut-nakutinya pula.Meskipun tidak ada jawaban, pintu itu masih diketuk dari luar. Kali ini agak keras dan tidak sabaran."Davin, itu elo, kan?!" tanya Kaori dengan nada tinggi sambil menempelkan telinganya ke pintu.Kok nggak ada yang jawab, sih? Jangan-jangan....Maling?Tapi, mana ada maling yang ngetuk pintu targetnya sebelum ngerampok.Ini pasti....Kaori memberanikan diri untuk mengintip ke luar melalui jendela kaca di sisi pintu. Di depan pagar rumahnya tampak ada sebuah gerobak baks

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status