Share

Menikah dengan Pariban
Menikah dengan Pariban
Penulis: Onynaga

1

"Pokoknya, aku nggak mau Kek!" Tolak Agha pada kakeknya.

Agha Hasiholan Putra Zerrin, sang pewaris dari Artha Company, biasa dipanggil dengan Agha. Bertubuh tinggi tegap dengan warna mata kecoklatan, hidung mancung, dan rambut berwarna pirang. Dia memiliki seorang kakak perempuan, usianya beda 2 tahun darinya. Kakaknya saat ini tinggal di Dubai dan meneruskan salah satu perusahaan milik keluarganya.

Artha Company bergerak dalam bidang perhotelan dan restoran. Sudah banyak cabang yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Perusahaan tersebut masih dipimpin oleh sang kakek, Erhan Zerrin. Pria keturunun Turki dan sudah menetap di Indonesia selama lebih 20 tahun. Menikah dengan seorang wanita cantik bernama Halime. Pernikahan mereka tak berumur panjang hanya lima tahun.

Halime meninggal setelah melahirkan anaknya yang pertama, ayah Agha. Omer Zerrin, yang kemudian menikah dengan seorang wanita asli Indonesia dari suku Batak, bernama Tiur. Namun, Omer dan Tiur juga harus menyusul sang ibunda dalam sebuah kecelakaan.

Kini hanya tinggal Kakek Erhan dan dua cucunya. Agha Zerrin dan Aylin Zerrin. Aylin sendiri sudah lama tinggal di Dubai dan berkarier di sana. Sementara Agha di Indonesia menemani sang kakek. Lebih tepatnya sih, bukan menemani karena Agha tak pernah tinggal atau tidur di rumah kakeknya, dia lebih suka tinggal di apartemennya sendiri. Menikmati hidup dengan sempurna katanya.

"Kenapa aku harus pindah? Tidak ada cara lain kek?" Agha masih tetap mengajukan penolakan.

"Harus!" Kata sang kakek dengan sedikit menahan amarahnya. Hampir 30 menit mereka berdebat. Dan sang cucu masih kekeuh dengan pendiriannya. Tidak mau menuruti perkataannya ataupun mengalah.

"Dasar keras kepala, batu karang. Apa tidak bisa kamu menuruti perkataan kakek yang satu ini?" Hampir saja dia melemparkan asbak yang ada di dekatnya. Jika tidak mengingat almarhum anaknya.

Anaknya satu-satunya harus pergi meninggalkannya dalam sebuah kecelakaan lima tahun lalu. Sebuah truk barang menabrak mobil mereka. Mobil anaknya terseret sampai 100 meter jauhnya, yang mengakibatkan sang anak meninggal di tempat. Menantunya masih bisa ditolong dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Namun, saat tiba di rumah sakit, menantunya juga ikut menyusul anaknya.

Hanya saja kalimat terakhir dari sang menantu sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, masih sempat didengarnya. Walau tidak jelas, tetapi dari gerak gerik bibirnya bisa dimengerti.

"Pah, To-long ni-kah-kan Agha de-ngan a-nak abang," hanya itu kalimat terakhir dari menantunya.

Mengingat semua kejadian lima tahun lalu, dia harus berusaha menyakinkan cucunya dan membuatnya pindah ke tempat asal menantunya. Kejadiannya sudah lama, tetapi masih terlintas begitu nyata dipikirannya.

Bagaimana tidak? Dalam waktu bersamaan anak dan menantunya pergi meninggalkannya untuk selamanya. Menyisakan luka yang teramat dalam. Hanya cucunya yang dia miliki saat ini, bagaimana dia bisa marah terhadap cucunya? 

"Gha, apapun ceritanya, bagaimanapun caranya, sekeras dan sekuat apapun kamu menolak, kamu harus tetap pindah. Ini satu-satunya cara untuk mewujudkan permintaan terakhir dari almarhum ibumu," ucap kakek dengan lembut dan setenang mungkin.

"Kakek, bisa tidak jangan pindah. Aku mana bisa tinggal di kota seperti itu, kota yang panas, bisa-bisa kulitku kering dan gersang." Agha masih tetap melakukan penolakan mencoba untuk menggoyahkan keputusan kakeknya.

"Gha," panggil kakek Erhan dengan lembut.

"Iya, Kek," Agha menjawab dengan acuh, pandangannya masih tetap ke layar gawainya.

Kakek Erhan masih berusaha untuk membujuk sang cucu, ini adalah satu-satunya cara untuk mewujudkan permintaan almarhum menantunya. Dia tahu bagaimana sifat cucunya yang tidak bisa dikerasi.

"Lihat kakek! Kamu mau jadi anak durhaka?" Entah mengapa berat rasanya mengungkapkan itu kepada sang cucu. Agha pun menggeleng, hanya itu yang bisa dia lakukan agar tidak memancing kemarahan sang kakek.

"Mungkin ini saatnya kakek mengatakannya. Karena ini adalah permintaan terakhir dari ibumu, sebelum ibumu menghembuskan nafas terakhirnya, saat ibumu dibawa ke rumah sakit ...." Kakek menjeda kalimatnya, berat rasanya mengungkapkan itu, mengingat kejadian lima tahun lalu. "Almarhum ibumu menginginkanmu agar menikah dengan anak abangnya. Itu permintaan terakhir ibumu."

"Terus apa hubungannya dengan kakek memindahkanku? Ke pelosok negeri lagi," jawab Agha masih dengan nada ketusnya.

"Ya jelas ada, kamu kan tahu sendiri, kalau ibumu berasal dari kota itu, kota yang panas kamu bilang. Ibumu lahir, besar dan tinggal di sana. Itu kota kelahiran ibumu, tapi ibumu bukan lahir disana, masih jauh dari kota itu, sekitar 6 jam lamanya perjalanan dari pusat kota. Ibumu merantau ke Jakarta saat umur 18 tahun, bertemu dengan ayahmu dan mereka langsung menikah tanpa proses pacaran. Cinta pada pandangan pertama katanya. Siapa tau kamu juga mengikuti jejak ayahmu bertemu dengan anak abang ibumu, dan langsung menjalin tali kasih.

"Kamu harus menikah, agar perusahaan bisa sepenuhnya kamu pimpin, itu syarat konyol dari para penatua di perusahaan. Dan kakek tidak ingin ingkar janji kepada almarhum ibumu, jadi tolong tinggal di kota itu agar kamu bisa menemukan anak ...." Kakek berpikir sejenak, dia lupa harus mengatakan apa.

"Anak Tulang, pariban, namanya ya.. Kek?" Namun, tak disangka sang cucu melanjutkan kalimatnya.

"Baiklah kalau itu kehendak ibu dan lebih banyak kehendak kakek sebenarnya." Jawab Agha kemudian.

Dengan senyum lebar dan semangat yang membara, kakek Erham memeluk Agha. "Baguslah cu, itu baru cucu kesanyangan kakek, tidak sia-sia kakek merawat dan mengawasimu selama lima tahun ini," jawab kakek Erhan sambil mengelus punggung cucunya.

Namun, sedetik kemudian Agha melepas pelukannya dan menatap manik mata sang kakek "jadi, selama ini kakek mengawasiku? Untuk apa kek? Aku bukan anak kecil lagi kek!"

"Iya, kamu bukan anak kecil lagi, dari segi usia dan tinggi badan kamu ,tapi kamu harus perlu diawasi karena begitu banyak yang ingin mengincarmu dan posisimu di perusahaan saat ini." 

"Tapi Kek ...."

"Tak ada tapi tapi, besok pukul 18:45 WIB kami sudah harus berangkat, segala keperluanmu sudah disiapkan. Dan ini alamat rumah tulangmu." Kakek memberikan secarik kertas kepada Agha yang bertuliskan alamat sebuah rumah.

"Baiklah, tapi .... " Dengan wajah yang memelas Agha berucap lagi, "aku belum minta izin dan memberi tahu teman-temanku."

"Tak perlu minta izin, apalagi memberitahu teman-teman kamu, si Tika, si Tina, si Teni, dan satu lagi siapa namanya. Ah ... Si Tono kalau siang, dan Tini Kalau malam. Teman macam apa itu."

"Ikhhh... Kakek! Meskipun kelakuan mereka aneh-aneh kek, mereka itu teman solid aku yang selalu setia. Percayalah kek, mereka itu tak pernah memandangku dari segi apapun. Karena aku tak pernah memberi tahu mereka status aku yang sebenarnya 'sang pewaris tunggal'. Namun, baru kali ini sang pewaris harus menikah dulu baru bisa perusahaan diwariskan. Kakek, tidak bisa menolak keputusan itu?" Saat mengatakan 'sang pewaris tunggal' Agha menunjuk dadanya dengan bangga.

Sang kakek hanya tersenyum, sebenarnya ini hanya akal-akalan si kakek tentang sang pewaris harus menikah dulu, mana ada syarat semacam itu. Yang namanya pewaris, jika dia pewaris tunggal otomatis harta warisannya akan jatuh kepada pewaris langsung.

Setelah kepergian Agha dari ruangannya, kakek Erhan menghubungi seseorang. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkinkah ini berhubungan denga kepindahan Agha?

Bersambung.

Note:

Tulang (paman) panggilan kepada saudara laki-laki dari ibu atau panggilan kita kepada laki-laki yang semarga dengan ibu yang urutan keturunannya setingkat dengan ibu.

Pariban (sepupu)

Untuk laki-laki :sebagai panggilan terhadap anak perempuan dari tulang (paman).

Untuk perempuan: sebagai panggilan terhadap anak laki-laki dari namboru.

Namboru: panggilan terhadap saudara perempuan ayah, panggilan terhadap perempuan yang merupakan keturunan semarga dengan ayah yang urutannya setingkat dengan ayah. Panggilan kepada istri dari amangboru. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status