Share

Lega

Author: Archaeopteryx
last update Last Updated: 2025-10-02 09:52:27

"Sekarang kamu ikut instruksi saya, Evan." Gesa barusan membaca dari artikel yang ia temukan di web. Ia berharap cara ini bisa membantu suaminya.

"Kamu mandi sekarang juga. Jangan cuma diguyur itunya saja, tapi seluruh badan." Gesa menekankan kata-katanya. 

Evan tak punya cara lain. Ia turuti keinginan Gesa. Segera ia masuk kamar mandi untuk mandi. Ini baru pertama kali baginya mandi di malam begini. 

Gesa menunggu di luar dengan browsing artikel lainnya. Sejujurnya ia juga sama seperti Evan. Ia harus mencari cara untuk menghentikan efek obat yang seolah terus-menerus mendorongnya untuk melakukan aktivitas yang lebih intim bersama Evan. Menyibukkan diri dengan membaca banyak artikel dapat mengalihkan pikirannya. Evan jauh lebih membutuhkan bantuan untuk ditangani segera.

Evan sudah selesai mandi. Ia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di pinggangnya. Ini pertama kali Gesa melihat bentuk tubuh Evan tanpa terbungkus baju. Ia baru menyadari Evan memiliki tubuh yang bagus, perut sixpack, otot-otot yang pas dan tidak berlebihan di area perut dan lengan. Gesa menelan ludah. Memiliki suami seksi seperti ini, tapi hanya sebagai pajangan adalah lelucon terbaik dalam hidupnya.

Evan berganti kaus dan celana pendek. Ia duduk di sebelah Gesa yang tengah berselonjor di ranjang. Napasnya terdengar tersengal-sengal.

"Masih belum selesai, Gesa. Rasanya nyeri. Aku udah berusaha untuk mengeluarkan juga sewaktu di kamar mandi, tapi nggak bisa." Wajah Evan tampak begitu memelas. Ia terlihat putus asa.

Gesa semakin panik dan tak tega melihatnya. "Coba kamu minum dulu, Van. Barangkali ini bisa bikin kamu rileks."

Evan menuruti perkataan Gesa. Ia meminum air mineral. Tenggorokannya memang terasa kering.

"Aku akan ambilkan air dingin untuk mengompres bagian selangkangan atau paha dalam. Ini bisa menyempitkan pembuluh darah, jadi akan mengurangi aliran darah ke 'itu-mu' . Mudah-mudahan bisa mengatasi."

Gesa membasahi handuk kecil dengan air keran. Ia menyodorkannya pada Evan. "Kamu bisa mengompres selangkangan sendiri, 'kan?"

Evan tertegun sesaat. 

"Jangan bilang kamu minta aku untuk mengompresnya," lanjut Gesa.

Secepat kilat, Evan meraih kain handuk itu. Ia menatap Gesa yang masih berdiri tertegun.

"Kamu tetap berdiri di situ mau lihat aku buka celana? Silakan cari tempat lain asal jangan melihat ke arahku." Evan menatap Gesa tajam.

Gesa berbalik dengan mengerucutkan bibirnya. Ia duduk di kursi depan meja rias dan menyibukkan diri bermain ponsel.

Gesa mendengar hembusan napas Evan yang terdengar seperti sebuah kelegaan.

"Akhirnya...." Evan menghembuskan napas sekali lagi. Ia berbaring dengan pandangan yang lurus menatap langit-langit. 

Gesa melihat wajah Evan yang menunjukkan rasa lega sekaligus kelelahan luar biasa.

"Bagaimana? Sudah teratasi?" tanya Gesa dari kursi meja rias.

Evan mengangguk pelan. "Alhamdulillah, sudah." Ia melirik Gema dengan ekspresi wajah yang tak segahar biasanya, "makasih udah membantu."

Gesa tersenyum tipis. "Aku hanya mencari artikel di internet. Syukurlah kalau sudah selesai. Aku ikut lega."

"Aku jadi trauma...." Evan menghela napas sekali lagi. Ia tak membayangkan seandainya masalah ini belum kelar dan ia harus dibawa ke rumah sakit, apa kata orang? Jika dibuat artikel mungkin akan sangat lucu. Pengantin baru ereksi berkepanjangan... Astaga...

"Wajar kalau trauma. Aku yang tidak mengalami juga ikut trauma," balas Gesa yang masih bertahan di kursi meja rias.

Evan melirik Sang Istri. "Kamu belum ingin tidur? Kemarilah tidur di sini. Aku akan memasang guling sebagai pembatas." Evan menata guling di tengah kasur.

Gesa beranjak dan naik ke ranjang. Ia pun berbaring dan mencoba untuk memejamkan mata. Namun, ia belum mengantuk. Padahal perjuangan untuk melawan pengaruh obat itu luar biasa melelahkan.

Gesa melirik Evan yang juga berbaring telentang. Matanya masih terbuka. 

"Kamu belum tidur?" Gesa bertanya pada Evan. Sulit untuknya menganggap Evan sebagai suami. Memang lebih baik, dia terbiasa untuk melihat Evan sebagai atasan dan seniornya semasa kuliah dulu. Pernikahannya hanya sebatas status di atas kertas.

Evan menoleh ke arah Gesa, tanpa ekspresi.

"Setelah kejadian dramatis ini, aku nggak bisa tidur. Dan ini semua karena ulah Ayah. Apa dia nggak percaya dengan kemampuan putranya? Tanpa dibantu obat aku pasti bisa. Masalahnya Ayah nggak tahu kalau kita tidak benar-benar sedang menjalani pernikahan." Evan menatap langit-langit. Ia menghembuskan napas lagi. Kali ini lebih panjang.

"Mungkin Ayah memang nggak percaya sama kamu, Van. Mungkin memang kamu sepayah itu." Gesa bicara sekenanya.

Evan melirik Gesa dan menatapnya ketus. "Kamu meragukanku? Kamu lihat sendiri bagaimana tadi aku berjuang?"

"Tapi itu karena pengaruh obat. Kalau tanpa pengaruh obat, mana aku tahu?" Gesa segera menyela.

"Kamu bicara seperti ini mau memancingku?" Evan meninggikan intonasi suaranya. Ia tak habis pikir, Gesa meragukan kemampuannya. 

"Aku tidak sedang memancingmu. Aku hanya berpendapat saja."

Evan menghela napas sekali lagi. "Aku cuma ambil cuti tiga hari. Jadi setelah tiga hari, kita akan bekerja lagi. Di kantor, aku adalah atasanmu, kamu adalah bawahanku. Kamu harus bersikap profesional."

Gesa melirik Evan lagi. Tanpa harus diingatkan, ia paham bagaimana nanti bersikap.

"Aku paham, Evan. Di kantor kita adalah atasan dan bawahan dan di rumah kita... Dua orang yang terjebak dalam pernikahan." Gesa tersenyum miring. Ia tak menyangka pada akhirnya ia akan menjalani pernikahan yang tak biasa. Bukan pernikahan normal pada umumnya. Padahal dulu ia selalu berimajinasi akan pernikahan yang romantis dan indah.

"Kita juga akan tidur terpisah di kamar yang berbeda," lanjut Evan.

"Itu bukan masalah," sahut Gesa.

"Lebih baik kita tidur. Aku lelah sekali." Evan memejamkan mata. 

Tak lama kemudian, Gesa melirik Evan lagi. Laki-laki itu tampak benar-benar tertidur. Gesa menghela napas lega. Malam pengantin yang absurd dan menegangkan... Ia pun memejamkan mata, berharap esok akan lebih indah dari hari ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Bos Aroganku   Kejutan Pagi

    Gesa gugup bukan main. Degup jantungnya terasa berpacu lebih cepat. Jarak antara dirinya dan Evan semakin terpangkas. Gesa tak lagi bisa mundur. Ujung bibir Evan menyentuh ujung bibirnya. Gemuruh rasa itu kian membakar. Dada Gesa berdebar hebat. Ketika Evan memainkan ritme, Gesa terpaku sekian detik. Ini ciuman pertamanya. Ia tak tahu bagaimana membalasnya. Evan belum ingin menyerah. Ia hentikan ciumannya dan beralih dengan bisikan lirih di telinga istrinya. "Balas ciumanku, ikuti ritmenya."Suara lembut Evan terdengar begitu memikat. Nada suaranya seolah seperti sebuah hasrat yang tengah menanjak. Telinga Gesa meremang. Dadanya semakin berdebar. Getaran seakan merayap di setiap sendi.Evan kembali mendaratkan ujung bibirnya di bibir Gesa. Kali ini, Gesa lebih siap dibanding sebelumnya. Ia mengikuti ritme untuk membalas ciuman Evan.Waktu seolah berhenti. Dunia dan seisinya seakan menjadi milik keduanya. Sensasi ciuman pertama ini begitu manis, hangat, dan membekas. Ketika momen itu

  • Menikahi Bos Aroganku   One Step Closer

    Malam ini atmosfer kembali asing. Hanya keheningan yang mendominasi. Bahkan Gesa pun melewatkan makan malam karena ia tak mood untuk makan malam.Sekitar jam sembilan, Gesa keluar kamar. Ia ingin mengambil air. Ketika ia melangkah keluar, matanya bertemu dengan mata Evan yang tengah duduk di ruang tengah dengan laptop di hadapannya. Keduanya terdiam sekian detik seakan tatapan menjadi satu-satunya cara untuk berbicara. Gesa mengalihkan pandangan ke arah lain. Tanpa suara, ia melangkah menuju dapur untuk mengambil air.Gesa duduk sejenak di ruang makan. Ia meneguk air putih lalu merenungi nasibnya. Gesa menopang dagu dengan tangannya. Ia berpikir ulang, apa keputusan menikahi Evan adalah keputusan terburuk dalam hidupnya? Ia pikir, tak mengapa menjalani pernikahan perjodohan dengan kesepakatan meski tanpa cinta. Nyatanya, jauh di hati kecilnya, ia merindukan pernikahan yang normal.Mendadak hatinya bergerimis. Tiba-tiba ia merindukan kehidupan lamanya. Rumah yang ia tinggali sekarang

  • Menikahi Bos Aroganku   Menjadi Asing

    Pagi ini terasa lebih sibuk dibanding pagi sebelumnya. Orang tua Evan telah pulang, Evan dan Gesa kembali tidur terpisah. Namun, kesibukan sebelum berangkat kerja masihlah sama.Gesa inisiatif bangun lebih pagi. Ia siapkan menu yang praktis untuk sarapan. Roti panggang dioles selai coklat dan buah pisang menjadi pilihan. Dua cangkir kopi tak ketinggalan. Evan yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya duduk tenang di ruang makan. Ia melirik sepiring roti panggang di hadapannya. Aroma harum kopi juga menyeruak dan menarik minatnya untuk meneguknya.Gesa duduk di hadapannya tak lama kemudian. Netra mereka kembali bertemu. Setiap menatap Sang Suami selalu ada debaran yang merajai. Namun, Gesa berusaha bersikap setenang mungkin."Kamu menyiapkan semua ini? Good... Makasih," ucap Evan seraya menyuapkan sepotong roti panggang."Gimana rasanya?" tanya Gesa dengan satu senyum manis.Evan berhenti mengunyah lalu menatap Gesa datar. "Hmm tidak bisa dibilang enak, tapi juga nggak bisa dibilang ngg

  • Menikahi Bos Aroganku   Pagi yang Hangat

    Gesa mengerjap lalu perlahan membuka mata. Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi. Gesa berpikir, apa dia kesiangan? Evan sedang mandi itu artinya ia kesiangan. Gesa melirik jam dinding. Ternyata masih jam empat pagi. Namun, Evan sudah mandi sepagi ini?Tak lama kemudian, Evan keluar dari kamar mandi. Handuk terlilit di pinggangnya. Tubuh atletis Evan ditambah perut sixpack-nya membuat dada Gesa bergemuruh tak menentu."Kamu mandi pagi sekali," ucap Gesa. Netranya mengamati Evan yang tengah mengambil baju di lemari. "Iya, soalnya Ayah udah pasti ngajakin Subuhan di Masjid depan. Ayah tahunya kan semalam kita habis cocok tanam. Makanya aku mandi untuk lebih meyakinkan." Gesa mengamati rambut Evan yang memang tampak basah. Evan kembali menoleh ke arah Gesa."Kamu menghadap sana ya. Aku mau ganti baju. Jangan berbalik sebelum aku minta." Evan menegaskan kata-katanya. Gesa menuruti kemauan Evan. Ia membalikkan badan. "Udah belum, Van?""Belum, sebentar lagi." "Udah," ucap Ev

  • Menikahi Bos Aroganku   Pillow Talk

    Gesa semakin deg-degan kala Evan semakin mendekatkan wajahnya. Gesa bertanya-tanya, apa Evan akan menciumnya? Evan menatap Gesa dengan ekspresi wajah tak terbaca. Kondisi mendukungnya untuk setidaknya melalui malam ini dengan sesuatu yang berbekas dan meninggalkan kesan mendalam. Namun, ia teringat akan kesepakatan yang mereka buat. Tidak ada kontak fisik, termasuk ciuman dan pelukan.Evan perlahan mundur. Gesa mencelos. Evan meyakinkan diri berulang kali jika pernikahannya dengan Gesa hanya untuk menyenangkan orang tua, tidak ada cinta, dan tak akan ada hal-hal romantis di antara dirinya dan Gesa.Gesa membeku. Pikirannya melayang pada kesepakatan yang sudah mereka buat. Entah karena teringat pada kesepakatan atau memang Evan tak menginginkannya, laki-laki itu seolah sengaja menciptakan jarak. Drama masa lalu sudah begitu pahit bagi Gesa. Ia tak ingin berharap apa-apa. Evan masih sama dengan yang dulu. Meski dalam beberapa hal sudah lebih melunak, tapi ia tahu, yang ia hadapi adala

  • Menikahi Bos Aroganku   Sekamar

    Andre dan Maya, istrinya mengamati sekeliling ruangan. Malam ini mereka akan menginap di rumah baru Evan dan Gesa. Cukup rapi, tapi ada beberapa penataan barang yang kurang cocok di mata Maya."Gesa, sepertinya pot tanaman ini harusnya diletakkan di sebelah jendela agar ikut terkena sinar matahari." Maya menunjuk salah satu pot yang diletakkan di sebelah rak buku mini.""Oh, baik, Bunda, nanti saya pindahkan." Gesa mengangguk dan tersenyum. Ia segera memindahkan pot tersebut.Maya melangkah menuju dapur. Ia memeriksa lemari bumbu. "Gesa, coba kamu tata bumbu-bumbu ini berdasarkan teksturnya. Yang tekstur kasar di bawah, atau di sebelah kanan, yang teksturnya lebih halus di sebelah kiri. Atau bisa juga ditata urut berdasarkan namanya." Penataan jar-jar bumbu itu sudah cukup rapi, hanya saja masih kurang sempurna di mata Maya.Lagi-lagi Gesa mengangguk. "Baik, Bun.""Terus untuk selera makan Evan, kamu juga harus belajar, Gesa. Evan itu tidak suka makanan yang terlalu berminyak. Jadi k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status