Share

Bab 2

Author: KarenW
Sudut Pandang Ellea.

Dia tersenyum dan menepuk kepalaku seolah aku adalah anak kecil. "Sayang, kamu harus pergi ke rumah sakit kalau nggak enak badan."

Lalu, dia berbalik ke arah salah satu pelayan, suaranya terdengar keras. "Tidak lihat kalau Nyonya Ellea sedang nggak enak badan? Cepat bawakan limun."

Pelayan itu mengangguk dan buru-buru meninggalkan kamar. Dia segera kembali dengan nampan dan mengulurkannya padaku.

Lalu, seketika Edwin mengeluarkan pistolnya dan menembak kepala pelayan itu.

Suara tembakan itu memekakkan telinga, diikuti dengan cipratan darah dan otak di depan wajahku. Tangan pelayan yang sudah tak bernyawa itu masih terulur padaku dengan limun bercampur darah yang sekarang mengotori kulitku.

Aku tidak bisa menahan rasa jijikku. Aku ingin muntah, lari dan berteriak.

Edwin tidak gentar. Dia menyeka bersih pistolnya dengan lengan bajunya dan menatapku seolah tidak terjadi apa-apa. "Dia gagal melakukan pekerjaannya, sayang. Dia seharusnya nggak menunggu perintah dariku untuk menyajikan limun untukmu."

Aku menelan ludah dengan sulit, rasa pahit seolah naik dari tenggorokanku tapi aku memaksakan diri untuk tetap diam.

Edwin benar-benar monster.

Dia menyeka darah di wajahku dengan sapu tangan. Sentuhannya lembut tapi entah mengapa terasa mengganggu. "Kamu sekarang adalah Nyonya Guntoro. Jangan pernah minum alkohol di siang hari lagi, ya? Gimana kalau ada yang melihatmu seperti ini, mereka akan mengira kalau kamu adalah pecandu alkohol. Dan, Nyonya Guntoro nggak boleh jadi pecandu alkohol."

Aku mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan tanganku yang gemetar. Seluruh tubuhku menggigil ketakutan dan muak.

"Aku mengerti," bisikku, kata-kata itu terucap begitu saja saat aku berusaha menahan badai di dalam diriku agar tidak mengacaukan segalanya.

"Apa kamu masih merasa nggak enak badan, sayang?" Suara Edwin lembut, terdengar agak khawatir saat mengamati wajahku. "Kamu terlihat seperti mau pingsan."

"Tidurku nggak nyenyak." Aku berbohong, suaraku nyaris tidak terdengar.

"Gimana kalau kamu berbaring dulu? Kita bisa pergi ke vila liburan favorit kita besok saja, hanya kita berdua." Suaranya sangat lembut, sangat menenangkan seolah tidak terjadi apa-apa.

Sekali waktu, dia adalah monster, di saat yang lain dia adalah pria yang sempurna. Bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya selama ini?

"Oke," jawabku dengan memaksakan senyum yang bahkan tidak sampai mataku.

Begitu sampai di dalam kamar, aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Aku segera berlari ke kamar mandi dan muntah saat ingatan tentang otak pelayan yang meledak di depanku berkelebat di dalam benakku. Darahnya sekaligus tangannya yang masih terulur padaku ….

Aku tidak bisa menghilangkan pikiran mengerikan itu, bahwa suatu hari nanti, kalau aku sampai membuatnya marah, mungkin aku akan menjadi korban berikutnya.

Ketika rasa mual itu akhirnya mereda, aku kembali ke ranjang. Ponsel Edwin tergeletak di nakas. Dia pasti lupa membawanya.

Tanpa pikir panjang, aku meraih ponsel itu. Sekilas kulihat layarnya, itu adalah foto Ivana sedang tersenyum saat Edwin memutar wanita itu dalam pelukannya.

Dan kata sandinya … adalah tanggal ulang tahun Ivana.

Aku membuka pesan-pesan di dalamnya, jantungku berdegup kencang sampai rasanya mau pecah. Edwin jelas tak pernah mengira aku akan melihat isi ponselnya, jadi semua pesan antara dirinya dan Ivana masih tersimpan rapi.

Pesan terakhir dikirim hari ini [Gimana kalau makan malam bersama?]

Aku menggulir layar, satu per satu pesan itu terlihat seperti surat cinta dari Edwin.

Lalu aku tertegun, jariku berhenti pada satu pesan dari Ivana.

[Kukira kamu tertembak waktu pengiriman narkoba ke Urui. Gimana keadaanmu?]

Balasan Edwin membuatku menggigil: [Ellea menghadang peluru itu untukku.]

[Heroik sekali dia] tulis Ivana. [Kamu pasti sangat tersentuh dengan pengorbanannya.]

[Lebih ke terkejut. Dia benar-benar sebodoh itu] jawab Edwin.

Aku berkedip, setetes air mata jatuh mengenai layar ponselnya.

Waktu itu, saat pengiriman narkoba yang berbahaya ke Urui, aku memohon untuk ikut dengannya. Aku tak tahan berpisah jauh setelah dia bilang betapa berbahayanya kesepakatan itu.

Dia setuju dan perjalanan itu memang berubah menjadi mimpi buruk.

Aku tertembak dan Edwin terkena peluru di punggung.

Dia pulih dengan cepat, tapi aku tidak. Peluru yang mengenaiku merusak indung telurku, akibatnya kini aku tak akan pernah bisa punya anak.

Selama ini aku merasa malu karena tak bisa memberinya keturunan, karena merasa diriku sudah rusak.

Saat aku hendak mengembalikan ponsel itu, jariku tak sengaja menggulir lagi, membuka pesan berikutnya. Kata-kata Edwin membuatku terpaku seolah tersambar petir.

[Aku sudah mencintaimu sejak kamu menyelamatkanku di Makua. Tindakanmu sangat heroik saat menyelamatkanku setelah baku tembak. Kalau bukan karena kamu dan tindakan operasi daruratmu, aku pasti sudah mati.]

Menyelamatkannya? Ivana tidak pernah menyentuh pisau bedah seumur hidupnya.

Dia hanya perawat. Aku dokter.

Dan akulah yang menyelamatkan seorang pria dalam baku tembak brutal di Makua itu. Akulah yang melakukan operasi pengangkatan peluru itu bahkan saat moncong pistol diarahkan ke kepalaku.

Bukan Ivana.

Sebuah pikiran gila dan mengerikan muncul di benakku.

Apakah … akulah yang menyelamatkan Edwin hari itu?

Dan lebih menakutkan lagi, apa Ivana berbohong pada Edwin dan mengaku bahwa dialah yang menyelamatkannya?

Tanganku gemetar saat aku meletakkan ponsel itu kembali.

Setelah entah berapa lama, aku akhirnya mengumpulkan keberanian. Aku mengambil ponselku, menekan nomor yang sudah tersimpan di kontakku selama bertahun-tahun.

"Apa kamu masih ingin menyingkirkan Edwin dari Nigari?"

"Apa maksudmu?" Suara di ujung sana rendah, terdengar penasaran.

"Dalam dua hari, culik aku." Pandanganku beralih ke foto di nakas, foto pernikahan kami di mana aku mengenakan gaun putih dan Edwin berdiri di sampingku, terlihat seperti suami yang sempurna. "Dia akan menyerahkan segalanya padamu … dengan sukarela."

Aku menutup panggilan itu tepat saat Edwin masuk ke kamar. Dia tampak mabuk, langkahnya goyah seolah alkohol telah menguasainya. "Kamu telpon siapa?" Matanya menyipit, selalu waspada dan selalu curiga. "Jangan bilang itu pria."

Aku membantunya ke tempat tidur, seperti yang biasa aku lakukan. "Tentu saja bukan. Hanya orang salah sambung."

Dia menghela napas lega, bersandar di pelukanku seolah tak ada yang berubah. "Bagus. Jangan pernah bicara dengan pria lain selain aku."

Aku menyelimutinya, lalu berbaring di sampingnya.

Tapi, aku tidak mengantuk dan terjaga sepanjang malam, pikiranku berputar dengan segala hal yang baru saja kutemukan dan segala yang sedang aku rencanakan.

Keesokan harinya, Edwin dan aku berangkat menuju vila liburan yang dia katakan kemarin. Di tengah perjalanan, dia mendapat telepon dan langsung membatalkan perjalanan kami. Katanya, dia harus menangani masalah di kasino miliknya. Beberapa pria mabuk membuat keributan di sana.

"Maafkan aku, sayang. Aku akan menebusnya, aku janji. Ini, pakai kartu ini." Dia menyerahkan kartu hitam padaku, terasa halus sekaligus dingin di telapak tanganku. "Beli apa pun yang kamu mau, sayang."

Dan begitu saja, dia pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 8

    Sudut Pandang Ellea.Sorot mata Edwin berbinar dengan sesuatu yang terlihat seperti harapan? Atau kegilaan? Saat dia melangkah ke arahku. Tangannya telentang seolah ingin memelukku."Kamu nggak tahu betapa aku merindukanmu," ujar Edwin lembut. "Mereka bilang kamu pergi. Kamu sudah meninggal dan bahkan tubuhmu nggak dikubur."Saat aku tidak segera menjawab, dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah foto usang. Foto itu bergetar di tangannya. "Lihat," bisiknya sambil mengangkat foto itu di antara kami seolah foto itu berarti. "Dulu, kita sangat bahagia. Apa kamu nggak merindukanku, Ellea?"Aku menatapnya, menatap pada pria yang pernah menghancurkan segalanya yang aku miliki. Aku tidak habis pikir beraninya dia berdiri di sini seolah tidak terjadi apa-apa."Merindukanmu?" Aku tertawa getir. "Lupakan saja, Edwin. Kita nggak pernah saling cinta. Pernikahan kita hanya dibangun oleh kebohongan dan saling memanfaatkan. Sebuah pernikahan kontrak, bukan hubungan."Bahunya merosot. "Tolong jang

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 7

    Sudut Pandang Ellea.Setelah Cavin membawaku keluar dari rumah Edwin, aku tidak lagi menoleh ke belakang. Aku langsung naik ke pesawat yang akan membawaku jauh dari semuanya.Teman-teman lamaku dari sekolah kedokteran kini bekerja dengan organisasi Persatuan Dokter Perbatasan di Afra dan menjalani hidup yang dulu hanya bisa kami impikan di sela-sela kuliah panjang dan malam-malam tanpa tidur.Tak lama lagi, aku akan menjadi bagian dari mereka. Itu selalu menjadi impianku, untuk menolong, menyembuhkan dan berarti bagi seseorang.Ketika pesawat mendarat dan aku melangkah ke landasan panas yang membakar, aku tidak bisa menahan tangisku.Sudah lama sekali, sangat lama.Satu pandangan pada teman-temanku saja sudah cukup untuk mengingatkanku siapa diriku dulu. Sebelum aku masuk penjara, sebelum pernikahan, sebelum bertemu dengan Edwin.Johan, salah satu dokter senior, menghampiriku dengan senyum lembut. "Ellea," sapanya pelan, suaranya penuh ketulusan. "Apa kamu sudah merasa lebih baik sekar

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 6

    Sudut Pandang Edwin.Alex mendorong Ivana, wajahnya penuh amarah. "Enyah! Dasar pelacur gila! Aku lelah bersekongkol denganmu."Mereka berkelahi seperti anjing gila tepat di depanku. Melontarkan berbagai kebohongan dan kebenaran secara bergantian.Namun, ini sudah cukup, lebih dari cukup.Setiap kata yang mereka ucapkan seperti belati. Makin aku mendengarnya, aku malah merasa makin kosong.Ternyata aku bersikap kejam pada satu-satunya orang yang peduli padaku.Ellea.Aku menyuruh para bajingan mengganggunya. Aku merencanakan untuk mengirimnya ke pengiriman narkoba itu agar dia menanggung akibatnya untukku. Kubiarkan dia dipenjara, membusuk di balik jeruji selama dua tahun penuh.Dua tahun!Padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Tanganku gemetar. Kulihat tanganku yang berlumuran darah. Darah Ellea, bisa dibilang gitu.Jadi apa aku? Monster sejati yang tidak bisa lagi membedakan benar dan salah.Tidak lebih baik dari orang-orang yang dulu kuserang.Aku mengangkat pistolku dan men

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 5

    Sudut Pandang Edwin.Ivana bilang dia bosan, jadi kupikir akhir pekan di rumah danau akan menghiburnya. Itu hal paling kecil yang bisa kulakukan.Sementara itu, Ellea dikurung di rumahku, hukuman atas sikapnya yang buruk juga karena dia telah mendorong Ivana di dermaga hari itu.Berani sekali dia.Bisa-bisanya dia bisa memperlakukan Ivana seperti itu. Kalau bukan karena Ivana, aku bahkan tidak akan hidup sampai sekarang.Jadi, ya, mungkin aku memang terlalu keras pada Ellea.Aku sempat mengirim pesan padanya sebelumnya, hanya untuk memastikan saja.Tak ada balasan. Dia tidak biasanya seperti ini. Ellea biasanya cepat membalas pesan, bahkan meski hanya dengan emotikon sarkastik saja. Tapi sekarang? Sepi.Ponselku akhirnya bergetar, sedikit rasa lega muncul dalam dadaku.Namun, Ivana langsung merampasnya sebelum aku sempat melihat layarnya."Nggak boleh ada ponsel, Edwin," katanya manja, bibirnya cemberut menggoda. "Kamu janji akan fokus padaku akhir pekan ini.""Maaf," gumamku, berusaha

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 4

    Sudut Pandang Ellea. Pada saat ini, ekspresi Ivana tiba-tiba terlihat lemah dan dia tersandung mundur beberapa langkah lalu menangis. "Kenapa kamu mengutukku seperti itu, Ellea? Apa salahku?"Dia tampak berpura-pura seolah aku telah mendorongnya.Lalu aku melihatnya, Edwin. Tentu saja, semuanya sandiwara untuk Edwin.Dia bergegas ke sisi Ivana dan memeluknya. "Apa kamu terluka, Ivana? Apa kamu baik-baik saja?"Ivana mengigit bibirnya. "Ellea, aku tahu kamu marah karena aku menikahi mantan tunanganmu. Tapi, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita, hanya untuk bertukar kabar. Tapi, kamu masih saja marah padaku. Apa kamu masih mencintai Adrian, bahkan setelah menikah dengan Edwin?"Matanya menyipit, lalu menambahkan, "Meski kamu membenciku, kamu seharusnya nggak melakukan ini pada Edwin. Mencintai pria lain bahkan setelah setuju untuk menikahinya …."Dia melirik ke arah Edwin lagi, menurunkan suaranya. "Jangan marah, Edwin. Ellea dan Adrian punya kisah panjang bersama ...."Edwin meno

  • Menikahi Bos Mafia yang Menghancurkanku!   Bab 3

    Sudut Pandang Ellea.Sepuluh menit kemudian, mobil Alex datang untuk menjemputku. "Nyonya Ellea, Pak Edwin menelepon. Dia mengirimku untuk menjemputmu."Aku masuk ke dalam mobil tanpa bicara, aku memikirkan banyak hal.Dalam perjalanan pulang, ponselku berbunyi. Itu adalah pesan dari Ivana, sebuah foto tepatnya.Edwin sedang memeluknya, Ivana duduk di pangkuannya dengan tangan Edwin memeluknya dari belakang.Latar belakangnya? Lautan. Berdasarkan foto itu, aku bisa tahu mereka berada di atas kapal pesiar, kemungkinan adalah salah satu kapal yang baru saja dibeli Edwin. Sebotol sampanye dengan dua gelas berada di depan mereka.Edwin berbohong padanya.Dia tidak berada di kasino. Dia sedang bersama dengan Ivana.Sebuah pesan baru muncul di bawah foto itu. Itu adalah tangkapan layar dari pesan Edwin untuk Ivana."Setiap malamku bersama Ellea rasanya seperti neraka. Aku membayangkan kamulah yang berada di bawahku, dengan begitu aku baru bisa ejakulasi. Aku sangat merindukanmu, Ivana. Kelua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status