Share

BAB 3

Author: Tagetesnim
last update Last Updated: 2023-07-10 22:58:15

H-7 sebelum pernikahan, Luna menatap punggung tegap Liam yang terbungkus oleh hoodie hitam. Liam itu, meski memakai baju apa pun, entah mengapa selalu terlihat menawan. Mungkin, seharusnya dia menjadi model atau bintang film ketimbang bekerja di perusahaan.

Luna melirik ke sekitar Karnaval, tempat mereka sedang berjalan-jalan setelah Luna merengek beberapa waktu lalu. Rupanya, Liam tengah menjadi pusat perhatian para gadis. Ya, ke mana pun Liam pergi, tampaknya, dia selalu mencolok dengan tubuh tinggi, kulit kuning langsat, serta wajahnya yang rupawan. Tak jarang, beberapa gadis secara terang-terangan menunjukkan ketertarikan mereka secara langsung kepada Liam.

Ah, sial. Luna sadar salah satu hal yang dia sukai dari Liam adalah parasnya. Tapi hal itu pula yang dia benci dari lelaki itu, karena hal itu membuatnya disukai banyak gadis lain.

"Liam!" panggil Luna. Dengan segera perempuan itu mensejajarkan langkah dengan Liam seraya menggandeng tangan lelaki tersebut, seolah sedang membuktikan pada siapa pun yang saat ini tengah terpesona dengan Liam bahwa Liam adalah miliknya.

"Apa yang kau lakukan?" Liam melirik Luna dengan sedikit memicing.

Luna terkekeh pelan. "Sedang memberitahu orang-orang bahwa kamu adalah milikku."

Liam menghela napas pelan. "Jangan kekanakkan," tandasnya lugas.

Luna tidak peduli Liam berkata apa. Toh, meski berkata demikian, Liam tidak benar-benar berusaha untuk melepaskan tangan Luna dari lengannya.

Ya, Liam seperti itu. Antara ucapan dan tindakannya selalu saja tidak sejalan. Terkadang, Luna jadi menerka-nerka tentang apa yang dia pikirkan.

"Nanti, kau ingin punya anak berapa?" tanya Luna. Tiba-tiba saja pertanyaan itu terbersit ketika dia melihat betapa manisnya anak-anak yang tengah bermain di komedi putar.

"Aku tidak berharap memiliki anak," Liam menjawab.

Luna menoleh pada calon suaminya. "Kenapa?"

Liam mengedikkan bahu. "Anak-anak itu berisik, rewel, menyebalkan," katanya.

"Tapi mereka lucu," jawab Luna. Senyumnya mengembang tatkala angannya berkelana pada bayangan masa depan yang dia miliki dengan Liam. "Kamu tidak ingin tahu bagaimana rupa Liam junior, eh? Mungkin dia akan sangat mirip denganmu. Tampan, pintar, cekatan, dan semoga saja dia lebih hangat dari dirimu."

Liam tidak mengatakan hal apa pun lagi. Pria itu hanya menatap datar pada tawa anak-anak yang bahagia menikmati putaran komedi putar dengan cahaya lampu warna-warni yang tampak cantik.

Meski Luna sedikit kecewa dengan jawaban yang Liam berikan, sebab bagaimana pun Luna ingin memiliki buah hati dengan Liam, tetapi Luna tak ambil pusing. Baginya saat itu, bisa bersama Liam pun sudah menjadi anugerah yang luar biasa. Terkait pada akhirnya mereka akan memiliki anak atau tidak, biar waktu saja yang menentukan.

Namun saat ini, pikirannya terasa buntu. Bagaimana bisa, pria yang beberapa waktu lalu mengatakan tidak ingin memiliki anak dengannya, tiba-tiba saja pergi dengan wanita lain dan mengatakan wanita itu mengandung buah hatinya? Bukankah ini lelucon paling tidak lucu yang pernah dia temui?

Sial. Luna terkekeh miris menyadari fakta yang terpampang di depannya.

Liam bukannya tidak ingin memiliki anak. Hanya saja, dia tidak ingin anak darinya. Intinya, pria itu sama sekali tidak mencintai dan berharap bisa hidup bahagia bersamanya. Liam tidak menginginkannya.

"Luna."

Panggilan Tania menyadarkan Luna dari lamunan. Air matanya lagi-lagi menetes tanpa sadar.

"Aku baik-baik saja," gumam Luna pelan. Bohong. Jelas saja dia bohong. Bagaimana bisa Luna baik-baik saja setelah mengetahui semua hal menyakitkan itu?

"Tapi, Tante, sepertinya aku tidak bisa memaafkan Liam atas hal ini," Luna melanjutkan dengan nada sesal.

Tania mengangguk ringan. "Tante paham. Jika Tante berada di posisimu, Tante juga akan berpikiran hal yang sama."

Luna hendak berkata sesuatu sebelum akhirnya pintu UGD terbuka dan seseorang keluar dari sana dengan sebuah pengumuman yang membuat Luna seketika kehilangan kata.

***

Sementara itu, di dalam sebuah kamar apartemen mewah di pusat kota, Liam duduk di sudut ranjang dengan gelisah. Di sisinya, Raisa, terlelap setelah beberapa saat lalu meminum obat untuk meringankan rasa sakit di perutnya.

Liam menaikkan selimut sampai ke dada Raisa. Mengusap puncak kepala wanitanya dengan sayang.

"Maaf, seharusnya aku mengambil keputusan lebih cepat, tidak harus menunggumu menderita sendirian terlebih dulu seperti saat ini."

Dia menghela napas dengan berat. Teringat dengan percakapan yang terjadi antara dirinya dan Raisa beberapa hari lalu. Pada saat itu, Raisa menekan Liam untuk lekas memberi keputusan terkait keberlangsungan hubungan mereka berdua. Namun Liam tidak bisa memutuskan apa pun. Satu sisi, dia mencintai Raisa. Satu sisi lainnya, dia tidak bisa membatalkan perjodohan begitu saja. Bagaimana pun, Liam merasa tidak nyaman dengan keluarga Okta yang sudah dia hormati sejak dulu. Terlebih, keluarganya memiliki utang budi terhadap keluarga Okta, sehingga perusahaan yang dibangun ayahnya bisa berdiri kokoh seperti sekarang ini.

Liam dilanda kegamangan, sampai dia akhirnya berniat untuk meninggalkan Raisa. Namun tiba-tiba saja, Raisa menyatakan bahwa dirinya hamil. Jelas, Liam merasa terjerat. Dia tidak bisa menjadi pria berengsek yang meninggalkan kekasih dan juga calon bayi di perutnya.

Untuk bisa bersama dengannya, Raisa mengorbankan begitu banyak mimpinya sebagai seorang model. Lantas, bagaimana bisa dia menjadi egois dengan meninggalkannya seperti itu?

"Liam."

Panggilan lirih Raisa membuat Liam seketika memusatkan seluruh atensi padanya. "Ya, ada apa, Raisa?" tanyanya. Lekas mengelus kening Raisa yang basah oleh keringat.

Raisa menggeleng, tersenyum lemah. "Tidak. Aku hanya takut kalau kau pergi. Tapi sekarang aku bersyukur kau ada di sini, bersamaku."

Liam hanya menyunggingkan senyum tipis. Namun tidak ada hal apa pun yang dia katakan. Hanya pandangannya yang lurus menatap wanita itu, menyiratkan sejuta perasaan yang sulit untuk dibaca.

Raisa memeluk pinggang Liam. Menyembunyikan wajahnya di sana. Menghidu aroma khas yang dimiliki oleh lelaki itu. "Aku mencintaimu, Liam. Terima kasih karena telah datang dan memilihku," ucapnya kemudian. Mengangkat wajah dan tersenyum padanya.

Dengan lembut, Liam mengusap kening Raisa. "Jangan terlalu banyak bicara dulu. Istirahatlah. Aku akan menjagamu di sini," pungkas Liam.

Raisa menggeleng lemah. "Aku tidak ingin tidur. Bagaimana jika aku membuka mata dan kau pergi seperti sebelumnya?"

"Aku sudah membuat keputusan untuk tetap bersamamu, Raisa. Apa lagi yang kau takutkan?" tanya Liam tenang. "Kita masih memiliki waktu satu jam sebelum bersiap-siap pergi ke Bandara."

Sesaat, Raisa hanya memandangi wajah Liam. Tatapannya begitu intens, seolah Liam adalah benda berharga yang kehilangannya terasa sangat menakutkan untuk Raisa. Namun setelah beberapa saat, kantuk kembali menyerang, sehingga Raisa akhirnya memejamkan mata dan tertidur dengan lelap.

"Istirahatlah. Aku di sini." Liam menggumam pelan. Suaranya terdengar serak dan berat, seolah sebuah beban yang terasa membelenggu tengah dia tanggung di pundak kanan dan kirinya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi CEO Duda   BAB 41

    Pikiran Luna seketika kosong. Tiba-tiba saja, saat ini dia duduk di hadapan Liam dan Nic, dengan suka rela. Oh, padahal sebelumnya dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai membatasi interaksi dengan mereka berdua. Namun yang terjadi malah sebaliknya.Sementara itu, Nic mengamati dua orang dewasa si sekitarnya. Jelas terlihat situasi yang canggung di antara mereka, dan Nic harus mencari cara untuk mencairkan kecanggungan tersebut."Aunty," panggil Nic.Luna menatap bocah tampan yang wajahnya amat menyerupai Liam. Benar-benar hampir keseluruhan wajahnya diwarisi anak tersebut dari ayahnya."Dad membelikan sesuatu untukmu," gumam Nic kembali dengan senyuman lebarnya. Anak tersebut lantas menoleh ke arah ayahnya, seolah memberikan kode kepada Liam. Mengerti apa yang Nic katakan, Liam segera mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Sebuah kotak beludru yang bisa Luna tebak isinya."Nic yang mengusulkan aku memberikan ini padamu." Liam mengatakan hal tersebut seolah-olah

  • Menikahi CEO Duda   BAB 40

    BAB 40 Firasat Cale tidak pernah salah. Setiap kali dia merasa sesuatu terjadi, maka memang benar ada yang terjadi. Namun sesungguhnya, Cale tidak berharap firasat buruknya menjadi kenyataan. Sejauh ini, dia hanya ingin hidupnya baik-baik saja. Cukup. Namun, takdir tak pernah sejalan dengan alur yang dia inginkan. Seperti saat ini, saat tiba-tiba dia duduk berhadapan dengan Levin di kafetaria rumah sakit. “Apa kabar, Cale?” Pertanyaan yang seharusnya tak pernah terucap dari bibir Levin terdengar, membuat Cale menghela napas pelan seraya membuang pandang ke mana pun, asal bukan pada wajah Levin di hadapannya. Levin lantas terkekeh sumbang beberapa lama kemudian. Mungkin sadar bahwa pertanyaan yang dia ajukan terlalu konyol meskipun hanya untuk basa-basi. “Aku tidak sengaja melihatmu di meja administrasi tadi, lalu mengikutimu. Tahu, kau pasti akan mengabaikan aku jika aku memanggilmu di jalan,” tandas Levin kembali. Matanya masih menatap Cale lurus, membaca ekspresi wajah lela

  • Menikahi CEO Duda   BAB 39

    Pertunangan Luna dan Liam terjadi begitu saja beberapa waktu setelahnya. Cale berkali-kali bertanya pada Liam, bagaimana menurutnya mengenai pertunangan ini, dan berkali-kali pula Liam menjawab dengan mengambang. Cale tidak mendapat jawaban pasti, apakah ini benar atas dasar keputusannya dari hati yang tulus atau tidak. Cale sampai tidak tahu bagaimana harus menyikapi semuanya."Kau sudah resmi menjadi tunangan adikku sekarang," pungkas Cale saat itu. Sehari setelah acara pertunangan yang meriah selesai digelar.Liam, dengan wajah yang terlihat tidak senang tapi juga tidak sedih itu mengangguk ringan. "Pada akhirnya kau sudah memutuskan?" tanya Cale.Namun diamnya Liam justru membuat Cale agak cemas. Terlebih, saat menangkap ekspresi kebingungan yang mampir di wajahnya."Liam, kau tahu betul bahwa Luna adalah adik kesayanganku, bukan?" Cale menatapnya dengan serius.Liam menelan saliva dengan susah payah. Tampak sulit bagi lelaki itu untuk menjawab. Cale juga sedikitnya tahu bahwa bel

  • Menikahi CEO Duda   LOHA!

    HALO! Di sini ada orang, kan? Coba absen dulu di bawah, biar aku tahu!:) Ehm. Kalian nemu cerita ini di mana? Terus, kenapa bisa suka dan ngikutin cerita MENIKAHI CEO DUDA sampai sejauh ini? Tokoh favoritnya siapa? Tokoh yang bikin kalian penasaran, ada? Atau tokoh yang bikin kalian sebel? O ya, aku mau tanya juga, sejauh ini ceritanya membingungkan kah? Terutama di bab sebelumnya? Itu kayak flashback, ya, tapi dituliskan tidak secara gamblang sebagai flashback. Atau apakah ceritanya bertele-tele? Tolong jawabannya supaya aku bisa berbenah dan bab selanjutnya akan lebih baik. Terima kasih! Masukan dari kalian semua sangat berarti buatku!^^ dan maaf sebelumnya karena aku pernah jarang update huhuhu.

  • Menikahi CEO Duda   BAB 38

    Cale, Liam, dan Levin, berteman sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Membuat mereka dekat bak saudara. Apalagi orang tua mereka merupakan rekan bisnis. Terutama orang tua Liam dan Cale yang juga saling mengenal secara pribadi sejak lama. Saat kuliah, meski mereka memilih kampus dan jurusan berbeda, tidak lantas membuat hubungan ketiganya menjadi renggang. Mereka masih sering berkumpul, bahkan membawa teman dekat mereka yang lain, seperti Dylan dan Calvin.Calvin bilang, mereka itu adalah takdir. Cale yang dewasa, Liam yang cerdas, Levin yang dingin tetapi selalu dapat diandalkan, Dylan si biang onar, dan Calvin yang pelawak. Mereka ada untuk saling melengkapi satu sama lain. Meski hubungan ketiganya cukup erat, bukan berarti mereka tidak pernah bermasalah. Sesekali mereka bertengkar. Dari pertengkaran kecil hingga nyaris besar, semuanya pernah terjadi. Dan yang paling sering berseteru adalah Dylan dan Levin. Karakter mereka yang berbanding terbalik seratus delapan pu

  • Menikahi CEO Duda   BAB 37

    Cale menatap anaknya yang kini tengah terlelap dengan Bianca di atas ranjang rumah sakit. Sementara dirinya baru saja menyelesaikan pekerjaan kantor yang dia kerjakan sambil menunggu istrinya. Lelaki itu merapikan meja lalu berjalan mendekat pada Aurora. Anak tersebut tampaknya begitu kepanasan, sehingga keringat membuat kening dan rambutnya basah. Ia yakin, begitu bangun nanti, rambut anak tersebut akan berubah sangat lepek dan dia harus membuatnya keramas. Cale tersenyum kecil. Meski agak lelah karena dia harus bekerja seraya mengurus Bianca, tetapi lelah tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bisa menemani secara langsung setiap perkembangan kesehatan Bianca dan calon bayi di perut wanita itu. "Selamat malam, Sayang." Cale mengecup kening Bianca dengan sayang. Siapa pun yang menyaksikan hal itu, pastinya akan bisa merasakan sebesar apa perasaan yang dipunya lelaki itu atas istrinya. "Lekas sembuh. Maaf, kau tidak bisa berbagi kesakitanmu denganku. Jika saja bisa, aku

  • Menikahi CEO Duda   BAB 36

    Liam turun dari mobil dan menggendong Nic begitu mereka tiba di depan gedung apartemen. Sementara, Luna sudah Liam antarkan pulang. Tidak, lebih tepatnya, wanita itu memintanya menurunkan ia di perempatan jalan. Mungkin, saking tidak inginnya dia berurusan dengan Liam kembali, Luna sampai takut lelaki itu mengetahui tempat tinggalnya sekarang. "Dad!" teriakkan tiba-tiba yang dilakukan oleh Nic membuat Liam terkejut. "Dino-ku!" lanjut Nic keras. Liam segera menurunkan Nic dari gendongan. Seketika tercengang melihat bocah itu berlari kembali ke mobil sambil menggedor pintu kendaraan beroda empat tersebut, meminta Liam membukakn pintunya untuknya. "Tenang, Nic. Sabar!" pungkas Liam, lekas-lekas membuka kunci mobil. Nic segera masuk dan mengambil sebuah boneka dinosaurus yang baru pertama kali Liam lihat. Boneka dinosaurus yang sejak beberapa waktu lalu selalu berada di pelukan putra kecilnya. "Dino!" Nic bergumam senang sekaligus lega, sebab boneka yang dia pikir hilang tersebut

  • Menikahi CEO Duda   BAB 35

    "Shit!" Umpatan Antonio terdengar pelan. Pria itu menyeka ujung bibirnya yang berdarah, lantas mengangkat wajah dan tersenyum miring melihat Luna sudah berada di sisi Liam. Luna sendiri masih begitu terkejut dengan apa yang terjadi, sehingga ketika Liam mulai maju dan hendak memukul Antonio kembali, Luna lekas menahannya. Terlebih, saat anak buah Antonio tiba-tiba berdatangan dari setiap pintu. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Liam kini berada di genggaman orang-orang suruhan Antonio. Pun dengan Luna. "Berengsek! Lepaskan kami," geram Luna. Dia mengempaskan keras tangan besar yang memegangi lengannya. Namun biar bagaimana pun, tenaganya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Tawa kecil Antonio terdengar. "Bukankah barusan kau sudah menyerahkan wanita ini padaku agar anakmu bebas? Lalu apa-apaan ini?" tanya lelaki itu. Liam berdecih dengan sepasang mata yang masih menatap Antonio dengan tajam. "Dan kau pikir aku akan menyerahkannya begitu saja? Pada pria bajingan sepert

  • Menikahi CEO Duda   BAB 34

    Luna dan Levin berdiri dengan harap-harap cemas. Pasalnya, Liam benar-benar sudah kehilangan akal. Bagaimana bisa dia masuk ke dalam kandang musuh tanpa perlindungan apa pun dan hanya seorang diri? "Dia akan baik-baik saja, bukan?" tanya Luna, melirik pada Levin dengan perasaan cemas yang dia sembunyikan. Namun bagaimana pun, Levin dapat melihat kegusaran yang dia rasa, lebih dari siapa pun. "Tenang saja. Kita tidak datang sendirian. Aku sudah membawa beberapa orang untuk berjaga-jaga," tandas Levin. Meski begitu, dia juga merasakan kecemasan yang sama. Luna menghela napas dalam. Duduk di kap mobil sambil mengurut pangkal hidungnya yang terasa agak kaku. Perasaan khawatir yang teramat membuat wanita itu lelah. Hingga ... Bug! Brak! Sebuah kegaduhan terjadi. Dalam waktu sepersekian detik, Luna tiba-tiba saja sudah berada di genggaman dua lelaki berpakaian serba hitam dengan gelang naga di tangan mereka. "Shit!" Levin mengumpat, sementara Luna menelan ludah sebab salah seorang pria

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status