Share

Pertemuan Setelah Sekian Lama

"Selamat pagi oma," sapa Gavin saat melihat Sarah sudah siap di meja makan seorang diri.

"Pagi cucu oma yang paling tampan, tumben pagi-pagi makan kesini. Datang paling awal lagi, biasanya juga paling akhir." Sarah berbicara sambil menyeruput teh nya.

"Iya oma pengen makan disini aja hari ini." Gavin mengambil tempat di seberang omanya.

"Oh iya oma baru ingat, kamu kenapa kemarin ngga antar Mikha pulang? Dia sedih banget lho." Sarah menatap tajam pada cucunya itu.

"Aku ada kerjaan oma," ujar Gavin santai.

"Kerjaan apa? Oma lihat kemarin kamu jam sembilan sudah dirumah."

"Ya kan kerjaannya emang di rumah, ngga melulu di kantor," jawab Gavin terus memberi alasan.

"Alasan aja kamu ini, kalau gitu nanti malam oma minta kamu luangkan waktu. Oma udah undang keluarga Mikha kesini nanti malam."

"Kalau ngga bisa?" tanya Gavin yang benar-benar malas untuk memenuhi permintaan Sarah.

"Harus bisa, oma ngga mau tahu," sahut Sarah penuh penekanan.

"Oma, aku makan duluan ya mau berangkat lebih awal," ucap Gavin memutus perbincangan tentang Mikha.

"Iya duluan aja." Sarah membantu Gavin mengambil beberapa lauk untuk sarapannya.

Sekitar lima menit, Gavin sudah selesai menyantap sarapannya. Ia segera mengulurkan tangannya untuk menyalami Sarah. "Oma, aku berangkat ya."

"Iya hati-hati, jangan lupa nanti malam ya."

"Insya Allah," jawab Gavin sambil berlalu begitu saja meninggalkan Sarah.

.

.

"Kamu urus kontraknya ya Van, ngga perlu lama-lama. Kalau sudah selesai tolong antar Sabil ke ruangan saya," ujar Gavin memberi perintah.

"Baik pak, kalau begitu saya langsung ke ruangan saya. Sepertinya mereka sudah datang."

"Ya," jawab Gavin singkat.

"Maaf pak, nanti yang disuruh ke ruangan bapak cuma Sabil ya?" tanya Evan memastikan.

"Iya Sabil aja."

"Baik pak, saya permisi." Evan keluar dari ruangan setelah Gavin mengangguk padanya.

Sementara itu Gavin mulai merasa gugup akan bertemu dengan Sabil, hal ini sudah ia nantikan sejak lama. Merasa risau, Gavin berjalan mondar-mandir di dalam ruangannya. Tiba-tiba ia merasa takut, mengingat ia dan Sabil dulu berpisah dengan cara yang tidak baik saat itu.

Sekitar sepuluh menit akhirnya Gavin merasa tenang, ia pun duduk di sofa yang ada di ruangannya. Gavin menghela nafas panjang, lalu menyalakan laptopnya dan membaca beberapa laporan di depannya.

Hampir satu jam berlalu, akhirnya terdengar ketukan pintu. Mendengarnya membuat jantung Gavin tiba-tiba berdetak sangat kencang.

Belum sempat menjawab karena sibuk dengan rasa gugupnya, Evan sudah membuka pintu dan berjalan ke arahnya bersama Sabil.

Gavin menatap Sabil tanpa berkedip, ia terpesona dengan mantannya itu. Blouse sederhana berwarna soft blue dipadukan dengan celana bahan sudah membuat Sabil sangat cantik. Karena memang pada dasarnya sudah cantik mau memakai apapun tetap akan terlihat cantik.

"Pak Gavin," panggil Evan saat melihat bosnya terus menatap ke arah Sabil.

Gavin tersadar dari kebodohannya saat mendengar suara Evan. "Ehm, kamu boleh lanjutkan pekerjaan kamu Van. Terima kasih sudah urus semuanya."

"Baik pak, kalau begitu saya permisi. Permisi Bu Sabil," ucap Evan berpamitan pada Sabil dan Gavin.

Sabil pun menjawab, "Terima kasih Pak Evan." Sedangkan Gavin seperti biasa hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Silahkan duduk," ucap Gavin mempersilahkan Sabil duduk setelah Evan keluar dari ruangannya.

Sabil sudah menyadari sejak tadi bahwa pria yang ia temui saat ini adalah mantannya, dan kini ia terpaku di tempatnya. Gavin sudah mempersilahkan duduk namun ia tak mengindahkannya.

"Gavin?" ujar Sabil yang akhirnya membuka suara. Ia masih berdiri di tempatnya.

"Apa kabar Bil?" tanya Gavin lembut.

Sabil menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk mengembalikan fokusnya lalu ia duduk di depan Gavin.

"Lo pimpinan perusahaan ini?" tanya Sabil sedikit heran.

"Iya," jawab Gavin singkat.

"Oh iya kabar gue baik." Sabil ingat tadi belum menjawab pertanyaan Gavin. "Kabar lo gimana?" lanjutnya.

"Baik juga." Gavin tiba-tiba tak bisa banyak bicara dan hanya menjawab pertanyaan Sabil seadanya.

"Ehm jadi gue dipanggil kesini ada apa Vin? Soal kontrak kan tadi udah selesai sama Pak Evan," tanya Sabil saat Gavin tak kunjung berbicara.

"Aku ada satu syarat lagi untuk benar-benar kasih sponsor buat kamu."

"Gue berterima kasih banget Vin lo mau kasih sponsor, jadi syarat apapun yang lo kasih gue ngga akan keberatan," ucap Sabil bersemangat.

"Nanti malam datang ke alamat ini." Gavin menyerahkan secarik kertas ke hadapan Sabil.

"Alamat siapa?" tanya Sabil setelah mengambil kertas yang diberikan Gavin.

"Pokoknya datang aja, harus datang! Kalau kamu ngga datang, kontrak yang kamu tanda tangani tadi bisa dibatalkan kapanpun," ucap Gavin penuh penekanan.

"Lo ngga mau macam-macam kan Vin?" tanya Sabil memancarkan ketakutan.

"Engga, kamu jangan mikir kotor. Nanti Evan akan jemput kamu jam setengah delapan."

Sabil terdiam karena merasa bingung dengan perintah Gavin, ia tetap saja berpikir buruk walaupun Gavin sudah membantah.

"GAVIIIIN." seseorang membuka pintu tanpa mengetuk dan membuat Sabil dan Gavin kompak menoleh kearahnya.

"Stella, biasain ketuk pintu dulu dong. Ini ngga kaya di rumah." Gavin memberi peringatan pada Stella dengan wajah bosan karena sudah terlalu sering melakukannya.

Mendengar perkataan Gavin "ini ngga kaya di rumah" Sabil berpikir perempuan yang datang adalah istri Gavin. Sedetik kemudian Sabil terkejut sendiri karena ingat bahwa ia juga mengenal perempuan yang dipanggil Stella itu.

Stella yang tadinya datang dengan senyum riang di wajahnya berubah seketika setelah melihat Sabil, ia menatap Sabil dengan tatapan yang tidak biasa. Terlihat kebencian dalam sorot matanya.

"Ngapain dia disini?" tanya Stella yang sama sekali tak berusaha menyembunyikan ketidaksukaannya pada Sabil.

"Kenapa Stel? Belum jam makan siang." Gavin melihat jam tangannya.

"Tadinya ada perlu, tapi nanti aja deh." Stella melirikkan pandangannya ke arah Sabil.

Sabil yang melihat itu pun tersenyum sinis dan memalingkan wajahnya ke samping, perempuan itu sejak dahulu tidak berubah sama sekali begitu ucap Sabil dalam hati.

"Eee Vin kayanya urusan kita udah selesai kan? Gue boleh keluar?" tanya Sabil yang tidak tahan melihat Stella.

"Oh iya Bil kamu boleh pergi sekarang, sampai ketemu nanti malam." Gavin mengakhiri kalimatnya dengan memberi senyum manis kepada Sabil.

Melihat itu Sabil refleks ikut tersenyum, dan sepersekian detik kemudian ia menjadi salah tingkah sendiri sementara itu Stella yang masih berdiri memelototkan matanya saat melihat Gavin berbicara dengan Sabil menggunakan aku kamu, ditambah dengan senyum manis yang Gavin tunjukkan pada Sabil.

"Eh Billl," panggil Gavin saat Sabil sudah berada di depan pintu dan membukanya.

"Kenapa?" tanya Sabil yang mengurungkan niatnya untuk membuka pintu.

"Dandan yang cantik ya," bisik Gavin setelah berdiri tepat di samping Sabil.

Sabil pun semakin bergidik ngeri dan memikirkan hal buruk apa yang akan dilakukan Gavin.

"Pikirannya jangan kemana-mana, aku ngga akan macam-macam." Gavin membukakan pintu untuk Sabil yang kini masih membeku di tempatnya.

"Lo sebenarnya mau ngapain sih Vin?" tanya Sabil sebelum keluar.

"Udah nanti malam juga kamu tahu." Gavin menarik Sabil agar segera keluar dari ruangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status