Share

Harapan

Berita pengunduran diri Nadhira sudah beredar di sosial media, para pecinta bulutangkis menganggap Nadhira mengambil keputusan yang tepat. Sejak berita degradasi Sabil, para badminton lovers sudah ramai membicarakan solusi agar keduanya tetap bisa bermain yaitu dengan Nadhira harus keluar dari pelatnas.

Setelah mendatangi club masing-masing, Nadhira dan Sabil memutuskan untuk berlatih di PB IGNIS club besar tempat dimana Sabil berasal. Mereka memilih berlatih di PB IGNIS karena fasilitas di club tersebut lebih lengkap dan teman sparing yang lebih berkualitas.

Sabil pikir semua akan mudah setelah Nadhira keluar dari pelatnas tapi ternyata kini mereka kesulitan mendapat sponsor, banyak perusahaan menolak memberi sponsor dengan berbagai alasan padahal keduanya masih menjadi ganda putri nomor satu dunia.

"Nduk ada apa to? Kok sedih lagi?" tanya Winda, ibunya Sabil.

"Sabil ngga dapat sponsor bu," jawab Sabil dengan pandangan kosong.

"Sabar aja dulu, nanti pasti ada. Masa atlet hebat kaya kamu ngga ada yang mau kasih sponsor," ucap Winda menghibur putrinya.

"Bu, sebenarnya--"

Sabil hendak menceritakan pada Winda bahwa nasibnya saat ini mungkin disebabkan oleh rencana jahat seseorang, namun ia urungkan niatnya. Ia tidak mau memberi tahu siapapun jika belum memiliki bukti.

"Sebenarnya apa nduk?" tanya Winda penasaran.

"Ngga jadi bu," jawab Sabil sambil tersenyum dan menggaruk alisnya.

"Mbak, ada telepon nih." Sakha tiba-tiba datang membawa ponsel Sabil yang sudah berdering sejak tadi.

Sabil pun segera mengambil ponselnya dari Sakha dan melihat nama Nadhira tertera di ponselnya.

"Halo Nad, ada apa?" tanyanya setelah menerima panggilan.

"Billl, gue barusan dapat telepon." Nadhira berbicara dengan sangat kencang diseberang telepon.

"Telepon dari siapa sih Nad? Kaya senang banget?"

"Ada perusahaan yang mau kasih sponsor, dan lo tau ngga perusahaan yang mau kasih sponsor itu XIGO Bil, perusahaan besar." Nadhira menjelaskan dengan menggebu-gebu.

"Beneran Nad?" tanya Sabil tak percaya.

"Iya Bil masa bohong, kita disuruh ke kantornya besok"

"Alhamdulillah Ya Allah. Jam berapa Nad?"

"Jam sembilan, besok aku jemput ya," jawab Nadhira masih bersemangat.

"Siap Nad."

Sambungan telepon terputus, Sabil beranjak dari duduknya dan melingkarkan tangannya ke leher Winda.

"Bu makasih ya doanya, akhirnya Sabil dapat sponsor." Sabil tersenyum sangat lebar membuat Sakha dan Winda ikut tersenyum.

"Selamat ya nduk, semoga setelah ini semua dilancarkan." Winda mengusap lembut tangan putrinya yang melingkar di lehernya.

"Amiiin." Sabil tak henti-hentinya tersenyum manis.

.

.

Gavindra Al Faizan sibuk menatap tabnya, sejak tadi ia membaca berita tentang Sabil dan Nadhira yang hingga saat ini masih ramai dibicarakan.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu membuatnya mengalihkan pandangannya dari tab. Ia lekas mempersilahkan pengetuk pintu untuk masuk. "Masuk."

"Permisi pak," sapa Evan, asisten pribadi Gavin.

"Ya, gimana Van?" Gavin meletakkan tabnya di meja.

"Saya sudah menghubungi Nadhira dan sudah menjadwalkan pertemuan sesuai yang bapak perintahkan," ujar Evan memberi laporan.

"Oke good." Gavin melihat jam tangannya "Kamu boleh pulang sekarang Van," lanjutnya.

"Baik pak, selamat malam." Evan membungkukkan badannya.

Gavin hanya membalas dengan anggukan kepala, setelah Evan keluar dari ruangannya, Gavin beranjak dari duduknya dan memasang jas nya lalu keluar dari ruangannya.

Malam ini, ia akan bertemu dengan Mikhaila Rossa Permadi. Perempuan cantik yang akhir-akhir ini sering ia temui. Sudah pukul delapan malam, dan saat Gavin sampai disana ia sudah melihat Mikha menunggunya.

"Hai Vin," sapa Mikha lebih dulu saat melihat Gavin menghampirinya.

"Hai, udah lama?" balas Gavin setelah duduk di seberang Mikha.

"Engga, baru sampai juga kok." Mikha terus memperlihatkan senyum manisnya, sangat jelas terlihat ia menyukai Gavin.

"Udah pesan?" tanya Gavin.

"Udah, aku pesanin kamu kaya biasa. Atau mau ganti?"

"Oh engga Mik, itu aja." Gavin sedikit tersenyum untuk membalas Mikha yang sejak tadi tersenyum padanya.

"Vin aku suka banget baca w*****n keluaran dari XIGO loh, apalagi yang masih on going, bagus-bagus semua." Mikha memulai topik pembicaraan untuk memecah kecanggungan.

"Oh ya? Saya jarang banget dengar orang baca w*****nnya, bahkan sebenarnya departemen w*****n itu sudah sulit bertahan di perusahaan karena peminatnya sedikit."

"Serius peminatnya sedikit? Padahal webtoonnya bagus-bagus," komentar Mikha yang merasa sangat heran.

"Kalah saing sama perusahaan sebelah sepertinya," jawab Gavin bercanda.

Mereka terus berbincang hingga hidangan tiba, Gavin sudah tidak terlihat canggung dipertemuan ketiga nya dengan Mikha ini.

Mikhaila adalah perempuan yang Sarah pilih untuk menjadi istri Gavin, Sarah sangat risau melihat cucunya yang sudah berusia tiga puluh tahun sama sekali belum pernah memperkenalkan seorang wanita pada keluarganya. Oleh sebab itu Sarah memperkenalkan Mikhaila pada Gavin.

Sebenarnya sudah dari dulu Sarah ribut memilihkan jodoh untuk Gavin dan meminta Gavin melakukakan kencan buta, namun baru kali ini Gavin bersedia menemui perempuan yang disarankan oleh Sarah.

"Vin," panggil Mikha setelah selesai makan.

"Ya?" tanya Gavin lembut yang makin membuat Mikha jatuh cinta.

Baru saja Mikha membuka mulut untuk melanjutkan pembicaraan, namun tiba-tiba ponsel Gavin berbunyi yang otomatis membuat Mikha terdiam.

"Maaf saya angkat telepon dulu." Gavin mengeluarkan ponselnya dari saku jas nya.

Mikha mengangguk pertanda mempersilahkan Gavin mengangkat telepon.

"Halo Van, ada apa?" tanya Gavin setelah menerima panggilan.

"Saya tadi baca pesan bapak yang meminta saya untuk menelepon bapak jam setengah sembilan," ucap Evan diseberang telepon.

"Oh iya Van saya segera kesana," jawab Gavin.

"Maaf pak." belum selesai Evan berbicara, Gavin sudah memutus panggilannya.

Di tengah makannya tadi, Gavin menyempatkan untuk mengirim pesan pada Evan. Pesan itu berisi perintah "telepon saya jam setengah sembilan, penting"

Hal itu Gavin lakukan agar memiliki alasan untuk mengakhiri makan malamnya dengan Mikhaila lebih cepat, ia tidak nyaman jika berlama-lama dengan Mikhaila walaupun di luar ia terlihat sangat nyaman.

"Mikha, maaf sekali saya ada urusan mendesak. Saya harus pergi sekarang," ucap Gavin sembari memasukkan ponselnya ke saku jas lagi.

"Penting banget?" tanya Mikha terlihat kecewa.

"Iya, maaf ya saya ngga bisa antar kamu pulang," ujar Gavin berpura-pura merasa bersalah padahal ini di sengaja olehnya.

"Boleh ngga aku ikut kamu aja?" tanya Mikha yang membuat Gavin bingung harus merespons apa, ini tidak menyangka Mikha akan seperti itu.

"Lebih baik kamu pulang aja Mik, kamu baru selesai shooting tadi langsung kesini kan? Lebih baik pulang, istirahat." Gavin berlagak perhatian pada Mikha.

Ponsel Gavin berdering lagi, panggilan tersebut dari Evan. Rupanya Evan bingung dengan perintah bos nya, ia bingung kenapa Gavin memberi perintah untuk meneleponnya pukul setengah sembilan, dan ia semakin bingung saat Gavin mengatakan "saya segera kesana" oleh karena itu kini Evan menelepon Gavin lagi untuk bertanya.

"Ini Evan sudah telepon saya lagi, saya harus segera pergi." Gavin memanfaatkan panggilan dari Evan yang datang tepat waktu.

"Yaudah kamu hati-hati ya," jawab Mikha dengan wajah kecewanya.

Gavin tak menjawab, ia mengeluarkan dompetnya lalu menyerahkan beberapa lembar uang ke hadapan Mikha.

"Bayar pakai ini ya nanti, saya pergi dulu." Gavin buru-buru berdiri setelah menyerahkan uang pada Mikha, lalu pergi tanpa melihat Mikha lagi.

Mikha terlihat sangat kesal karena Gavin pergi terlalu cepat, ia mengepalkan tangannya dan menggebrak meja di depannya yang membuat orang-orang melihatnya.

"Gue ngga akan biarin lo lepas dari gue Vin," ucap Mikha pelan namun penuh penekanan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status