Happy reading 😘
Saat ini cukup dengan hanyamenatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan akuakan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake."Tentu saja dia dendam dengan pria gila itu, apa kau tidak pernah merasa jika ada Alvin dan muncul Justine suasana menjadi awkward?" Lanjut Jhony yang sibuk dengan ponselnya.Alvin menghela napas lelah mendengar argumen bodoh kedua manusia yang berada disampingnya."Aku meminta pria tidak waras itu untuk ikut, dia mengatakan tidak bisa ikut. Dia ingin bertemu teman lamanya yang baru saja datang dari Rusia.""Teman lama? Dari Rusia? Apa dia melengkapi laporannya padamu tentang jenis kelamin temannya?" Jhony bertanya dengan wajah antusias."Kau tahu Jhon, saat kau mengatakan jenis kelamin tadi, seakan-akan kau ingin membeli hewan peliharaan. Kata yang tidak cocok untuk manusia Jhon kau harus belajar lebih giat tentang kosakata," ujar Jake menggelengkan kepalanya dan menatap miris Jhony yang terkadang memiliki kosakata ajaib saat berbicara.Jhony mendelik menatap Jake, "berhenti menasehatiku seakan-akan aku manusia yang paling bodoh Jake.""Kau memang pria yang bodoh Jhon. Terkadang aku bingung mengapa orang tuamu mewarisi perusahaan mereka padamu," gurau Jake diiringi dengan tawa kerasnya."Karena hanya aku satu-satunya anak mereka," sahut Jhony dengan wajah kesal."Kau baru saja mengatakan orang tuamu terpaksa mewariskan aset mereka karena kau satu-satunya penerus mereka." Jake tertawa."Aku t-,."Alvin mengacak rambutnya kasar, "bisakah kalian membicarakan hal yang penting sekali saja dalam hidup kalian saat bertemu?" Alvin menatap dua pria yang berada disampingnya.Jake terkekeh mengangkat gelas berisi cappucino dan menyesapnya. "Entah sejak kapan hobby baruku, tapi membuat Jhony kesal adalah hal yang menyenangkan selain membuatmu marah Vin." Membuat Jake mendapat tatapan tajam membunuh dari kedua sahabatnya"Sepertinya dua orang itu telah bersatu Vin, apa kita harus bersatu juga untuk melawan mereka yang berkoalisi?" Tanya Jhony dengan wajah serius."Kau sama bajingannya dengan mereka jika bertemu dan ikut memojokkanku sialan!" Umpat Alvin, ia meletakkan beberapa lembar uang di atas meja dan pergi meninggalkan Jhony serta Jake.---"Aku rasa Ferdio benar gila. Aku baru percaya setelah melihatnya langsung," komentar Erick melirik Keona yang memejamkan mata disampingnya."Sudahku katakan tadi," ujar Keona yang masih memejamkan mata. Kilasan bayangan masa lalu kembali muncul."Aku jadi tidak berminat untuk mendekatinya," Erick fokus menatap jalan.Keona menoleh ke arah sebelah kanan mencoba fokus pada Erick untuk melenyapkan bayangan kelam. "itu lebih baik.""Kau tahu Yona, kau benar-benar sangat cantik dan seksi menggunakan dress dari Mhilea."Keona memutar bola mata, pasalnya selama mereka di perjalanan Erick telah mengatakan hal yang sama hampir sepuluh kali."Erick aku lapar, aku ingin pergi menemui Bready," lirih Keona menatap Erick tanpa menghiraukan pujian yang baru saja diberikan untuknya.Erick mengerutkan dahi mendengar ucapan gadis yang berada disampingnya. "Kau lapar? Seharusnya kita pergi ke restoran bukan ke kantor Bready," ujar Erick menatap Keona sebentar dan kembali fokus pada jalan.'Keona benar-benar tidak baik-baik saja,' pikirnya."Aku akan delivery makanan saat sampai di kantor Bready." Keona menatap jam Gucci yang melingkar indah dipergelangan kiri.13:26 AM.Bertemu dengan Bready mungkin dapat sedikit membantu melenyapkan semua yang sedang bersarang di kepalanya, ia membutuhkan Bready."Mungkin sekarang jam istirahat, kau tidak perlu memesan makanan, ajak saja Bready makan di luar," usul Erick."Mungkin saja sudah berakhir," sahut Keona."Baiklah kita akan pergi, dan aku akan memesankan makanan untukmu." Erick mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana."Pesankan untuk mereka," pinta Keona melihat Erick memegang ponsel bersiap untuk menelepon."Hmm." Ia hanya membalas dengan gumaman, dan tidak bertanya apa yang ingin Keona makan. Tentu saja makanan Jepang masih menjadi makanan favorit."Aku ingin memesan sushi seperi biasa.""........""Antarkan ke kantor pusat Daguen Group.""........""Oke."Keona hanya memperhatikan wajah Erick yang serius berbicara melalui ponselnya. Tampan, Satu kata yang dapat diucapkannya, ia tersenyum dan kembali menatap jalanan yang ramai. Erick mengetahui beberapa bagian kisah hidup Keona, apa yang telah terjadi di masa lalunya. Bersahabat dengan seorang Erick Hazley yang di adopsi oleh Daddy di panti asuhan untuk menemani Keona bermain. Daddy memberikan fasilitas yang sama untuk digunakan Erick sama halnya dengan Keona.Erick bukan satu-satunya anak yang di adopsi oleh pria berkuasa tersebut. Ada beberapa lagi yang kini menjadi pengawal setia ataupun mata-mata serta tangan kanan pengusaha itu."Apa aku harus menunggumu?" Tanya Erick memulai percakapannya kembali setelah 10 menit berlalu tanpa ada suara."Mengapa aku tidak menyukaimu?" Tanya Keona.Erick mengerutkan dahi tidak mengerti. "apa yang kau maksud?""Mengapa aku tidak mencintaimu? Kau tampan."Erick memukul dahi Keona dengan jari telunjuknya. "Jangan mengatakan hal yang aneh. Apa aku harus menunggumu?" Tanya Erick lagi."Tidak perlu, aku akan pulang dengan Bready." Jawab Keona seraya menyandarkan kepala seakan menyerah, bahkan tidak membalas perbuatan Erick padanya."Baiklah, telepon aku jika kau membutuhkan sesuatu." Erick menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk Daguen Group."Terima kasih Erick," ujar Keona melepaskan seat belt dan membuka pintu mobil tanpa menunggu jawaban dari Erick.Keona masuk dan mendapatkan tatapan sinis yang diarahkan para karyawan wanita, dan tatapan memuja dari karyawan pria. Pasalnya ia masih menggunakan dress pantai yang diberikan Mhilea sesaat setelah pemotretannya usai. Keona berjalan dengan santai tanpa menghiraukan tatapan dari semua orang, tidak perlu memikirkan mereka yang membenci.Keona tersenyum saat melihat punggung seseorang yang dikenalnya masih menggunakan jas hitam sama seperti tadi pagi saat ditemuinya. Bready berjalan bersama tiga orang pria yang menggunakan jas serupa."Bready!" Teriaknya serta memperlihatkan senyum lebar.Seakan nama mereka telah berganti menjadi sama empat orang pria yang menggunakan jas hitam di hadapan Keona melihat secara bersamaan. Bready tersenyum menatap Keona yang berlari ke arahnya, namun ada hal aneh yang ia rasakan tawa gadisnya. Bready memicing sesaat."Pelan-pelan lihat semua orang melihat kearahmu." Bready memeluk tubuh kurus Keona. "Dan lihat mengapa kau menggunakan pakaian seperti ini?"Bready menyentuh bahu Keona, tangannya bergerak melepaskan jas yang ia pakai dan menyampirkan pada bahu mulus Keona. Ia memperbaiki syal yang melingkar di leher Keona."Aku baru saja pulang dari pemotretan dan mereka memberikannya untukku pakai." Keona tersenyum menampakkan deretan gigi rapi berusaha setenang mungkin agar Bready tidak menangkap kegundahan hatinya."Kau dapat menyimpannya hingga kita pergi berlibur." Bready tersenyum. "Siapa yang mengantarmu?""Erick mengantarku kemari." Keona memeluk tubuh atletis Bready.Sangat nyaman."Baiklah Tuan Putri, kau harus menungguku di dalam ruangan, aku harus meeting dengan clien ku." Bready mengacak sayang rambut Keona dan sekali lagi menatap mata hijau indah dengan banyak kegundahan dan ketakutan di dalamnya. Ia ingin bertanya namun kini bukan saat yang tepat.Bready mengalihkan pandangan pada tiga sosok pria yang berada disampingnya. Mereka sejak tadi hanya melihat kemesraan yang diperlihatkan Bready dan Keona.Ketiga pria dan seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris mengerutkan dahi serta memandang takjub pada Bready. Wajah kaku dan dinginnya seketika hilang tak berbekas berganti dengan kepribadian yang hangat dan penuh kasih sayang. Apa Bready memiliki kepribadian ganda?"Antarkan Mr. Maldiery ke ruangan," ujar Bready pada sekretarisnya. "Sepertinya tidak perlu," lanjut Bready saat menemukan Brealdy yang baru saja masuk.Pria dengan wajah serupa namun kepribadian yang berbeda. Ia melihat ke arah Bready dengan wajah gembira dan mengalihkan pandangan pada tiga orang pria yang berada di samping Bready. Matanya menatap Keona."Keona."Keona segera melepaskan diri dari Bready, lalu beralih memeluk Brealdy. Mereka telah berdamai."Pergilah bersama Brealdy, tunggu aku di sana. Jika telah selesai aku akan menjemputmu," ucap Bready."Kau menitipkan Keona padaku?" Tanya Brealdy tidak percaya."Jangan memancingnya," bisik Keona. Ia dan Brealdy tertawa bersama."Ayo kita pergi."Brealdy merangkul pinggul yang dilapisi jas. Mereka melangkah pergi menuju lift."Lepaskan tanganmu dari Yona, sialan!" Teriak Bready.Brealdy mengangkat kedua tangan ke udara untuk membalas ucapan si iblis berwajah tampan. Satu rahim tidak membuat Bready berbagi.Keona menatap wajah Alvin yang tampak tenang dalam tidurnya. Seperti dirinya, pria itu terlihat kehilangan beberapa kilogram berat badan dari terakhir mereka bertemu. Wajahnya pucat, lingkaran hitam menggelayuti mata, dan bekas lebam berbentuk jari hasil dari kekerasan Bready masih nyata terlihat. Air mata kembali menggenang di pelupuk Keona. Ia duduk perlahan, mendekat untuk mengamati wajah Alvin lebih jelas, seolah ingin mempelajari jejak penderitaan yang tertinggal di sana. “Sorry for causing a commotion,” bisiknya pelan. Entah mengapa, ia yakin Alvin dapat mendengar suaranya meski tengah tertidur. “You can hear me, right?” Ia menekan tombol untuk menurunkan pembatas ranjang, lalu melipat kedua tangan dan menyandarkan kepala di atas tempat tidur Alvin. “I’m sorry for putting you in this situation. I never expected something bad would happen that night. I felt two conflicting emotions at once, happy because someone saved me, but also sad, because someone got hu
Keringat mengucur deras bersamaan dengan napas yang memburu, rambut cokelat bergerak seirama dengan tubuhnya yang semakin bergerak cepat. Air conditioner yang menyala tidak dapat membendung keringat yang keluar dari pori-pori. Detak jantung yang semakin memburu tidak menyurutkan keinginannya untuk berhenti. Terik matahari yang terlihat dari dinding kaca menjadi salah satu faktor keringat tak kian terbendung. Ia terus mencoba hingga tubuhnya berada di ambang batas kesanggupan, dua jam berlalu namun tubuh ini masih dapat bertahan. Penyiksaan harus dilakukan dengan maksimal hingga rasa bersalahnya menguap tak tersisa. Pandangan dari mata hijau itu sekarang terasa berbeda, matahari yang terlihat terik serta langit yang biru perlahan terlihat bagai gambar usang berwarna hitam dan putih. Semua perlahan terlihat sedikit menggelap dan warna cerah berubah menjadi beberapa warna aneh yang membuat tubuhnhya tidak nyaman. Seorang pria yang baru saja keluar dari sebuah pin
Keona menarik paksa lengan Noah yang berlapiskan kemeja putih, matanya masih menangkap Bready berdiri tegak bersama para pengawal di belakangnya. Ohhh sungguh, Keona muak melihat Bready mulai beberapa waktu lalu dan mungkin hingga seumur hidupnya. Langkah kecilnya bergegas menuju mobil hitam milik Noah yang terparkir. Di sampingnya Noah hanya melangkah pasrah mengikuti langkah Keona, dirinya tidak tahu apa rencana yang akan dibuat oleh Keona. Ia hanya berharap semoga wanita dengan mata sembab ini tidak membuat masalah yang akan membangkitkan iblis di dalam diri Bready. Kali ini, Noah pasti akan turut menanggung akibatnya. Dentuman suara pintu mobil terdengar keras, Keona melihat Noah memejamkan mata dengan kedua tangan berada di pinggang. Bready masih menatap tajam ke arah mereka seakan ingin menghancurkan mobil tersebut melalui tatapan matanya. Pintu mobil kembali terbuka karena Noah masih berdiri di luar sana. "Bergegaslah sialan!" Teriakan Keona dan dentuman pintu untuk
Hembusan napas terdengar, Jake memperhatikan layar monitor lima parameter yang menampilkan Heart Rate, Blood Pressure, Oxygen Saturation, Respiratory Rate, dan garis EKG. Sejak meninggalkan apartemen Alvin, Jake merasa gelisah. Ia kembali ke rumah sakit namun dengan pikiran dan kemungkinan yang memenuhi kepalanya. Jake sempat menghubungi Justine, musuh sekaligus sahabat dari Alvin Maldiery, dirinya menceritakan detail kejadian pria itu akan berhadapan dengan seorang Bready. Justine mengatakan tidak perlu khawatir dan akan meminta orang-orang miliknya untuk mengawasi. Bahkan sebelum kedatangan Bready, Justine telah mempersiapkan ambulance di halaman apartemen lengkap dengan peralatan, dokter serta perawat di dalamnya. Tepat setelah Bready meninggalkan apartemen dengan para pengawal serta wanita cantik yang terlihat meronta, pesuruh Justine segera melihat keadaan Alvin. Pria tersebut hampir kehilangan nyawa jika tidak segera tertolong, detak jantungnya melemah,
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun keadaannya.
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan