Share

Orang Aneh

Kanaya tidak percaya kalau ia harus mengambil keputusan sebesar ini dalam waktu singkat. Membuat hidupnya berubah drastis. Kondisi kesehatan mama dan papanya yang semakin memburuk membuat Kanaya semakin sedih dan terpuruk.

Kanaya tidak pernah takut kehilangan harta, namun kehilangan orangtua dalam waktu bersamaan tak pernah terlintas di kepalanya.

Kanaya belum siap. Apalagi kedua adiknya yang belum dewasa benar. Memikirkan hal itu membuat dada Kanaya terasa sesak.

“Kanaya, kamu baik-baik saja?”

“Suster…” lirih gadis itu sambil mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

Kanaya sempat pamit untuk keluar, namun karena terlalu lama perawat akhirnya mencari gadis itu sekalian berpamitan pulang.

“Suster udah mau pulang, ya? Maaf Kanaya jadi bikin suster terlambat pulang.”

“Tidak apa, Kanaya. Kamu mau dipeluk?”

Ditanya seperti itu Kanaya langsung mengangguk dan menangis sesenggukan di bawah tatapan kedua mata tajam yang sejak tadi juga mencarinya.

***

Tak lama Kanaya kembali ke kamar perawatan orangtuanya dan terkejut ketika mendapati Leon sedang duduk dengan kedua kaki terangkat ke atas meja di depan sofa.

Kedua tangannya terlipat di dada dan pria itu memejamkan matanya dengan tenang. Leon tampaknya kelelahan. Terlihat dari keningnya yang berkerut-kerut.

Pria yang hanya mengenakan stelan celana dan kemeja yang tangannya dilinting hingga sikut itu membuat Kanaya menghela napas pelan.

Dengan langkah perlahan ia menghampiri sofa dan merapihkan jas serta dasi yang diletakkan Leon sembarangan sebelumnya.

Kanaya juga mengantuk. Tapi posisi Leon yang berada di sofa membuat Kanaya urung ikut duduk di sana. Kanaya tidak ingin membangunkan Leon. Ia memilih tidur sambil duduk menelungkupkan kepalanya di dekat tangan sang mama di sisi ranjang.

Leon yang sebenernya mengetahui keberadaan Kanaya kemudian membuka mata dan memperhatikan pemandangan di hadapannya.

Sejenak Leon tertegun menatap Kanaya yang tampaknya mulai terlelap. Ia pun memilih memejamkan matanya kembali sebelum bangun dini hari dan pergi meninggalkan ruang perawatan tersebut tanpa pamit.

“Saya boleh minta tolong?” ucap Leon pada seorang perawat.

“Iya, Pak. Ada yang bisa dibantu.”

“Tolong cek pasien di kamar itu,” unjuknya pada ruang perawatan orangtua Kanaya.

“Oh, pasien dengan keluarga Mbak Kanaya, ya, Pak?”

Leon pun mengangguk. “Kanaya tadi tidur di kursi di dekat ranjang. Tolong bangunkan dan minta dia pindah ke sofa bed. Tapi jangan bilang saya yang minta.”

“Baik. Ada lagi?”

“Tidak. Terima kasih.”

Namun baru beberapa langkah Leon kembali menghampiri stasion perawat dan mengeluarkan semua isi dompet lalu menyerahkan pada perawat tadi.

“Maaf, ini untuk apa, Pak?”

“Tolong belikan Kanaya sarapan. Saya tahu ini bukan tugas kalian. Karena itu saya bayar lebih. Anggap saja sebagai fee karena mau membantu saya menjaga Kanaya.”

Perawat itu tersenyum sambil mengambil uang seperlunya dan mengembalikan sisanya.

“Saya bisa kena hukuman jika ketahuan menerima hal seperti ini. Saya akan ambil ini saja,” katanya sambil mengangkat uang seratus ribu di tangannya. “Saya akan belikan sarapan, makan siang, snack bahkan makan malam kesukaan Mbak Kanaya.”

Leon mengernyit, dengan uang seratus ribu bagaimana bisa Kanaya mendapat makanan yang layak sebanyak tiga kali dalam sehari ditambah snack pula. Namun saat ia hendak menyanggah, perawat tersebut lebih dulu membuka mulutnya.

“Saya hanya bisa membantu kali ini saja. Kalau bapak mau melakukannya lagi, bapak sendiri saja yang melakukan atau suruh saja orang lain mewakilkan. Kami bekerja dan dibayar untuk merawat pasien. Di luar itu kami tidak boleh melanggar aturan yang berlaku,” terangnya membuat Leon berdecak dalam hati.

Leon memilih pergi sambil menggerutu pelan. Bisa-bisanya, di jaman seperti ini ada orang yang menolak uang banyak hanya demi harga diri dan loyalitasnya terhadap pekerjaan.

Mungkin karena Leon terbiasa melihat orang-orang manipulatif dan berwajah dua, ia menjadi asing dengan pemandangan yang sebetulnya sering dicontohkan ayahnya sejak dulu.

Leon bahkan merasa kesal karena ia lupa meminta si perawat untuk memberitahukannya besok tentang reaksi Kanaya.

“Buat apa juga coba gue ngelakuin itu. Bodoh!” umpatnya kemudian menyalakan mobil dan meninggalkan parkiran rumah sakit dengan perasaan kesal.

Bahkan saking kesalnya dan tak ingin memasukkan kembali uang yang dikembalikan perawat tadi, Leon memberikan semua uang itu pada petugas parkir rumah sakit yang berjaga di posnya.

“Ini terlalu banyak, Pak.”

“Jangan protes dan buat saya marah, paham?!”

Sang petugas parkir kebingungan hingga ia terlambat menekan tombol untuk membuka palang pintu agar mobil Leon bisa lewat.

Leon juga sempat memaki meski tak diambil hati mengingat petugas parkir itu sudah mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat.

“Dasar orang aneh,” gumamnya sambil geleng kepala. “Stres kali ya kebanyakan duit sampe bagi-bagi duit tapi nyolot,” kekehnya kemudian kembali menonton siaran bola yang sedang ia perhatikan dari layar ponselnya sebelum Leon datang.

***

Lusa malamnya, Leon yang merasa lelah dengan pekerjaan memilih pergi ke kelab dan menghabiskan waktunya hingga larut malam dengan minum-minum seorang diri.

Seorang wanita cantik berpakaian seksi menghampiri dan mengajaknya minum bersama. Namun tiba-tiba saja terbersit sebuah ide jahat yang membuat Leon tersenyum menakutkan.

“Kenapa?”

“Kemarilah!” jawab Leon pada wanita yang mengajaknya minum tersebut.

Leon membisikkan sesuat. Membuat wanita itu menggerakan tangannya dengan cara yang menggoda, menyentuh dada bidang Leon yang kemudian dihentikan.

“Kenapa? Bukankah kita akan bersandirwara di depan calon istrimu?”

Leon hanya tersenyum miring. “Kamu hanya perlu melakukannya di depan dia. Bukan sekarang. Paham!”

“Ya, ya, ya. Terserah yang ngasih duit, deh,” cibir wanita itu lalu memilih minum sambil menunggu orang yang mereka bicarakan.

Ya, Leon meminta gadis itu menghubungi Kanaya dan mengatakan padanya kalau ia sedang mabuk berat dan asisten pribadinya tidak bisa dihubungi. Kanaya lantas datang dengan terpaksa tiba di tempat yang tidak pernah ingin ia masuki sama sekali dalam hidupnya.

Namun demi Leon, Kanaya mengesampingkan pikiran buruknya. Ia memasuki kelab malam mewah itu dan meminta pelayan membawanya ke ruangan yang dituju.

Leon yang menyadari kehadiran seseorang bergegas menarik perempuan yang disewanya untuk berakting dengan cepat, mencubunya dengan liar di atas pangkuannya ketika Kanaya masuk.

Kanaya yang melihat hal itu menatap datar. Ia terlalu jengah menyaksikan adegan mesum yang mungkin nantinya juga akan ia lakukan dengan Leon setelah menikah.

Leon yang menyadari tatapan Kanaya langsung menghentikan cumbuannya dan menyingkarkan wanita yang duduk di pangkuannya tersebut.

Wanita itu berusaha merayu Leon kembali dalam keadaan yang hampir telanjang mengingat gaun yang ia kenakan sangat pendek dan terbuka setelah dibuat berantakan oleh Leon. Namun Leon kembali menepis dan meminta Kanaya yang mendekat.

Kanaya pun mendekat setelah perempuan yang disewa Leon tersebut pergi. Semerbak aroma minuman keras langsung menguar dan menusuk indera penciuman Kanaya. Membuat Kanaya mengernyit sambil  menutup hidungnya.

Leon yang masih bisa mengendalikan kesadarannya itu berpura-pura menarik Kanaya dan mencoba mendudukkan gadis itu di atas pangkuan seraya hendak melakukan hal serupa seperti pada wanita sebelumnya. Namun diluar dugaan Kanaya berhasil mengelak bahkan membuat Leon kalah.

‘Sial! Di mana dia belajar bela diri seperti ini?’ maki Leon yang kini hanya bisa tengkurap dengan posisi tangan terkunci di atas pinggangnya.

Leon bisa saja melawan. Tapi jika hal itu ia lakukan, Kanaya tentu akan tahu kalau ia sedang berpura-pura mabuk berat.

“Mana kunci mobil kamu?”

Leon terkekeh. Kekehan yang membuat Kanaya sempat tertegun sesaat apalagi ketika Leon merengek minta dilepaskan.

“Kamu mau ambil sendiri di saku celanaku, Sayang?”

Kanaya berdecak dan akhirnya melepaskan Leon, namun kesempatan itu digunakan Leon untuk membalas Kanaya.

Leon berhasil menjatuhkan Kanaya dan menindihkanya. Wajah mereka hanya berjarak jari dan ketika Leon mendekatkan wajahnya pada Kanaya, Kanaya berpaling. Membuat Leon mengeram dalam hati.

Tak ingin malu di hadapan Kanaya, Leon pun kembali terkekeh dan pura-pura pingsan hingga menindih Kanaya yang tak bisa berkutik kemudian.

Kanaya lantas berteriak meminta bantuan pelayan bar untuk mengambilkan kunci mobil di saku celana Leon dan membantunya membawa Leon ke dlam mobil.

“Berapa kode apartemen kamu?” tanya Kanaya setibanya di depan unit apartemen milik Leon.

Kanaya sempat menanyakan di mana Leon tinggal pada calon ibu mertuanya sehingga ia bisa membawa Leon ke sana. Leon yang sedang dibopong petugas keamana apartemen menjawab dengan cara meracau.

“Tolong dibawa ke dalam kamar, Pak,” lanjut Kanaya setelah lega karena pintu bisa dibuka.

Petugas keamanan mengangguk dan membaringkan Leon di tempat tidur. Tak lupa Kanaya memberi mereka tip sebagai tanda terima kasih.

Kanaya membantu Leon melepas sepatu dan jam tangannya. Ia juga menyelimuti Leon yang masih terus berakting mabuk tak sadarkan diri.

Kanaya duduk di samping tempat tidur Leon dan menatap pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya tersebut.

Puas menatap pria yang kini memunggunginya, Kanaya beranjak pergi. Namun tak diduga Leon bangun dan membopong tubuh Kanaya ke atas kasur.

Kanaya benar-benar tak bisa berkutik ketika Leon mengunci tubuhnya hingga kesulitan bergerak.

Leon yang bisa merasakan debar jantung Kanaya diam-diam tersenyum menang. Ia memejamkan mata dengan puas hingga terlelap dan paginya saat ia terbangun Leon mendapati Kanaya sudah tidak ada di kamar apartemennya.

Leon pun keluar kamar dan mendapati seorang gadis sedang menyiapkan makanan di dapurnya.

“Pagi, Leon Sayang.”

Leon mengerutkan kening. “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?”

“Kanaya yang buka pintu.”

“Berarti kamu bertemu Kanaya?”

Gadis itu mengangguk sambil menghampiri Leon dan duduk di atas pangkuannya. Leon tak menolak seperti biasanya karena itu yang mereka sepakati semalam, saat Leon memintanya datang di pagi hari sambil membawakan sarapan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status