Share

Semua Yang Serba Cepat

Author: Arrana
last update Last Updated: 2023-08-14 00:20:35

Kanaya menatap kedua orangtuanya yang masih terbaring koma. Hatinya terasa sesak, tapi ia berusaha menahan air mata.

Sore itu, setelah menangis sejadi-jadinya di gedung kosong yang dulu dirancang ayahnya sebagai hadiah ulang tahun pernikahan, Kanaya memilih berjalan-jalan di kota. Ia ingin menyingkirkan bayangan kesedihan yang masih menempel di wajahnya sebelum kembali ke rumah sakit.

Sesampainya di apartemen keluarga, Kanaya mengambil beberapa benda kenangan seperti pigura foto, gantungan kecil yang diberikan adiknya, dan beberapa cendera mata yang mengingatkannya pada kebersamaan mereka.

Ia menata semuanya di ruang perawatan, berharap suasana yang akrab bisa sedikit menenangkan hatinya dan kedua orangtuanya.

“Malam sekali, Nona,” suara sang asisten terdengar ketika pintu terbuka.

“Iya, Om. Maaf, tadi aku pulang sebentar untuk ambil beberapa barang,” jawab Kanaya sambil tersenyum lelah.

“Tidak apa-apa. Saya bisa sambil menunggu dan menyelesaikan beberapa urusan perusahaan,” ucap sang asisten.

Kanaya tersenyum tipis. “Terima kasih, Om. Tapi Om tidak keberatan ya kalau nanti aku pergi bertemu Leon lagi?”

“Tidak masalah. Bagaimana pertemuan tadi?”

“Lancar… meski… agak… tegang,” jawab Kanaya. Ia menghela napas panjang, membayangkan ekspresi Leon yang dingin saat pertama kali mereka bertemu di restoran.

Sang asisten menatapnya lebih dalam. “Dia memang begitu. Tapi jangan khawatir, Nona. Saya yakin kamu bisa menghadapi Leon.”

Kanaya mengangguk, tapi hatinya masih bergemuruh. Ia tahu pertemuan berikutnya, kali ini dengan calon mertuanya, akan menjadi tantangan yang berbeda.

Setelah sang asisten pergi, Kanaya duduk di sofa sambil membuka laptop, menatap foto-foto lama keluarganya.

Sesekali senyum tipis muncul, tapi tak lama kemudian air matanya kembali menetes. Lelah dan kesedihan akhirnya membuatnya tertidur lelap.

***

Pagi harinya, Kanaya bangun lebih awal. Rutinitasnya sama seperti biasa, berolahraga ringan, sarapan sederhana, dan kembali ke ruang perawatan.

Setiap langkahnya kini terasa berat, tapi ia tahu ia harus tegar demi kedua orangtua dan adik-adiknya yang sedang bersekolah di luar negeri.

Ia harus memikirkan cara mengatur keuangan, mencari rumah baru yang dekat rumah sakit, dan kemungkinan membuka usaha sampingan agar tetap bisa menjaga keluarga.

Saat sedang berbincang melalui telepon dengan teman dekatnya, Luna, Kanaya mendapat dorongan semangat.

Luna berjanji membantu mencari solusi untuk rumah keluarganya yang akan disita bank, memberi Kanaya sedikit rasa lega.

Sesampainya di ruang perawatan, Kanaya terkejut melihat seorang wanita cantik dengan dandanan mewah duduk anggun di sofa.

“Halo, Sayang,” sapa wanita itu ramah.

Kanaya menatapnya bingung. “Maaf, Tante siapa?”

“Ya, Sayang. Tante ibunya Leon. Tante baru kembali dari Eropa. Maaf baru bisa menjenguk orangtuamu.”

Kanaya menunduk sopan. “Terima kasih, Tante. Sudah menyempatkan diri menjenguk Mama dan Papa.”

Ibu Leon tersenyum hangat. “Tante senang bisa bertemu dengan kamu, Kanaya. Tante juga sudah dengar banyak hal tentangmu. Kamu lebih cantik, lembut, dan sopan aslinya, ya.”

Kanaya tersenyum ramah menanggapi pujian dari calon mertuanya tersebut.

“Titip Leon, ya. Kanaya mau ‘kan?”

Kanaya terdiam. Kalimat itu membuatnya tersentuh sekaligus cemas. Ia sudah memutuskan menerima perjodohan demi kehormatan keluarga, tapi hatinya masih ragu menghadapi Leon yang baru dikenalnya dan bersikap dingin.

“Kanaya?” tanya ibu Leon lembut.

“Hah… iya, Tante,” jawabnya.

“Kamu terlihat melamun. Apakah Leon membuat bikin kamu nggak nyaman kemarin?”

Kanaya menggeleng. “Nggak, Tante. Kanaya hanya terpesona dengan perhatian Tante.”

Ibu Leon tertawa kecil. “Bagus. Jangan khawatir, Sayang. Jika nanti Leon bersikap menyebalkan, bilang saja ke Tante. Tante pasti tegur anak itu.”

Kanaya terkekeh, merasa lega. Kehadiran ibu Leon memberi ketenangan dan sedikit humor di tengah tekanan yang ia rasakan.

Namun ketika ibu Leon berbicara tentang pernikahan, Kanaya tersentak. “Akhir bulan ini?”

“Iya. Leon pasti lupa ngasih tahu kamu kemarin karena sibuk dengan pekerjaan dan urusan pribadinya. Tapi kita harus mempersiapkan segalanya dengan baik walaupun cepat kan?” ujar ibu Leon sambil tersenyum.

Kanaya mencoba menelan kekagetan. Semua terjadi begitu cepat. Sangat cepat.

Orangtuanya koma, ia harus menjaga keluarga, dan sekarang bersiap menikah dengan pria yang ia baru ia temui.

“Ayo, sekarang ikut Tante.”

“Ke mana?”

Ibu Leon menarik Kanaya ke butik mereka, sambil bercanda.

“Kita harus mencari gaun pengantin. Kamu nanti pasti akan terlihat menakjubkan. Percaya sama Tante.”

Kanaya menahan tawa. Tapi senyuman itu hilang seketika saat Leon muncul. Sosoknya tetap angkuh, dengan mata yang tajam menatap Kanaya.

“Wow… anak Bunda cantik sekali,” ucap ibu Leon, memancing ekspresi Leon.

Leon hanya menatap, diam. Senyum tipis muncul di wajahnya, tapi matanya tetap dingin.

“Leon, kenapa reaksinya begitu? Kamu nggak suka dengan gaun yang Bunda pilihkan untuk Kanaya?” tanya ibunya, mencoba mengkonfirmasi.

Leon menunduk sedikit. “Aku tidak ingin calon istriku jadi tontonan banyak orang, Bund. Aku mau pernikahan sederhana. Dan setelah orangtua Kanya nanti sadar, baru kita adakan pesta. Setuju?”

Kanaya menelan ludah, hatinya berdebar. Ia mengangguk pelan.

Namun kemudian Leon berbisik di telinganya dengan nada dingin namun dengan gestur intim.

“Jangan besar kepala, kamu memang tidak pantas mengenakan gaun semewah ini dan bersanding denganku di hadapan banyak orang.”

Kata-kata itu menghancurkan harga diri Kanaya, tapi juga meninggalkan rasa penasaran.

Perasaan Kanaya seolah diaduk antara takut, kagum, dan penasaran, semua emosi itu bercampur, menandai awal hubungan yang kompleks dengan Leon.

Kanaya menatap gaun di hadapannya. Ia tahu, perjalanan ini akan lebih berat daripada yang dibayangkan, tapi ia harus siap. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keluarga yang bergantung padanya.

Dan di saat itulah, Kanaya menyadari satu hal.

Pernikahan ini bukan sekadar perjodohan biasa. Ada rahasia dan tantangan yang menunggu di balik senyum dan sikap Leon yang misterius.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Endah Setyawati
huueee!!! Leon..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Gugatan Perceraian

    Malam itu kian terasa panjang. Meski jam dinding sudah menunjukkan lewat tengah malam, Kanaya berbaring di ranjang kontrakannya dengan tubuh letih dan pikiran yang terlalu riuh.Kata-kata Leon saat konfrontasi mereka sebelumnya seakan terus mengiang-ngiang di kepala Kanaya.Kanaya bahkan masih bisa mendengar dengan jelas suara dingin yang dibungkus ego tinggi itu terucap bersamaan dengan tatapan mata yang menyiratkan obsesi sekaligus penyesalan namun tak pernah benar-benar terucap dengan tulus.Ia lantas menarik selimut sampai ke dagu, berusaha menutup telinga dari suara-suara halus yang datang dari masa lalu.Tapi semakin keras ia mencoba melupakan, semakin jelas potongan-potongan adegan itu mengulang di dalam kepalanya.Leon yang berdiri di depan rumah baru yang ia tempati saat ini. Leon yang menuntut, menyalahkan dan memaksa seolah dirinya masih punya kuasa penuh atas hidup Kanaya.“Kenapa harus aku yang terus menanggung semua ini?” bisik Kanaya lirih dengan kelopak mata yang sudah

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Pertemuan Pertama

    Udara malam itu terasa dingin, membuat bulu kuduk Kanaya meremang.Setelah kejadian beberapa malam sebelumnya ketika derit pagar terdengar dan bayangan samar hingga kehadiran tamu misterius akhirnya muncul, ia selalu waspada pada setiap suara kecil yang datang dari luar rumah barunya.Bahkan saat waktu sudah menyentuh malam hari, justru langkah berat terdengar jelas di halaman.Bukan seperti suara hewan liar yang biasa melintas. Kali ini suara langkah itu berirama, perlahan tapi pasti mendekati pintu.Kanaya menahan napas. Jemarinya mengepal di sisi sofa ketika tubuhnya terasa menegang.Bi Irma yang baru saja membereskan meja makan tampak diam dengan raut wajah yang berubah gelisah.“Non, mungkin lebih baik Non masuk kamar saja,” bisiknya. Ada nada aneh dalam suara Bi Irma, seakan ia tahu siapa yang datang. Dan tebakan itu benar.Tok. Tok. Tok.Ketukan keras, mantap dan tanpa keraguan mengalihkan perhatian keduanya.Kanaya lantas berdiri meski geraknya terlihat kaku. Pandangannya meng

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Perang dan Ketenangan yang Terusik

    Malam kian larut dan sepi. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, tapi Kanaya masih terjaga di ranjangnya.Sejak kedatangan seorang pria asing yang dengan jelas mengaku sebagai utusan Leon, rumah yang Kanaya tempati kini seakan berubah wujud.Rasanya tak lagi teduh, apalagi memberi kenyamanan dan keamanan yang ia harapkan sebelumnya.Udara dingin yang masuk lewat celah jendela terasa kotor, seolah membawa aroma asing yang menempel pada dinding.Kanaya berulang kali menggeliat, mencoba mencari posisi tidur yang nyaman tapi tubuhnya menolak untuk tenang.Bayangan wajah utusan Leon terus melintas di pelupuk mata. Tatapan matanya yang tajam, meski gestur dan cara bicaranya terlihat sopan.Kata-kata orang itu memang halus, meski Kanaya merasa ada hal-hal terselubung yang menekannya.Kehadirannya membuat Kanaya sadar bahwa Leon mungkin tak muncul langsung tapi tangannya tetap tak pernah benar-benar melepaskan dirinya."Kenapa dia tidak menyerah saja? Kenapa dia harus terus menyentuh hidup

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Tamu Misterius

    Rumah yang Kanaya tempoati masih berbau baru. Dindingnya yang bercaty warna putih seakan memantulkan cahaya matahari pagi, membuat ruang tamu tampak lebih luas daripada kenyataannya.Kanaya berdiri di depan jendela seraya menatap keluar tapi tatapannya terlihat kosong.Sudah hampir dua minggu ia menempati rumah kecil ini, sebuah “tempat aman” yang dipilihkan Didi.Mungkin bagi orang lain rumah ini hanya bangunan sederhana di sudut kompleks, tapi bagi Kanaya rumah ini menjadi penanda awal yang baru, awal kebebasannya dari bayang-bayang masa lalu.Sayangnya… semakin hari Kanaya justru esmakin merasa ada sesuatu yang tidak lepas darinya.Perasaan seperti diawasi masih membuatnya gelisah setiap waktu. Rasa yang sama sejak malam ia mendengar pagar bergemerincing dan siluet asap rokok yang mengepul di kegelapan.Malam itu memang sudah lewat, tapi jejaknnya di hati dan pikirannya. Dan kini, ada satu lagi yang membuatnya resah yaitu keberadaan Bi Irma.Bi Irma adalah perempuan paruh baya yang

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Luka dan Harapan

    Malam itu terasa begitu senyap hingga detik jam dinding terdengar jelas di telinga Kanaya.Ia masih duduk di tepi ranjang kala debar jantungnya masih terasa tak karuan sejak suara derit kecil dari pagar.Saat berlari ke jendela ia tak menemukan apa pun, hanya kegelapan yang menelan halaman. Namun rasa diawasi itu tetap tinggal, melekat seperti bayangan yang tak bisa diusir.Perlahan Kanaya berusaha kembali mengistirahatkan tubuhnya meski dengan posisi punggung yang bersandar pada headboard tempat tidur.Tatapan nampak kosong menatap ke depan. Matanya terlihat berat, tapi rasa kantuk itu tak kunjung datang.Ketakutan yang menyelinap di sela tidurnya begitu saja seperti membuka pintu lain di dalam dirinya, pintu yang selama ini ia coba kunci rapat-rapat. Pintu yang membuka tabir kenanangan saat hari kelam di mana tubuhnya begitu lemah dan darah hangat menggenang. Kehidpan kecil yang seharusnya ia genggam justru pergi meninggalkannya.Kelopak matanya perlahan bergetar. Gambaran itu muncu

  • Menikahi Pria Culun Konglomerat   Rencan Kepulangan

    Pagi itu, suara dering ponsel membuyarkan konsentrasi Kanaya yang sedang menyiapkan daftar belanja untuk kafe kecil bersama Didi.Nama Dira–adiknya–tertera di layar. Hati Kanaya berdesir, sudah cukup lama mereka tidak berkomunikasi. Dengan sedikit gugup Kanaya lntas menekan tombol terima di layar ponselnya.Wajah ceria Dira muncul di layar video call, disertai senyum lebar yang terasa hangat sekaligus menusuk dada Kanaya.“Kak, ada kabar! Kami rencana pulang sementara ke Indonesia. Mungkin satu atau dua bulan. Ada urusan pekuliahan dan beberapa hal yang harus diurus.”Sekian jenak dada Kanaya bergetar oleh rasa bahagia. Rindu yang ia pendam bertahun-tahun seperti mendapat jawabannya.Namun bersamaan dengan itu, rasa cemas ikut menjalari hatinya.Pulang? Bagaimana jika mereka melihat dirinya sekarang? Seorang perempuan yang nyaris porak-poranda setelah rumah tangganya hancur.Kanaya pun berusaha mempertahankan senyumnya di depan sang adik meski tangan yang menggenggam ponsel sedkit gem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status