Share

02. Aloha, Barra Hutama!

***

Mengingat kejadian semalam. Kegiatan berasyik-masyuknya digagalkan oleh kehadiran atasan Ann. Barra gagal mengeksekusi Ann si gadis bahenol. Sial! Barra merutuk dalam hati. Jumat malamnya kacau sudah. Padahal, ia sudah berpuasa syahwat hampir sebulan ini karena aktivitas perusahaan yang sibuknya bukan main menerima pesanan konsumen.

Bagaimana sabtu-minggu ini? Sabtu paginya harus diisi dengan jadwal meeting dadakan dengan calon klien yang berprospek besar. Mana bisa dibatalkan! Belum lagi kesialannya berhenti, ketika akan menuju garasi mendadak pengasuh Lola mengejarnya dengan panik sambil menggendong Lola, putri semata wayangnya. Pengasuh paruh baya itu memohon ijin pulang karena suaminya mengalami kecelakaan dan kini berada di rumah sakit.

Sekejam-kejamnya Barra, tidak mungkin ia melarang perempuan paruh baya penuh keibuan itu untuk mengejar suaminya yang sedang terluka. Terlihat Lola sudah siap dengan ransel mininya.

“Ayah.” Lola memanggil namanya. Anak gadisnya terlihat menyerupai princess mini yang imutnya bukan main. Dua bulan lagi, usianya akan genap lima tahun. Untuk gadis mungil seusianya, Lola bukan anak yang susah diatur biarpun aktifnya tidak kepalang.

“Lola, kamu temani Ayah menghadiri rapat ya. Ayah tidak sempat menitipkan kamu ke rumah Opa dan Oma karena mereka juga sedang ada urusan pagi ini. Lola, jangan nakal!”

Anak gadisnya mengangguk dengan antusias. Mungkin dalam pikirannya, ayah sedang mengajaknya jalan-jalan. Barra akui, ia memang jarang jalan keluar rumah hanya berdua dengan Lola. Akhir pekan Lola biasanya akan dititipkan di rumah orang tuanya. Sejak kepergian Aimee dari hidup Barra untuk mengejar karirnya sebagai model internasional dan meninggalkan Lola tepat ketika bayi mereka berumur genap enam bulan.

***

“Lola!” Barra meneriaki gadis kecilnya dari jarak tiga meter. Beberapa mata menguncinya dengan pandangan ingin tahu. Bagaimana seorang lelaki dewasa bisa meneriaki anak balita intonasi kemarahan tidak tertahan?

Alis Lola menyatu, bibirnya mengatup dengan sudut yang ditarik kebawah, sepasang matanya yang bulat mulai banjir dengan air mata. Tapi, Lola sama sekali tidak bersuara. Gadis kecil itu menahan isak sekuat tenaganya. 

“Apa Ayah bilang? Kamu jangan kemana-mana! Kalau ada penculik, bagaimana? Dasar anak nakal!” Barra kehabisan sabar dan dengan secepat kilat sudah meraih Lola. Meski suaranya tertahan tapi cengkeraman kasar Barra seolah menusuk kepolosan putri kecilnya.

“Aww, Ayah! Sakit. Lola… Lo...Laaa.” Anak gadisnya tidak bisa lagi menahan tangis. Derainya memecah keramaian cafe pada sabtu siang. Barra segera membawa Lola ke sudut cafe terdekat. Mendudukinya di sofa. Kedua kaki gadis itu tergantung karena dudukan sofa yang cukup tinggi. 

Barra mendorong punggung Lola agar bersandar dan mengambil sejumlah peralatan gambar dari dalam tas ransel princess dengan agak kasar.

“Sudah, jangan menangis. Ini lanjutkan gambarnya.” Suara Barra mulai melunak karena tidak tega sendiri. Jauh dalam lubuk hati, ia sering mempertanyakan mengapa sikapnya terlalu dingin pada Lola. Semua kekacauan yang terjadi dalam rumah tangganya bersama Aimee tentu bukan salah gadis kecilnya. Tapi, mengapa ia selalu bersikap keras dan acuh?

Barra mengelus pelan pipi Lola dengan sayang. Naluri kebapakannya mendadak muncul. Lola menghentikan tangis dan memandang wajah Barra. Seketika itu pula Lola sudah kembali tersenyum manis. Seakan lupa dengan hardikan yang baru saja dimuntahkan ayahnya dua menit lalu. 

“Ayah, Lola janji tidak nakal lagi. Lola duduk disini ya, tunggu Ayah.” Cicit kecil gadis mungil Barra mengalir dengan tulus.

Barra mengangguk. Mengambil nampan berisi rainbow cupcake dan milkshake vanilla kesukaan Lola. “Tunggu, Ayah. Jangan berbicara pada orang asing!”

Ia memberi instruksi pada barista cafe yang sedang bertugas tepat di sebelah meja Lola. Hampir semua pekerja di cafe mengenal Barra. Sudah tiga tahun terakhir, perusahaannya yang memasok tanaman hias dan bunga segar untuk dekorasi cafe. Setiap dua minggu sekali selalu ada jenis bunga dan tanaman eksotis menghias di cafe.

Barra berjalan ke samping dan melewati beberapa meja, dimana calon klien dan anak buahnya sedang menunggu di ruangan khusus meeting. Setelah duduk di kursi, Barra bisa menangkap sosok Lola yang sudah mulai menggambar dan terlihat sibuk sendiri di di sofanya.

Hatinya cukup tenang karena bisa mengawasi Lola dari jauh dan tetap melanjutkan rapat penting untuk keberlangsungan bisnisnya.***

Add this book to your library! Love and Vote!

IG: TabiCarra10

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
galak amat sih pak. kan kasihan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status