“Hahahaha ... aku bercanda, Jak. Sudahlah, lupakan! Pernikahan kita nanti hanya sandiawara. Tetapi, kau tenang saja, aku akan membuatmu menjadi Raja di rumah dan perusahaanku. Rasanya aku sudah tidak sabar, ingin membuat Cella dan Mamanya pergi dari rumah," ucap Helena sungguh-sungguh.
Jaka hanya terdiam sambil merunduk. Sebelumnya wanita itu mengajak ia belajar saling mencintai. Apa dirinya pantas mencintai dan dicintai gadis kaya raya dan cantik seperti Helena?“Iya. Semua yang kita lakukan hanya sandiwara.”“Jak, aku ingin langsung pulang saja.”“Baik.”Kendaraan yang mereka tumpangi meluncur menuju rumah besar Abimanyu Adiwilaga. Pengusaha ternama dan disegani dalam kalangan dunia bisnis. Seorang pria yang hanya memiliki dua anak perempuan. Dua anak yang nantinya akan meneruskan tahta perusahaannya. Tetapi sayang, anak sulungnya sudah tidak dapat diharapkan lagi.Tiba di rumah, hari mulai terlihat gelap. Dengan cekatan, Jaka membuka pintu mobil bagian Helena. Wanita itu seperti biasa mengucapkan terima kasih.“Jak, kau mampirlah dulu. Kita makan malam bersama,” ajak Helena sebelum masuk ke dalam rumah.“Mohon maaf, saya tidak bisa. Saya ... Saya benar-benar belum percaya diri bertemu dengan keluargamu lagi,” ujar Jaka apa adanya. Helena menghela napas panjang, mencoba mengerti.“Baiklah. Aku mengerti. Ya sudah, besok jemput aku seperti biasa.”“Iya. Saya pamit.”Jaka langsung pergi kembali, meninggalkan kediaman Abimanyu Adiwilaga.Helena melenggang masuk rumah. Pertemuannya dengan Samuel membuat pikiran Helena mulai kacau. Ia tahu, tidak baik. Akan tetapi, benih cinta dalam hati Helena untuk Samuel, masihlah ada.“Aku tidak yakin kalau kau akan menikah dalam waktu dekat,” ucapan yang terlontar dari bibir Saraswati membuat langkah Helena yang baru menapaki dua anak tangga terhenti. Wanita itu dengan malas menoleh, menghadap Saraswati yang berdiri di bawah anak tangga.“Aku tidak peduli kau yakin atau tidak. Karena aku tahu, kau memang tidak ingin aku menikah dan mempunyai anak. Kalau aku sudah mempunyai anak, secara otomatis semua harta kekayaan papa akan jatuh dalam genggamanku!” Helena menyombongkan diri di hadapan Saraswati sebelum istri kedua papanya itu bicara lagi.“Ck, wanita sepertimu mana ada yang mau sungguh menikahimu. Kecuali ... kau membayar dia untuk pura-pura menikah denganmu. Iya ‘kan?”Helena tergelak mendengar dugaan yang disampaikan Saraswati. Dia pikir, di rumah ini tidak ada yang menaruh curiga tentang rencana Helena dan Jaka. Rencana yang hanya diketahui oleh mereka. Lalu, Saraswati tahu dari siapa kalau Jaka adalah orang yang disuruh Helena untuk berpura-pura menjadi suaminya.“Dasar sok tahu! Kau pikir, aku serendah itu? Terserah! Aku tidak perlu banyak bicara untuk menjelaskan padamu. Cukup aku buktikan saja!”Setelahnya, Helena menapaki anak tangga yang menghubungkan ke kamar pribadinya.“Helena, jangan pergi dulu! Aku masih mau bicara! Helena!”Tak dihiraukan teriakan Saraswati. Helena tetap melenggan anggun menuju kamarnya.Di dalam kamar, Helena langsung membersihkan badan. Ia ingin sekali menghilangkan bayangan-bayangan Samuel saat berjumpa di butik. Helena lelah mencintai pria yang hanya memanfaatkannya saja.***Di tempat lain, Jaka termenung di dalam kamar kontrakannya. Dia masih bingung dengan rencana yang dibuat oleh Helena. Kalau sekarang Jaka memang belum memiliki rasa khusus untuk Helena tetapi lambat laun, rasa itu pasti ada.Tiba-tiba handphone Jaka berdering. Lelaki berdarah sunda itu turun dari tempat tidur, mengambil handphone yang tergeletak di atas meja.Sebelum mengangkat telepon dari Helena, Jaka berdehem.“Selamat malam, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Jaka saat sambungan telepon tersambung.“Tidak ada. Aku hanya kesepian saja. Kalau kau ada di kamarku malam ini, sepertinya lebih asyik. Tidak perlu aku merasa kesepian.”Jaka terdiam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana?"Jak, kau mendengarku?”“Iya. Aku mendengarmu.” Baru saja Helena mau bicara lagi, suara ketukan pintu kamarnya menggangu.“Jak, sudah dulu, ya? Ada yang ketuk pintu.”Sambungan telepon terputus. Jaka menghela napas berat. Dia pikir ada masalah apa sampai meneleponnya.“Maaf Nona mengganggu.” Rupanya salah satu asisten rumah tangga Helena.“Enggak. Ada apa, Bi?”“Tuan muda menyuruh saya memanggil Nona untuk makan malam bersama.”“Oh, makan malam. Ya sudah, sebentar lagi aku akan ke sana.” Helena kembali masuk ke dalam kamar. Kemudian, setelah terlihat baik-baik saja. Helena keluar kamar menuju ruang makan. Ternyata di sana hanya ada Papa dan istri keduanya saja.“Helena, duduklah. Sambil makan malam, ada yang ingin Papa sampaikan.”Kening Helena mengkerut. Hatinya memiliki firasat yang tidak bagus apalagi melihat senyum licik yang tersungging dari bibir Saraswati.“Papa ingin menyampaikan apa?” Helena tak sabar ingin mengetahui yang disampaikan Abimanyu.“Habiskan dahulu makan malammu. Setelah itu, barulah Papa akan sampaikan.”Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng